webnovel

Tentang Lily

Olive mulai melaksanakan tugasnya dengan senang hati, menurutnya teman-teman disini baik-baik, semoga seterusnya akan begini. 

"Kamu baru kan, ya?" 

"Iya Mbak." 

"Aduh jangan panggil Mbak, panggil aja aku Lily, okay?" 

Olive mengangguk mengerti. 

"Kayaknya umur kita sama, deh," celetuk Lily mengetuk-ngetuk meja kerjanya, dengan satu tangan yang dibuat untuk memegang dagu. 

Olive mengangguk kan kepalanya saja. "Mungkin, hehe." 

"Oh iya, nama kamu siapa deh? Lupa." Lily nyengir lebar, dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sejujurnya dia lupa sudah bertanya atau belum mengenai nama yang membantunya ini. 

"Olive, Mbak." 

"Wah namanya bagus, cantik, kayak orangnya," puji Lily tidak main-main, Lily mengatakan hal itu atas dasar dari dalam dirinya sendiri. 

"Terima kasih." 

Lily melipat kedua tangannya di dada, dengan kedua mata yang memandang Olive dengan pandangan heran. "Kamu cuek banget," dengus Lily mengomentari sikap Olive yang menurutnya cuek, dan kaku. 

"Maaf," ucap Olive merasa tidak enak, bukan maksud dirinya untuk cuek, atau kaku dengan orang baru. Tetapi, dirinya hanya meminimalisir rasa nyaman berteman karena menurutnya kasihan dengan yang berteman dengannya. Mereka pasti malu memiliki teman sepertinya. 

"Serius deh, kamu kenapa cuek? Memang seperti ini, atau gimana? Lily penasaran banget loh," tanya Lily, demi apapun Lily ingin sekali berteman dengan perempuan yang telah membantunya ini. 

Masalah bangkunya yang kotor, dirinya sengaja menumpahkan secangkir kopi dan membuang banyak sampah di kolong meja dan tempat duduknya, alasannya karena ingin berkenalan dengan Olive. 

"Saya pun tidak tahu, Mbak. Maaf," balas Olive sekenanya. Mendapatkan balasan seperti itu, membuat Lily semakin gencar untuk mendapatkan perhatian seorang Olive. Nanti dia akan memikirkan kira-kira bagaimana cara dekat dengan Olive. 

"Yah, ya udah deh. Kamu boleh kembali ke tempat kamu, makasih ya udah bantu," kata Lily menyodorkan sejumlah uang yang sudah dirinya siapkan dan dilipat kecil. Olive terkejut lalu menolaknya halus. 

"Tidak perlu, Mbak. Terima kasih, saya in shaa Allah sudah digaji disini." 

Lily menggeleng kan kepalanya. "Nggak, nggak apa-apa, ini buat kamu! Serius, ini bukan gaji atau apapun, ini untuk kamu siapa tau kamu mau beli bedak, atau apa gitu." Lily memang tipikal orang yang suka memaksa, terlebih lagi saat ada orang yang menolak dirinya beri sesuatu. 

Olive merasa tidak enak karena sudah berlaku cuek pada perempuan bernama Lily, nyatanya perempuan itu memiliki hati yang baik. Olive memberi hormat dengan cara menunduk kan kepalanya. "Terima kasih banyak, Mbak. Maaf sudah berlaku lancang tadi." 

Lily tersenyum lalu mengusap bahu Olive. "Tidak apa-apa, Lily mengerti. Jangan panggil aku dengan embel-embel kata 'Mbak' ya? Saya masih muda, dan sepertinya umur kita sama," pinta Lily. 

Olive merasa tidak enak sebenarnya, karena sekarang posisinya sedang di kantor, harus bersikap formal, dan profesional. Jadi Olive rasa memanggil nama di lingkungan kantor bukan sesuatu hal yang baik, atau sopan sekalipun memiliki umur yang sama. 

Melihat respon Olive yang hanya diam saja, membuat Lily mulai mengerti jalur pikirannya. "Okay, aku mengerti. Ya sudah, jika diluar kantor tolong jangan gunakan embel-embel kata kak. Ku mohon." 

Olive menaikan kepalanya, memandang wajah Lily dengan tatapan tidak percaya. Dirinya tidak percaya ternyata perempuan di depannya mengerti akan apa yang dirinya katakan di dalam hati. Apakah perempuan ini memiliki sebuah kemampuan hebat? Kelebihan, atau keajaiban? 

