Kina tiba-tiba jadi merasakan ingin mengeluarkan sesuatu dari tubuhnya, karena melihat Ryan yang pergi ke dalam vila. Gadis itu ingin buang air kecil. Kina menatap para teman perempuannya dan nyengir kecil. "Guys, gue kebelet pipis nih.. gue ke kamar mandi dulu yah.." Ujarnya ijin untuk memisahkan diri sebentar.
Likha dan Felicia mengangguk, sementara Andrea menarik kain lengan jaket yang Kina kenakan. Tentu saja Kina jadi menunduk ke arah Andrea yang duduk di pinggiran gazebo.
"Nggak minta antar?" Tawar Andrea.
Kina tersenyum. "Nggak usah Andrea. Gue sendiri aja. Lagian kan ada Alvin sama Ryan di dalam."
"Oke deh." Ujar Andrea yang lega. Entah mengapa perasaannya jadi agak labil setiap angka jam meningkat. Apalagi sudah semakin malam.
Bulu tengkuk Ryan agak sedikit merinding kala memasuki Vila dari pintu utama. Pasalnya ia jadi merasa kalau vila ini terlalu besar. Mungkin karena ia masuk sendirian tanpa ada yang menemani.
Lelaki itu memang bertujuan mencari keberaan Alvin yang entah sedang apa dan berada di mana. Ryan dengan langkahnya yang gontai memasuki kamar utama yang memang digunakan untuk kamar para cowok nanti.
Gelap. Ryan dengan buru-buru menyalakan lampunya dan kamar menjadi terang benderang. Kamar utama tersebut memang cukup luas. Tempat tidur modern dengan ukuran king size dan empuk, juga ada karpet bulu berwarna abu muda dengan ukuran 3x3. Pandangan Ryan menyisiri ruangan kamar tersebut.
Hening. Alvin tidak ada di situ. Bahkan barang-barang bawaan dan koper mereka juga belum ditata secara rapi. Masih sedikit berantakan dan ada beberapa jaket yang digeletakkan di atas kasur begitu saja. Ryan hanya berdecak dan menutup kembali pintu kamar itu.
Ryan masih berdiri di depan pintu kamar utama. "Viinnn lo di manaaa??" Tanya Ryan dengan sedikit teriak.
Tidak ada sahutan, rasanya suaranya jadi menggema sendiri. Ryan berjalan lurus untuk memasuki ruang makan yang luas, ruang makan yang berdekatan dengan dapur dan hanya diberi sekat ukiran kayu sebagai pembatas antara ruang makan dengan dapur. Di situ gelap. Hanya ada penerangan remang-remang dari lampu tidur yang tertempel di tembok. Sebenarnya Ryan juga bertanya-tanya dalam hati, mengapa ada semacam lampu tidur di ruang makan dan dapur.
Drap Drap Drap!!
Ryan dengan panik menengok ke belakang. Ia tadi sadar kalau ia melewati tangga kayu yang menuju ke lantai dua. Itu tadi rasanya suara langkah kaki seseorang yang terburu-buru. Bulu kuduk Ryan jadi semakin berdiri dan tubuhnya merasa merinding. Ia tak sengaja melihat seseorang yang naik ke lantai dua.
Itu Kina. Hanya saja Ryan tidak tahu kalau itu Kina.
Bunyi gemercik air keran yang deras dari arah kamar mandi itu jadi agak melegakan perasaan Ryan yang berkecamuk. Dengan langkahnya yang kembali biasa saja, lelaki itu menghampiri kamar mandi yang letaknya setelah dapur.
"Wooyyy!! Vin.. lo ngapain di kamar mandi lama banget? Temen-temen pada mau bakar-bakar tuh.. gak laper emang lo?" Tanya Ryan. Namun tidak ada balasan dari dalam. Hening. Hanya suara keran air saja yang menyala. Bahkan tidak ada bunyi gayung yang mengambil air, atau bunyi seseorang yang sedang mengguyur air.
Ryan mengusap kedua lengan tangannya merasa merindung lebih parah. Lelaki itu dengan langkah perlahan, jadi menjauhkan diri dari area depan kamar mandi.
KLONTANG!!!!
Karena terlalu takut, Ryan jadi kaku mendengar bunyi alat masak yang terjatuh itu dari arah dapur. Dilihatnya, ternyata ada sosok lelaki yang sedang meringkuk mencari sesuatu di laci bawah kompor.
"Alvin?" Tanya Ryan sambil menyalakan saklar lampu sehingga dapur dan ruang makan menjadi terang.
"Eh, lo. Ngapain lo ke sini?" Tanya Alvin heran.
Ryan rasanya gemas dan ingin salto saja di jalanan. "Gue nyariin lo tauk! Lo ngapain di sini?"
