Manhattan, New York 7 A.M
Tita merasa pandangannya silau. Dia tidak ingat memiliki ranjang sebesar ini, lalu kasur dan selimut senyaman dan setebal ini. Dia tersenyum mengingat betapa empuknya bantal yang ia pakai. Sambil mengerjap-ngerjap mata nya yang belum sepenuhnya terjaga, Tita mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruangan itu. Dinding kamar ini hampir seluruhnya terbuat dari kaca. Menyuguhkan pemandangan kota dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Dia tidak ingat memiliki kamar sebesar ini, dan di ketinggian seperti ini. Hmm aneh
Otaknya mulai memproses slide demi slide memori kejadian kemarin malam. Dia ingat kalau dia pingsan, lalu sempat siuman dan tiba-tiba mulut dan hidung nya dibekap oleh sapu tangan. Lambat-laun dia tertidur kembali. Samar-samar dia mendengar suara, "Aku terpaksa membius nya agar dia tidak mengamuk di jet nanti". Iya itu suara Alfard, sekarang tita ingat. Dan tiba-tiba alarm di otaknya berdering.
"Shit!!!"
Umpatnya setengah berteriak. Seketika panik mulai melanda tita. Tanpa peduli piyama sutra yang dipakainya, Tita langsung berlari ke dinding kaca di kamar tersebut. Telapak tangan nya menempel pada floor to ceiling window itu.
Ini adalah sebuah apartemen dengan ketinggian yang rasa nya tulang mu langsung jadi bubur jika nekat loncat dari sini. Pemandangan kota dari puncak sebuah apartment ini sungguh memukau pandangannya tapi Tita tidak peduli. Dia harus tahu dimana ia berada sekarang. Dia tahu ini pasti bukan di Jakarta.
Klik !
Tiba-tiba bunyi pegangan pintu yang bergerak dan pintu pun terbuka. Setidaknya orang yang masuk setelahnya adalah seorang yang familiar dan orang yang bisa ia ajukan pertanyaan.
"Good morning, sayang". Sapa mami girang.
Dibelakang mami sudah ada tiga orang yang membawa barang-barang dan kardus-kardus cantik berwarna silver mengkilap dengan pita merah yang besar di tengah nya. Tita tidak tahu apa isi di dalam nya dan tidak mau tahu juga. Dia cukup kesal dengan orang di depan nya ini.
"What's going on, Mom? Where are we?" Tita menatap mami menuntut penjelasan dengan tangan terlipat di dada.
"Sayang, mami tahu, mami berhutang penjelasan sama kamu. Tapi untuk saat ini, please maafkan keegoisan mami dan papa, sayang. Kami lakukan ini demi kebaikan kita bersama". Mami menggenggam tangan tita dan membawanya duduk di pinggir kasur.
"Dan soal dimana kita sekarang, kita ada di Manhattan, New York". Mami tersenyum sambil mengelus pipi Tita.
"What?! Amerika?!" Tita membelakakan mata karena terkejut.
"Iya, Al punya banyak urusan disini. Iya ini apartment nya di Madison Square Park Tower, lho baby. Keren kan?" jawab mami riang. seolah mengenal Alfard adalah hal berfaedah untuknya. Tita memutar bola mata nya, jengah.
"Like me give a shit!". Jerit Tita dalam hati.
"I don't care. Kita tuh mau ngapain sih di sini, mih?". Tuntut Tita pada mami.
"Ish kamu ini". Kata mami sambil menepuk tangan tita pelan.
"Karena Alfard masih punya banyak urusan disini sebelum dia balik ke Indonesia. Jadi pernikahan kalian terpaksa akan dilangsungkan disini. Hari........ini". Kata mami takut-takut pada reaksi Tita. Tita merasa seketika itu langit runtuh menimpa kepalanya. Kejutan macam apalagi ini.
"Menikah?! Hari ini?!" Teriaknya. Mata tita hampir keluar saking kagetnya. Mami menutup kedua telinganya.