"Nona, apakah pekerjaanmu sudah selesai? Bolehkah kamu berganti membersihkan ruanganku?" Pertanyaan itu membuat Olive dan Lily kompak menoleh. Olive membulatkan kedua matanya saat melihat orang yang tadi bertanya padanya.

"Tidak perlu terkejut seperti itu," tegurnya. Lily sudah kembali bekerja seperti semula, mengerjakan pekerjaannya yang harus dirinya handle, dan selesaikan hari ini juga. Mungkin dia akan lembur hari ini. 

Olive menundukkan kepalanya, dirinya merasa tidak enak sekaligus malu karena sudah terkejut seperti tadi hingga mendapatkan teguran. 

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" tanyanya lagi, Olive sampai lupa untuk membalas pertanyaan yang sudah dirinya gantung tanpa jawaban. 

"S-sudah," balas Olive dengan terbata-bata.

"Baiklah, bolehkah berganti membereskan ruangan ku?" Olive mengangguk sebagai respon atas pertanyaan yang baru saja terlontar. 

"Baik, mari ke ruanganku. Saya tidak betah dengan kondisi ruangan yang kotor seperti ini," ajaknya mendahului langkah Olive, Olive berpamitan kepada Lily yang dibalas oke, dan acungan jempol. 

Olive mengekori langkah bosnya, dengan membawa alat-alat kebersihan. 

* * * *

"Halo Olive," sapa Lily ramah. 

"Oh hai, Mbak," balas Olive canggung. Lily duduk disebelah Olive, dengan ringan dirinya membagi minuman yang tadi sempat dirinya beli di supermarket dekat dengan kantornya. 

"Untuk kamu," kata Lily memperjelas maksudnya menyodorkan minuman kaleng itu kepada Olive. 

"Eh? Nggak usah, nggak perlu repot-repot terima kasih, aku udah ada air mineral ini," tolak Olive halus, Olive selalu saja menolak apapun pemberian orang, dengan alasan tidak enak, malu, atau kasihan. 

Lily berdecak. "Ya ampun, kamu nolak mulu nggak apa-apa serius. Kamu ambil aja tadi sengaja beli untuk kamu."

"Kenapa begitu?" 

Lily mengerutkan keningnya heran. "Maksudnya, kenapa begitu itu apa? Sorry nggak paham." 

"Iya, kenapa kamu kok beliin aku? Padahal, aku aja nggak beliin kamu," ulang Olive. 

Lily terkekeh. "Oh ternyata itu toh, hehe aku pikir apa," cengir Lily. 

"Ya nggak apa-apa sih, nggak kenapa-napa juga, cuman kepengen aja beliin kamu," kata Lily jujur apa adanya. 

"Ayo dong diterima, aku udah beliin buat kamu sayang loh kalau nggak diambil," rayu Lily dengan mengedipkan sebelah matanya genit. 

Olive akhirnya tergerak untuk mengambil sebuah kaleng minuman yang sedari tadi disodorkan oleh Lily, sebenarnya ada rasa tidak enak tetapi melihat respon dan rayuan Lily membuat Olive percaya jika Lily memberikannya dengan ikhlas. 

"Terima kasih, lain kali nggak perlu repot-repot, ya?" pinta Olive merasa tidak enak dengan perlakuan Lily yang menurutnya merepotkan diri sendiri, bukan apa dirinya hanyalah orang baru tetapi Lily terlalu baik. 

"Nggak janji ya?" Lily tampak nyengir lebar kala mengatakan itu kepada Olive. 

Olive hanya dapat menarik kedua sudut bibirnya, bingung akan menanggapi dan merespon ucapan Lily bagaimana lagi. Dirinya tidak mudah akrab dengan orang-orang, karena Olive memiliki ketakutan tersendiri kala bergaul dengan banyak orang. 

"Emm Olive, aku boleh ngomong sama kamu nggak?" 

"Bukannya dari tadi kamu ngomong?" 

"Iya juga, tapi ini beda pembahasan."

"Ya udah, boleh. Mau ngomong apa?" 

"Emm, aku boleh jadi teman kamu nggak?" tanya Lily dengan nada ragu. 

"Kenapa kok kamu mau jadi teman aku?" Bukannya menjawab, Olive justru melempar pertanyaan kepada Lily. Dirinya tidak yakin dengan Lily, menurutnya perempuan itu cantik, dan baik.