"Gue nyariin alat panggang yang khusus buat manggang irisan daging sapi sama ayam. Yang model panggangan kayak grill korea gitu. Namanya stovetop grill. Kagak ada. Ini untung ada Grill Pan yang biasa. Gak sengaja jatuh pas gue nyari yang lain." Jelas Alvin.
"Oh.. tapi lo tadi gak ke kamar mandi?"
Alvin menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Terus kenapa kamar mandi air kerannya nyala?"
Alvin mengernyitkan dahi mendengar itu. "Kagak deh. Kalau nyala ya udah gue matiin."
Setelah Alvin berkata demikian, Ryan jadi sadar kalau suara air keran dari kamar mandi itu sudah tidak ada. Benar-benar tidak ada.
"Lo ngapain bengong? Noh, bantuin gue keluarin irisan daging sapi sama ayam yang ada di freezer dan bawa ke temen-temen kita." Ujar Alvin menginterupsi Ryan yang bengong.
Kina berdecak kesal ketika sudah lebih dari lima menit ia tidak bisa membuka pintu kamar mandi di lantai dua. Kamar mandi yang bersebelahan dengan kamar lantai dua yang digunakan para perempuan untuk tidur.
Gadis itu terus memutar daun pintu yang berbentuk bulat. Namun tetap tidak bisa, padahal saat baru datang tadi sore ia juga membersihkan diri di kamar mandi ini dan baik-baik saja pintunya. Kenapa sekarang jadi tidak bisa dibuka? Apa ada yang menguncinya? Lagi pula untuk apa kamar mandi dikunci.
"Astaga. Aneh banget sih ini. Apa udah tua kali ya pintunya?" Tanya Kina sendiri. Gadis itu akhirnya berputus asa untuk membuka pintu kamar mandi.
Kina jadi agak merinding berada di lantai dua sendirian. Wilayah lantai dua selain balkon dan area kamar, memang masih gelap dan Kina tidak tahu letak saklarnya di mana. Ia jadi semakin tidak bisa menahan pipisnya dan memilih untuk turun saja.
"Alvin, Ryan..? Kalian di sini.. aduuhh kamar mandi atas kok pintu gak bisa dibuka yah.." ujar Kina ketika menemui Alvin dan Ryan yang masih mengeluarkan kemasan daging sapi dan daging ayam fillet dari freezer.
Kedua lelaki itu hanya menggeleng dan mengedikkan bahu mereka, tanda tidak tahu karena memang para lelaki belum ada yang naik ke lantai dua sejak baru datang tadi.
"Ya udah gue pake kamar mandi belakang dapur deh." Ujar Kina yang sudah tidak tahan lagi.
Namun Ryan dengan segera menghentikan Kina. "Eh eh eh.. j-jangan.. kan sendiri-sendiri kamar mandinya." Cegahnya. Itu semua ia lakukan bermaksud menjaga Kina karena Ryan masih terbayang kejadian tadi.
"Kalian pada lama kenapa sih?" Tanya Alan yang tiba-tiba datang karena beberapa makanan sudah dipanggang.
Kina yang melihat Alan itu langsung berlari mendekati lelaki itu dan memegang lengan Alan dengan gelisah. "Alan.. anterin Kina ke kamar mandi atas yuk. Gak bisa dibuka pintunya." Keluhnya dengan mimik wajah yang memelas.
"Iya. Aku anter deh.." ujar Alan yang jadi lembut kalau sudah berada di dekat Kina.
Alvin dan Ryan yang sudah membawa hal yang dirasa lengkap itu berlalu pergi keluar vila untuk bergabung lagi dengan yang lain dan mulai memanggang para irisan daging.
Kina yang sudah tidak tahan itu bahkan berlari menaiki tangga dengan cepat. Alan hanya terkekeh saja dan menaiki tangga dengan santai di belakang Kina.
"Coba deh Al, beneran gak bisa tadi aku buka." Ujar Kina yang gelisah.
Alan mengernyit dan mencoba membuka pintu kamar mandi itu dengan memutar daun pintu berbentuk lingkaran ke arah kanan.
Klek!!
Pintu kamar mandi terbuka dengan gampang. Tentu saja Kina mengangakan mulutnya tak percaya. Menurutnya ia tadi membuka pintu juga dengan cara yang benar. Memutar daun pintu ke kanan seperti yang dilakukan Alan.
"Lah.. k-kok bisa sih? T-tadi beneran gak bisa Al.." ujar Kina dengan suara yang bergetar.
Alan terkekeh. "Mungkin karena kamu terlalu panik udah nahan buang air. Ya udah masuk gih. Aku tungguin di depan pintu."
"Ah, iya deh.. makasih Al.."
"Sama-sama Kina." Dan Alan dengan sabar menunggui Kina hingga selesai dengan urusan gadis itu di dalam kamar mandi. Hingga mereka berdua juga segera bergabung dengan teman-teman mereka yang menikmati bakaran.