"Double shit! Mom, aku baru ketemu dia kemarin. Masa sekarang harus nikah sama dia sih? Mami sama papa ngejual aku ya? Jahat banget sih kalian". Tita merasa suara nya sudah bergetar, mata nya memerah dan tenggorokannya tercekat. Mati-matian dia menahan agar air mata tidak jatuh detik ini juga.
Mommy tahu Tita akan bereaksi begini. Seandainya pandangan seseorang bisa membunuh, pasti mami sudah tertusuk-tusuk oleh pandangan tajam putrinya itu. Tita menoleh menatap pemandangan kota dengan pikiran kosong.
"Oh My Gosh. Two hours in this place and I'm going out of my mind". Kata Tita pelan.
Mommy mendengar ucapan pelan Tita tadi, begitu pun dengan ketiga orang yang berdiri mematung di belakang mommy. Mereka sebenarnya tidak enak mendengar percakapan pribadi ibu dan anak ini. Tapi mereka juga tidak berani meminta ijin keluar duluan.
Mommy merasa terenyuh dengan ucapan pelan putri semata wayang nya tadi. Dengan gerakan tangan dia menyuruh orang-orang dari make up artist tadi keluar dulu. Terlihat wajah-wajah lega dari mereka ketika disuruh keluar kamar.
Mommy berjalan mendekat ke Tita yang sedang berdiri menghadap dinding kaca yang mempertontonkan pemandangan indah kota Manhattan. Mommy memeluk istrinya dari belakang. Lengan mami merangkul pundak Tita.
"I'm sorry baby. I'm so sorry". Bisik mami di belakang kepala Tita yang tinggi nya sudah melebihi nya itu.
Tita tidak mampu lagi menahan semua gejolak emosi di dada nya. Dia memaksa diri nya berbalik, memeluk ibu nya dan terisak di dada mami.
Tinggi mami hanya sampai telinga bawah Tita. Tapi karena menggunakan high heel yang cukup tinggi sehingga tinggi mereka sama. Mami mengecup puncak kepala Tita ketika mulai terdengar isakan pelan dari putri semata wayang nya itu. Suara mami mulai tercekat ketika ia mulai berbicara pada putri nya.
"Andai mami punya kekuatan dan kekuasaan kala itu. Mungkin pernikahan ini tidak perlu terjadi. Maafkan mami kamu yang lemah ini Tita. Tapi semua ini demi menyelamatkan papa dan keluarga kita kala itu. Mami juga marah pada papa kala itu terlebih pada diri mami sendiri. Bahkan kami sempat berpikir membawa mu kabur tapi ternyata tidak pernah bisa". Kata mami sambil mengelus kepala dan punggung Tita.
"Maafkan mami dan papa Tita, kau mau percaya pada mami dan papa, bukan?" Mami menangkup wajah putri nya yang sudah merah karena tangisan itu dengan lembut. Dia mengangkat wajah Tita hingga mata mereka bertemu dan saling pandang.
"Mami dan papa love you so much, baby. Papa akan menjelaskan tentang kejadian di masa lalu. Tapi sebelum itu, Tita mau ya didandani. Kasian make up artist nya sudah datang dari tadi. Kita tidak pernah tahu kehidupan akan membawa kita kemana, nak. Tapi untuk saat ini kita hanya bisa menghadapi masalah yang ada di hadapan kita. Mami tahu anak gadis mami ini kuat dan tegar, hmm?"
Mami tersenyum dan Tita merasa ada kekuatan yang mengalir tiba-tiba padanya untuk merasa lebih kuat dan lebih tegar. Tita ikut tersenyum disela isakan nya.
"Nah gitu dong itu baru anak gadis mami yang cantik". Mami mencium pipi Tita berkali-kali seperti ketika ia masih bayi.
"Ih mami udah ah. Tita geli". Kata Tita malu.
"Mandi dulu gih. Mommy panggil make up artist nya kesini. Suruh mereka masuk". Omongan mami membuyarkan pikiran kacau tita. Dia menatap kardus-kardus silver mengkilap indah itu dengan tatapan horor.
