Ibu Cakya melepaskan pelukannya, "Nak... Kok malah nangis...?", ibu Cakya menghapus jejak air mata di pipi Erfly.
"Selama ini, Erfly merasa Erfly selalu sendiri. Punya orang tua, tapi... Seperti udah g'ak ada, bahkan g'ak pernah tahu ada dimana...", suara Erfly tercekat karena menahan tangis.
"Erfly lupa, kamu masih punya kita sayang", ayah Erfly muncul dari daun pintu kamar Cakya.
Erfly spontan memeluk ayah dan ibu Cakya, senyumnya merekah karena merasa bahagia. Ayah Cakya menghapus air mata Erfly.
"Di cariin malah ngerumpi disini, laper tau", Wulan pura-pura ngambek muncul di daun pintu kamar Cakya.
Erfly, ibu dan ayah Cakya langsung tertawa. "Hahahaha... Ayo kita makan", ayah Cakya menuntun keluar kamar Cakya, menuju meja makan.
Selesai makan Erfly membantu mencuci piring bersama Wulan. Kemudian pamit pulang diantar oleh Cakya. Sesampainya di depan rumah Erfly, Erfly langsung turun dan menyerahkan helm Cakya.
"Makasih ya, udah dibantuin nganter keteringan, terus... Erfly juga di anter pulang", Erfly bicara pelan.
"Yang gendong Erfly, pindahin ke kamar g'ak diucapin makasih nih...?", Cakya menggoda Erfly.
Erfly langsung memukul lengan Cakya, mukanya merah seperti udang rebus. "Apaan sih...!", Erfly berteriak kesal.
"Sakit tau", Cakya mengusap bekas pukulan Erfly yang terasa panas. "Erfly makan yang banyak", Cakya bicara lagi.
"Lha... Emangnya kenapa...?", Erfly bertanya bingung.
"Badan Erfly ringan banget, Tio aja jauh lebih berat dari Erfly. Hahahaha... ", Cakya tertawa, kemudian berlalu meninggalkan Erfly yang memasang wajah kesal.
Erfly memutuskan untuk masuk kedalam rumah, baru merebahkan tubuhnya, HPnya sudah berteriak minta diangkat.
"Iya Ko..."
"Dek, orang-orang pada suka makanan keteringan teman kamu"
"Alhamdulillah kalau kayak gitu Ko"
"Ini ada beberapa pegawai yang minta langganan keteringan makan siang, kira-kira bisa g'ak dek....? Tapi... Mereka maunya bayar perbulan gitu dek"
"Makan siang aja, atau full seharian...?"
"Makan siang aja dek, karenakan mereka beda sift. Pas tukarnya siang gitu. Gimana...?"
"Berapa orang...?"
"Ntar Koko data dulu dek, tapi... Bisa langsung diantar keruangan mereka langsung tiap hari...? Soalnya rada ribet kalau makan siang, mesti curi-curi waktu gitu"
"InsyAllah bisa Ko, ntar Erfly konfirmasiin sama yang punya ketringan"
"Koko tutup dek, ada pasien masuk ini"
"Iya, makasih Ko", Erfly menutup telfon. "Alhamdulillah, rejeki keluarganya Mayang ini", Erfly tersenyum kemudian merebahkan diri keatas kasur.
***
Pulang sekolah, Erfly mengantar Mayang, sekalian mendiskusikan soal keteringan dengan ibu Mayang.
"Ada apa nak...? Kata Mayang kamu mau bicara sama ibuk...?", ibu Mayang muncul dari arah dapur.
"Mau numpang makan siang buk", Erfly bercanda.
"Ibu kebetulan sedang masak ini dibelakang, sebentar lagi juga selesai nak. Sabar ya", ibu Mayang menanggapi serius ucapan Erfly.
Erfly tertawa renyah, kemudian menarik tangan ibu Mayang untuk duduk disampingnya. "Erfly mau ngomong sama ibuk, soal keteringan", Erfly membuka topik pembicaraan serius kali ini.
"Ada masalah dengan ketringan kemaren nak...? Ibu minta maaf kalau begitu", ibu Mayang bicara cemas.
Erfly tersenyum sebelum menjawab, "Justru ini imbas dari ketringan kemaren buk, mereka pada suka makanan ibuk. Jadi... Tadi orang rumah sakitnya nelpon Erfly, mereka mau langganan ketringan makan siang sama kita", Erfly menjelaskan dalam satu nafas.
"Alhamdulillah nak", ibu Mayang menangis haru mendengar cerita Erfly.
"Jadi... Nanti mereka bayarnya per bulan, tapi... Mereka minta diantar keruangan mereka langsung buk. Kira-kira ada yang bisa g'ak buk nganterin pesanannya....?", Erfly kembali menjelaskan, sekaligus melemparkan pertanyaan.
"Memangnya berapa...? Nanti bisa pakai ojek saja", ibu Mayang memberi solusi.
