webnovel

Laki-laki Penolong Misterius

"Berhenti di sini Pak."

"Iya Mbak."

Debi turun dari motor, dan melepas helm yang ia kenakan.

"Ini ongkosnya Pak."

"Iya Mbak, terima kasih."

"Iya Pak, sama-sama."

Debi yang saat itu buru-buru. Dia langsung berjalan masuk ke dalam kampusnya.

Langkah Debi terus berderap dengan riang tanpa beban. Saat itu Debi langsung menuju ruangan dosen pembimbingnya. Debi tidak ingin membuat dosen pembimbingnya menunggu lebih lama.

Dari kejauhan. Debi melihat ada banyak sekali mahasiswa yang tengah berkerumun di depan mading. Entah apa yang mereka kerumunan. Debi yang melihat hal itu sampai penasaran.

"Mereka sedang melihat pengumuman apa ya? Coba aku ikut melihat pengumuman dulu deh."

Debi melangkahkan kakinya mendekati mereka, namun setiap kali Debi melangkah. Saat itu ada banyak sekali pasang mata yang melihat kearahnya. Debi pun menjadi heran melihat itu.

"Kenapa orang-orang melihat kearah seperti itu ya? Ada apa memangnya?" bisik Debi dalam hati.

"Eh, Debi. Ternyata kamu wanita malam ya!" kata salah satu temannya sembari mendorong bahu Debi. Untung saat itu Debi tidak sampai terjatuh.

"Maksud kamu apa?"

"Alah, tidak usah mengelak kamu."

"Aku tidak sedang mengelak karena aku tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Bohong. Kamu mau mencari alasan apa? Lihat, buktinya sudah ada," ucapnya sembari menunjuk mading.

Saat itu Debi terkejut saat melihat fotonya yang tengah bekerja di club, terpanjang memenuhi mading. Buru-buru Debi langsung mendekati mading untuk mengambil foto-foto itu.

Debi mengambil foto-fotonya, dan seiring itu juga terdengar suara sorakan dan orang-orang. Debi tidak memperdulikan hal itu, Debi terus mengambil foto-fotonya. Setelah dirasa tidak ada yang terpasang lagi di mading. Debi memilih untuk melangkahkan kakinya pergi, namun baru beberapa langkah Debi berjalan. Tiba-tiba seseorang menariknya dari belakang. Seketika itu Debi terjatuh, dan foto-fotonya berserakan di lantai.

"Mau kemana kamu wanita malam? Kami belum selesai bicara."

"Maaf, aku tidak ada waktu untuk meladeni kalian."

Debi beranjak. Saat Debi hendak melangkahkan kakinya. Tiba-tiba seseorang kembali menariknya. Debi pun kembali terjatuh.

"Mau kemana? Kamu mau membuang bukti pekerjaanmu yang memalukan itu? Percuma. Kita semua sudah melihatnya."

"Iya, betul. Kita semua sudah melihatnya."

"Seharusnya pihak kampus mengeluarkan mahasiswi seperti kamu. Kamu tidak hanya anak haram, tapi kamu juga sudah mencoreng nama baik kampus kita."

"Betul, aku setuju kalau Debi dikeluarkan dari kampus."

"Kita harus melaporkan masalah ini sama rektor."

"Tunggu. Apa yang kalian lihat tidak seperti kenyatannya," kata Debi yang langsung menghentikan kedua mahasiswi tadi.

"Lepaskan tangan kamu dariku. Aku tidak mau dipegang sama wanita murahan seperti kamu," ucap mereka sembari menghempaskan tangan Debi.

"Aku memang bekerja di club, tapi aku di sana tidak menjadi wanita malam. Aku hanya menjadi pelayan di sana."

"Bohong. Mana mungkin kamu mau mengakui pekerjaanmu yang memalukan itu."

"Benar. Aku tidak sedang berbohong kok."

"Alah, kami tidak percaya dengan ucapan kamu."

"Bagaimana kalau kita masa saja dia."

"Iya, setuju."

"Jangan. Aku tidak berbohong."

Debi mencoba menjelaskan yang sebenarnya kepada mereka, namun mereka tidak mau mendengar Debi. Mereka langsung melempari Debi dengan tomat busuk dan juga tepung. Debi terus berusaha menghindar, namun hal itu hanya sia-sia saja. Mereka yang begitu banyak memasa Debi, membuat tubuh Debi dipenuhi tomat busuk dan juga tepung.