Tita berjalan ke arah kasur dimana kardus-kardus yang terlihat mahal itu diletakan. Dia membuka satu persatu kardus tersebut. Mata nya terbelalak ketika melihat isi di dalam nya. Sebuah wedding dress putih yang sangat indah dihiasi kilauan butiran swarovski. Sedangkan di box yang lain terdapat high heel warna senada juga buket bunga, perhiasan dan peralatan make up.
Semua ini adalah hal yang sangat diidam-idamkan perempuan tapi sayang nya tidak bagi Tita kali ini.
"Oya, Al sudah berangkat ke gedung duluan. Dia terlihat sangat tampan". Kata mami membuyarkan lamunan Tita. Mami sudah membuka pintu dan para make up artist itu mulai masuk satu per satu ke dalam kamar kembali.
"Owh triple shit!" Jeritnya dalam hati.
-----------------------*********************--------------------------
Tita menatap pantulan dirinya di cermin. Dia terlihat sangat cantik seperti putri-putri dalam dongeng. Hampir dia tidak mengenali bayangan diri nya sendiri di cermin besar itu. make up artist profesional yang didatangkan untuk merias nya ini benar-benar hebat. Hingga mampu menyulap nya menjadi sangat cantik meski Tita minta make up natural saja.
"Wow". Gumam Tita pelan ketika melihat pantulan diri nya sekali lagi di cermin.
Tiba-tiba papa masuk ke kamar dan menyuruh tiga orang yang dibawa mami tadi untuk keluar, meninggalkan mereka berdua. Papa menutup pintu dan berjalan mendekat pada Tita. Sengaja papa menarik kursi terdekat dari meja rias agar berhadapan dengan putri nya lebih leluasa.
Tita masih terdiam menatap papa dengan pandangan menuntut jawaban apa yang sedang terjadi. Tangannya terlipat di dada dan bibirnya sedikit mengerut dan wajah cemberut. Khas kalau ia marah.
"Hay princess". Sapa Papa pelan. Terlihat sekali raut bersalah di wajah senja nya.
"You look so beautiful. And always be beautiful, my little princess". Kata papa lagi. Mata seorang ayah ini sudah mulai berkaca-kaca.
"I know you're confused" kata papa lagi.
Tita membuang muka, sedikit marah pada papa nya. Papa menarik nafas dan menghembuskan nya pelan sebelum ia memulai ceritanya.
"Lima tahun yang lalu, perusahaan papa sempat hampir bangkrut. Rekan kerja yang papa percayakan untuk mengembangkan usaha kami ke pasar Amerika itu membawa lari semua data rahasia perusahaan, bahkan aset-aset perusahaan dia gadaikan ke mafia di Kuba". Pandangan papa menerawang pada masa lalu.
San Francisco, 5 years ago.
"Apa?! Dimana Thomson sekarang?!" Hari berteriak pada seseorang di telepon.
"Brengsek!!" Kata nya sambil membanting handphone nya ke meja kerja hitamnya.
Dia baru saja memperoleh info kalau rekan kerja nya yang membantu mengembangkan usahanya ke pasar Amerika ternyata berkhianat. Orang bernama Thomson itu lari dengan membawa aset-aset perusahaan ditambah lagi, perusahaan ini pun dia gadaikan pada salah satu mafia besar di Cuba "The Havana Gangster".
Hari itu perwakilan dari mafia Kuba itu datang menemuinya. Inilah pertama kalinya dia bertemu dengan Alfard. Pria yang berduduk di depan nya dengan tatapan tajam dan ekspresi datarnya. Dia ditemani asistennya yang berwajah tak kalah dingin dan datarnya, yang juga berkebangsaan Jepang, bernama Akira Toda.
Map coklat yang disodorkannya adalah berkas kerjasama yang ditandatangani si brengsek thomson. Hari Darmawan adalah pengusaha asal Indonesia yang bergerak di bidang jasa ekspedisi dan cargo. Dia baru mengembangkan sayap nya ke pasar Amerika tapi sudah ditipu mentah-mentah oleh rekan kerja nya yang brengsek. Padahal anak dan istrinya baru dua hari ia boyong ke Amerika.
"Kau boleh memilih, lunasi hutang-hutang perusahaan kalian atau kau angkat kaki dari sini". Ucap lelaki muda dengan aura mengintimidasi itu tajam.
