webnovel

5. Menyiapkan Barbeque

"Yah… jadi kita balik ke sana sekarang nih? Kan masih penasaran dengan semua lukisan ini." Likha menghentakkan kakinya sementara Andrea, Kina dan Felicia sudah berjalan meninggalkan Likha yang masih berdiri di tempatnya.

"Lo disini aja sendiri melihat lukisan itu! Kami mau masak, gue laper." Andrea menjawab kata-kata Likha sementara Kina dan Felicia terus berjalan meninggalkan Likha, dan Andrea yang segera menyusul Kina dan Felicia.

Likha sendiri merasa ngeri disini sendiri, dia pun segera berlari mengejar ketiga temannya yang sudah lebih dulu meninggalkannya.

"Eh.. tungguin gue dong! Likha akhirnya bisa menyusul ketiga temannya dan kini mereka berada di dapur untuk membuat makanan.

"Kita mau masak apa nih? Katanya mau barbeque-an? Memangnya udah dapet alat panggangnya?" Likha melihat ketiga temannya menunjuk sebuah alat pemanggang yang sedikit usang.

"Andrea, apakah pemilik vila ini seorang seniman? Maksud gue sodara lo itu?" Andrea menghentikan kegiatannya dan menatap Likha.

"Memangnya kenapa?" Andrea kemudian melanjutkan menusuk berbagai macam bahan makanan yang akan di gunakan untuk acara barbeque.

"Gue lihat di sini banyak sekali lukisan dan juga ada alat musik, besok kita lihat-lihat lagi ya! Belum puas tadi…" Likha menatap ketiga temannya yang menganggukkan kepalanya.

"Sebenarnya vila ini tuh di beli sama sodara gue udah dalam kondisi seperti ini. Lagipula gue juga gak pernah tanya ke sodara gue tentang vila ini, gue jarang ketemu sama dia." Andrea kembali melanjutkan aktivitasnya menusukkan sosis dan bakso yang akan di panggangan nanti.

Kina, Felicia, Likha dan Andrea kemudian membawa bahan yang akan di panggang ke halaman belakang di dekat kolam renang yang tadi mereka datangi.

"Bagaimana kalau kita barbeque-an disini saja?" Leo yang membawa alat panggang berhenti di bawah pohon kamboja di sebelah kanan kolam renang. Menurutnya, lokasi ini memang paling strategis, selain ada kolam renang mereka juga melihat ada ruang kaca tempat lukisan dan juga ada ruang musik, di dalamnya terdapat sebuah piano yang sudah agak tua.

"Andrea, bagaimana? Apakah kita akan barbeque-an disini?" Tanya Felicia yang agak penakut itu. Ia merasa agak aneh dengan tempat ini, padahal hari belum gelap. Sementara Likha dan Kina sedang duduk di bangku berbahan kayu jati di bawah pohon kamboja tempat Leo meletakkan alat panggangan.

Azzam, Ryan dan Alan kemudian juga datang membawa alat-alat yang mereka perlukan seperti arang, piring dan lain-lain.

"Waahhh, bagus sekali tempat ini, gue setuju kita barbeque-an di sini." Ryan menghampiri Leo yang sedang berbincang dengan Kina dan Likha, tentu saja Alan dan Azzam segera menyusul.

"Likha, lo kenapa dapet cabe gede banget, gue baru tau kalo di puncak cabe gede-gede banget." Celetuk Ryan menggoda Likha yang sedang mengupas mangga.

"Bukan cabe yan, ini duren…" Kina membalas candaan Ryan. Melihat gadis mereka sedang di goda Ryan, Azzam dan Alan langsung duduk di samping kekasih mereka masing-masing.

"Sayang, kamu mau minum?" Azzam melihat Likha seperti kelelahan dan bibirnya terlihat kering.

"Nggak Sayang, aku barusan minum, Cuma karena udara dingin, bibirku jadi kering begini." Likha sedang mengeluh kepada Azzam.

"Cieee yang punya pacar, perhatian banget…" Ryan langsung nimbrung dan mengambil mangga di tangan Likha dan langsung mengupasnya.

"Wooyyy Ryan, daripada lo gangguin mereka mendingan lo bantuin gue nyalain alat panggang ini. Ambil tu arang yang tadi di bawa Azzam!" Ryan menyerahkan mangga yang baru di kupas separuh kepada Likha lagi.

"Dasar, gaje banget sih lo Yan! kalo ngerjain apa-apa itu di tuntasin dong!" Likha menggerutu tetapi langsung tersenyum manis saat Azzam menatapnya sambil menggelengkan kepalanya.

Sementara Andrea dan Felicia masih membuat racikan saus barbeque untuk pelengkap dan mengoles yang akan mereka panggang nanti, Ryan dan Leo sedang mencoba menyalakan api. Karena Azzam melarang Ryan menggunakan minyak tanah untuk menyalakan api, Ryan dan Leo belum berhasil manyalakan api itu. Azzam segera menghampiri mereka berdua.

"Ryan, lo bisa nyalain apinya gak sih?" Azzam melihat arang masih utuh belum tersentuh api.

"Belum Zam, kayaknya arangnya basah, mungkin di kencingin hantu penunggu vila ini.!" Felicia langsung menghampiri Ryan dan menampar mulut sepupunya itu.

"Jangan sembarangan ngomong lo Yan! nanti kejadian baru tau rasa!" Ryan membelalakkan matanya memelototi Felicia.

"Lagian kenapa lo penakut banget sih! gue gak percaya kalau di jaman milenial begini masih ada hantu, setan atau apalah itu... Bulshit!" Ryan kembali mencoba menyalakan api tetapi tetap saja tidak bisa.

Azzam kemudian mengambil korek di tangan Ryan dan kemudian menyalakannya. Pria itu memakai kertas dan plastik kemasan sosis dan bakso sebagai bahan bakar dan dalam sekejap api telah menyala dan mereka siap memanggang makanan yang sudah para gadis siapkan.

"Ryan, kalau bicara jangan asal, di dunia ini kita hidup berdampingan dengan makhluk ghaib yang lain seperti malaikat, jin dan makhluk lain yang kita tidak tahu seperti apa wujudnya." Azzam menepuk bahu Ryan yang mengangguk sambil cengengesan.

"Baik pak ustadz... Gue mau cari Alvin dulu, dari tadi gak kelihatan, kali aja di culik sama hantu penunggu vila ini... ops...!" Ryan langsung kabur menuju ke arah dalam vila mencari Alvin.

Sementara Andrea menggelengkan kepalanya, melihat tingkah sahabatnya, Ryan. Tiba-tiba dia merasa bulu kuduk di tengkuknya berdiri, dia melihat ke sekelilingnya tetapi tidak melihat apapun dan kini bernapas lega. Andrea segera menyingkirkan perasaan aneh yang tiba-tiba mengganggunya dengan bergabung bersama Kina, Likha dan Felicia.