"Ada total 20 orang, nanti Erfly kasih catatan nama dan bagiannya plus nomor telfon agar lebih mudah mengantar makanannya. Untuk awal mungkin agak cepat nganternya, karena pasti bingung mencari ruangannya", Erfly memberi saran.
"Bisa nak, nanti ibu yang nganter juga bisa", ibu Mayang bicara bersemangat.
"Kalau bisa jangan ibuk, kan ibuk pasti capek masak sendiri. Erfly kalau hari sekolah g'ak bisa bantu. Atau... Ibuk cari tetangga yang nganggur buat nganter", Erfly memberi solusi.
"Rheno aja sama bapak. Nanti bisa diatur, Erfly jangan khawatir", Rheno kakak Mayang angkat bicara, saat muncul dari arah dapur.
"Kak Rheno punya motor...? Biar lebih gampang ntar nganter ibuk ke pasar belanja, dan nganter ketringannya", Erfly bertanya lagi, kemudian melihat kearah teras rumah.
"Dulu ada nak, tapi... Udah diambil sama rentenir yang kemarin itu, katanya buat bayar bunga hutang", ibu Mayang bicara pelan.
"Astagfirullah hal'azim", Erfly geleng-geleng kepala mendengar cerita ibu Mayang.
"Kak Rheno bisa bawa motor metik...?", Erfly bertanya lagi.
"Bisa...", Rheno menjawab pelan.
"Gini aja, pakai motor Erfly aja", Erfly langsung menyerahkan kunci motornya. "Besok surat-suratnya Erfly titip ke Mayang disekolah", Erfly menjawab santai.
"Jangan nak, kamu gimana...?", ibu Mayang bertanya bingung.
"Gampang buk, ntar Erfly bisa naik ojek. Kalau g'ak Erfly pinjam motor kakak angkat Erfly", Erfly bicara lagi.
"Jadi... Tiap satu kotak Erfly hitung budget 12 ribu komplit kayak kemarin. Satu bulan 30 hari, dikali 20 orang. Berarti modalnya 7 juta 2 ratus. Erfly serahin ke ibuk uang buat modalnya, ntar kalau udah dilunasin pas sebulan baru kita hitung-hitungan keuntungannya. Ntar pengeluarannya Erfly serahin ke ibuk aja", Erfly menjelaskan panjang lebar.
"Jangan nak, ibuk takut kepakek uangnya. Tiap hari aja dikasih ke ibuk, sesuai yang mau dibelanjain", ibu Mayang menolak.
"Erfly takut g'ak sempat kesini ntar buk. Em... Gini aja, Erfly titip Mayang aja uangnya. Jadi... Biar Mayang yang ngatur pembukuannya.
Terserah ibuk, nantinya mau belanja perhari atau mingguan. Sehari hitungannya 240 ribu aja. Syukur-syukur bisa langsung buat makan serumah sekalian dari sana buk", Erfly bicara pelan.
Ibu Mayang spontan memeluk erat Erfly, menghujaninya dengan air mata. "Terima kasih nak. Ibuk g'ak tahu harus balas kebaikan kamu ini bagaimana...?", ibu Mayang berucap dari lubuk hati yang paling dalam.
Erfly melepaskan pelukannya, kemudian menghapus air mata ibu Mayang dengan lembut. "Ibuk cukup tersenyum, jangan pernah merasa rendah diri lagi. Ibuk sekeluarga harus hidup berkecukupan mulai hari ini. InsyaAllah. Ibuk berdo'a aja, supaya usaha kita ini bisa lancar terus", Erfly bicara pelan.
"Aamiin... ", semua yang ada diruangan tamu berucap hampir bersamaan.
"Jadi... Erfly titip uang dan pembukuannya sama Mayang. Ntar ibuk sama Mayang atur aja", Erfly menyerahkan uang sebesar Rp7.200.000,- ketangan Mayang dan buku pembukaan keteringan yang kemarin sudah disiapkan. "Hitung dulu, kalau kurang tambahin sendiri. Kalau lebih balikin ke Erfly", Erfly bicara pelan, yang disambut tawa renyah seluruh yang ada diruangan.
Erfly dipaksa makan malam dirumah Mayang, setelah makan malam Erfly langsung pamit pulang. Rheno memutuskan mengantarkan Erfly pulang, karena motor Erfly sudah resmi dipakai untuk kebutuhan keteringan. Agar lebih lancar menyelesaikan pesanan.
"Terima kasih Erfly", Rheno bicara lirih satelah Erfly turun dari motor.
"Makasih mulu kayak pegawai baru", Erfly membalas dengan candaan kali ini.
"Rheno g'ak tahu lagi harus berterima kasih sama Erfly kayak gimana", Rheno bicara pelan.
"Yang semangat ngurus ketringannya kak, Erfly g'ak bisa tiap hari bantu. Masih dibawah umur, hahahaha", Erfly tertawa renyah.