webnovel

Hari yang Menyebalkan

Ada banyak sekali kenangan Debi bersama Marko di kos-kosannya ini. Debi melihat meja makan. Debi masih ingat betul bagaimana Marko selalu datang setiap pagi hanya untuk membawakan sarapan untuknya. Tapi tidak untuk sekarang. Semuanya sudah berubah, seperti halnya perasaan Marko kepadanya.

Memori Debi mengingat saat pertemuannya dengan Marko di cafe. Marko terlihat terkejut saat menyadari keberadaannya, tapi Debi juga melihat tatapan yang amat sulit Debi artikan saat itu. Entahlah, apa yang ada di dalam pikiran Marko. Yang jelas Debi sakit saat melihat Marko bersama dengan Maya.

Tok tok tok

Debi terkejut saat tiba-tiba mendengar suara pintu kos-kosannya ada yang mengetuk. Debi mendengarkannya lagi. Siapa tahu Debi salah dengar.

"Debi, keluar kamu."

"Itu kan suaranya Ibu kos? Mau apa Ibu kos malam-malam ke kos-kosanku?"

Debi menghapus air matanya. Setelah ia memperbaiki penampilannya yang berantakan. Debi membukakan pintu.

"Ada apa ya Bu?"

"Saya datang hanya ingin mengingatkan kamu. Jangan sampai telat lagi membayar kos-kosan. Kalau tidak saya akan benar-benar mengusir kamu."

"Iya Bu, kali ini saya usahakan tidak akan telat lagi."

"Jangan hanya diusahakan, tapi ditepati."

"Iya Bu. Saya janji tidak akan telat lagi."

"Nah, gitu. Ya sudah, saya datang hanya mau mengingatkan kamu."

Ibu kos pun pergi. Sementara Debi mematung di depan pintu kos-kosannya.

"Ya Tuhan, bagaimana ini? Dari mana aku bisa mendapatkan uang dengan waktu cepat."

Di tengah kebingungan Debi. Tiba-tiba Debi teringat dengan ucapan Lisa saat di tempat kerja.

"Apa aku terima saja ya tawaran kerja dari Lisa?"

Debi merenungkannya. Sepertinya memang tidak ada pilihan lagi selain menerima tawaran Lisa.

"Lebih baik aku hubungi Lisa sekarang."

Debi menutup pintu kos-kosannya. Debi mengambil tasnya yang tergeletak di lantai. Setelah Debi mengambil ponselnya. Debi langsung menghubungi Lisa.

"Halo, ada apa Deb?" kata Lisa yang langsung mengangkat panggilan dari Debi.

"Aku cuma mau mengabarkan kalau aku menerima pekerjaan yang kamu tawarkan tadi."

"Apa? Kamu yakin Deb?" balas Lisa yang terdengar terkejut di sebrang sana.

"Iya, aku yakin Lisa. Jadi kapan kamu akan membawa aku ke tempat kerjanya?"

"Kalau kamu mau, besok setengah pulang kerja aku akan langsung membawa kamu ke sana."

"Oke, besok ya! Ya sudah, aku hanya mau mengabarkan itu. Aku tutup dulu panggilannya."

"Iya, sampai ketemu besok."

Panggilan pun berakhir, dan Debi langsung berjalan menuju kamarnya.

Huh, Debi menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Kejadian hari ini benar-benar menguras tenaga Debi. Tidak hanya itu saja. Perasaan Debi juga ikut terkuras.

"Lebih baik aku tidur. Siapa tahu setelah bangun nanti beban yang aku pikirkan hilang."

Debi mulai memejamkan matanya. Ia buang rasa sedih yang menyesakkan dadanya.

Cittttttt

Marko mengeram motornya mendadak, membuat Maya yang membonceng terkejut.

"Marko, kamu bisa gak sih kalau naik motor ngeremnya yang bener?" kata Maya kesal.

"Bisa."

"Terus kenapa dari tadi ngeremnya ngagetin terus kayak tadi?"

"Makanya kalau aku ngomong dengerin."

"Memangnya tadi kamu ngomong apa?"

"Bukankah tadi aku sudah bilang kalau aku tidak mau dipegang."

"Memangnya kenapa? Aku kan pacar kamu. Hal yang wajar dong kalau aku pegangan kamu."

"Itu anak muda yang gak paham agama. Sementara aku beda. Aku paham agama, dan diajarkan di dalam agamaku jika laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya tidak boleh berpegangan."