Debi tidak bisa melakukan apa-apa. Ia ingin pergi dari sana pun tidak bisa karena dikepung. Debi hanya bisa duduk di lantai dan pasrah saat mereka terus melemparinya dengan tomat busuk dan juga tepung.

"Berhenti!"

Satu ucapan itu pun mampu menghentikan kegiatan mereka yang memasa Debi. Pandangan mereka teralihkan dan melihat seorang laki-laki tampan dan juga kekar berjalan mendekati mereka. Bukan, bukan mereka, tapi mendekati Debi.

Debi melihat sebuah sepatu hitam berhenti di depannya. Debi mengangkat kepalanya, dan saat itu juga dia langsung terkejut. Debi melihat laki-laki itu melepas jas miliknya dan memakaikannya kepadanya. Tanpa berucap. Laki-laki itu langsung menggendong Debi. Debi semakin terkejut, namun Debi tidak bisa menolak laki-laki itu untuk tidak menggendongnya, karena kedatangannya membuat mereka yang melempari Debi menghentikan kegiatan mereka. Setidaknya Debi bisa berlindung kepada laki-laki itu.

Laki-laki itu terus melangkahkan kakinya menjauhi kerumunan orang-orang yang melempari Debi.

Maya yang tengah berjalan dengan teman-temannya tidak hentinya tersenyum senang. Mereka terus sibuk membicarakan Debi. Yah, karena rencana mereka untuk membuat Debi malu sukses besar.

"Aku yakin pasti si anak haram masih dimasa sama anak-anak."

"Iya, betul Maya. Ide kamu memang luar biasa."

"Iya dong, Maya gitu. Tidak akan ada yang menandingi kehebatanku."

Mereka terus tertawa sembari melangkahkan kaki mereka. Mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari tadi.

"Kurang ajar kamu, Maya. Masih saja kamu mengganggu Debi."

Marko yang mendengar pembicaraan Maya dan teman-temannya pun menjadi marah. Marko langsung melangkahkan kakinya menuju tempat Debi yang mungkin masih di masa saat ini.

Saat Marko sampai di sana. Marko melihat mereka yang berkerumun mulai membubarkan diri. Marko langsung langsung mencari Debi.

Marko mengedarkan pandangannya, namun Marko tetap tidak melihat Debi. Marko hanya melihat bekas tepung dan juga tomat busuk yang menempel di lantai.

"Di mana Debi?"

Marko cemas dan juga khawatir. Yah, dari sisa tepung dan juga tomat busuk. Marko bisa membayangkan betapa sadisnya mereka memasa Debi. Marko berlari mendekati mahasiswi yang ada di sekitar sana.

"Di mana Debi?" tanya Marko yang menuntut.

"Tadi Debi dibawa sama laki-laki."

"Dibawa laki-laki? Siapa?"

"Aku tidak tahu. Pokoknya tadi dia dibawa sama laki-laki."

"Kemana laki-laki itu membawa Debi?"

"Ke sana," tunjuknya mengarah ke parkiran.

Marko tidak berucap. Marko langsung berlari menuju arah yang ditunjuk mahasiswi tadi.

Laki-laki yang menolong Debi membaringkan Debi di atas hospital bed. Dia melakukannya dengan pelan agar badan Debi yang sudah penuh luka tidak semakin sakit.

"Kenapa kamu membawa saya ke klinik? Sebenarnya kamu siapa?"

"Suster, tolong obati lukanya. Saya tidak ingin dia kenapa-napa."

"Baik Pak."

Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Debi. Setelah dia mengucapkan itu. Laki-laki itu langsung berjalan keluar dari dalam ruangan, meninggalkan Debi bersama dua suster yang akan mengobatinya.

Debi hanya bisa diam di tempatnya, melihat laki-laki itu sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya.

"Kita mulai pengobatannya ya Mbak!"

"Iya suster."

Kedua suster tadi langsung melakukan pekerjaannya. Sementara Debi hanya diam sembari merasakan rasa perih di sekujur badannya.

"Aaaaaa, sakit."

Suara Debi terdengar jelas sampai luar, membuat laki-laki yang menolongnya pun bisa mendengarnya. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan wajah kesal menahan marah.

"Aku akan membuat perhitungan dengan mereka."