Marko sebenarnya paham akan ajaran agama, tapi dia sengaja bicara seperti untuk mengelabui Maya agar dia tidak lagi menyentuhnya.

"Alah, itu pasti cuma alasan kamu saja."

"Terserah, kamu mau percaya atau tidak."

"Sebenarnya kamu ini menganggap aku pacar kamu atau tidak sih?"

"Kalau aku tidak menganggap kamu, mana mungkin aku mau menjemput kamu tadi."

"Iya, tapi kan seharusnya kamu tidak perlu bersikap seperti itu kepadaku."

Huh, bosan. Rasanya telinga Marko sakit mendengar ocehan Maya yang tidak mau berhenti.

"Ya Tuhan, gini amat pacaran sama nenek sihir. Sabar, sabar, ink demi Debi," bisiknya.

"Kamu dengarkan omonganku tadi?"

"Iya, aku dengar. Kamu mau sampai kapan ngomong terus kayak gini? Ini sudah malam. Kamu tega melihat aku pulang kemalaman?"

"Habisnya kamu nyebelin sih."

"Iya deh, maaf."

"Nah, gitu dong. Kalau salah itu harus minta maaf. Kalau kayak gini kan aku makin cinta sama kamu."

Wekkkkk

Rasanya Marko ingin muntah mendengar Maya berucap seperti itu. Namun Marko terus memasang senyumannya demi keberhasilan ektingnya.

"Ya sudah, aku pulang dulu ya!"

"Iya, hati-hati di jalan."

"Iya."

Marko menghidupkan mesin motornya, dan melajukannya pergi meninggalkan tempat itu.

Malam mulai menuju puncaknya. Marko melihat jalan raya yang terlihat sepi. Saat itu Marko bisa melajukan motornya tanpa ada kemacetan seperti biasanya.

Dretttt dretttt dretttt

Marko menghentikan motornya di pinggir jalan raya. Marko mengambil ponselnya yang terus berbunyi.

"Halo, ada apa Galang?"

"Kamu di mana?"

"Aku sedang ada di jalan."

"Nanti kamu kembali ke sini lagi tidak?"

"Iya, ini aku sedang perjalanan ke sana."

"Oke. Kami tunggu."

Marko menaruh ponselnya kembali ke dalam saku. Setelah mesin motornya hidup. Marko melajukannya kembali.

Tap tap tap

Setelah memarkirkan motornya. Marko melangkahkan kakinya masuk ke dalam club malam. Langkah Marko langsung tertuju pada teman-temannya yang masih setia menunggunya.

"Dari mana saja kamu," tanya Gilang saat menyadari kedatangan Marko.

"Habis nguji kesabaran."

"Nguji kesabaran bagaimana maksudnya."

"Ah, tahu ah. Aku pingin marah kalau mengingatnya."

"Dasar aneh kamu, Marko. Datang-datang tiba-tiba marah gak jelas," sahut Bima.

"Tahu tuh," sahut Bagas juga.

"Ada apa Marko? Ceritakan saja sama kami masalah kamu."

"Sudahlah jangan diungkit-ungkit lagi. Bikin kesal aku saja."

Marko menyandarkan kepalanya. Marko benar-benar kesal dengan tingkat Maya hari ini. Huh, baru beberapa hari pacaran dengan Maya. Rasanya Marko sudah tidak kuat.

Di tengah kekesalan Marko. Tiba-tiba Marko teringat dengan ucapan Maya. Yah, ucapan Maya yang memberitahu Marko jika Debi merindukannya.

Senangnya hati Marko saat itu. Sebenarnya Marko juga sangat merindukan Debi, karena itu lah tadi siang Marko datang ke tempat kerja Debi. Tapi sayangnya saat itu Marko kepergok sama Debi. Tapi untungnya Marko menyadari hal itu dan langsung pergi.

"Pasti tadi Debi sedih melihat aku mejemput Maya. Tapi tidak apa-apa deh, yang terpenting itu bisa membuat Debi cemburu. Kalau Debi sudah cemburu, pasti dia akan mengungkapkan perasaannya kepadaku. Huh, rasanya aku tidak sabar menunggu waktu itu tiba," bisiknya.

Marko tersenyum sendiri membayangkan kejadian tadi.

"Coba lihat Marko. Tadi marah-marah, sekarang malah senyum-senyum gak jelas kayak gitu," kata Bima.

"Iya tuh, stres kali dia."

"Iya, stres gara-gara gak diterima cintanya sama Debi."

Meski Marko dibicarakan teman-temannya. Marko yang sibuk dengan khayalannya tidak menyadari hal itu.