"Saya mohon tuan. Biarkan saya cari dulu si brengsek Thomson itu. Dia yang bertanggung jawab atas semua ini". Hari memohon kepada pria berusia sekitar 25 tahun itu untuk memberinya tenggat waktu pengembalian hutang.
Ketika sudah hampir putus harapannya tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan gadis remaja berusia sekitar 13 tahun muncul di pintu dengan malu-malu.
"Eh...Ehmm Papa maaf. Tita nggak tau papa sibuk.." katanya pelan.
Gadis itu menggoyang-goyangkan ujung gaunnya yang berwarna putih cerah itu karena merasa bersalah sudah masuk tanpa mengetuk pintu. Salah tingkah nya memperlihatkan kepolosan yang justru membuatnya terlihat cantik.
"Tidak apa, Tita. Kamu keluar dulu ya, papa ada tamu". Perintah Hari pada putri nya.
Ia melirik takut-takut pada Alfard yang terang-terangan menatap Tita dengan pandangan menelisik. Entah bagaimana firasatnya mengatakan akan terjadi hal yang kurang baik.
Tita menurut dan mulai berbalik hendak keluar ketika suara berat dan dalam dari pria yang menatapnya dengan tatapan tajam tadi menghentikan langkahnya.
"Tunggu!". Pria yang duduk tadi mulai berdiri dan berjalan perlahan mendekati gadis itu.
Hari dan Akira yang melihat hal tersebut terkejut dan Hari mulai was-was.
"Iya?" Tita pun berbalik.
Matanya mengerjap-ngerjap menatap orang yang menyuruhnya berhenti tadi. Sekarang orang itu sudah berdiri di depannya, dia bahkan berjongkok untuk mensejajarkan matanya dengan mata gadis manis itu, lalu tersenyum ramah. Tita balas tersenyum padanya, memperlihatkan smile killer yang tanpa sadar sudah dimilikinya sejak kecil.
Tanpa ada yang menyadari sesungguhnya terjadi sesuatu pada diri seorang Alfard Jayden Wood. Pada pikirannya juga pada hatinya. Al seolah terpaku sesaat ketika matanya tak sengaja berpapasan dengan mata coklat gelap milik gadis ini. Dia terpaku sesaat seperti terhipnotis ketika bola mata tersebut balik menatapnya.
Damn! She's beautiful.
"Hello beauty, what's your name?" Tanya Al dengan nada lembut.
"Tsabita Sonya Darmawan". Jawab Tita.
"What a beautiful name, just like you". Al tersenyum manis. Dan tita balas tersenyum pada nya pula.
Semua orang di ruangan ini baik Akira maupun Hari terkejut dengan sikap lelaki ini. Bagaimana dia bisa merubah ekspresi nya secepat itu. Hal itu malah membuat mereka sedikit merinding.
Al mulai merasa dirinya sangat gila. Dia tidak percaya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia bahkan berani mengakui jatuh cinta itu hanya bualan semata. Wanita manapun di dunia dengan mudah bisa didapat nya bahkan mereka berani melemparkan diri untuknya jika dia mau. Tapi ini? Sulit dia percaya, dia hampir bertekuk lutut dihadapan gadis yang bahkan melewati masa remaja pun belum. Tapi melihat gadis bernama Tsabita ini, degup jantungnya berpacu lebih keras. Memaksanya menahan napas karena ingin menghirup aroma wangi shampo strawberry.
"Tidak! tidak! tidak! Aku pasti sudah gila. Ya mungkin". Sangkal nya dalam hati
Tiba-tiba Hari sudah memegang pundak tita dan menyuruhnya keluar seraya meminta maaf pada Alfard atas ketidaknyamanan ini. Al menatapnya dengan pandangan membunuh. Seolah Hari sudah menjauhkan mainan berharga nya. Hari semakin ketakutan melihat tatapan tersebut.
"Tita sayang. Kau datang bersama mami, kan?" Tanya Hari berusaha setenang mungkin meski rasa gugup menjalari nya.
Tita hanya mengangguk, mengiyakan.
"Kalau begitu, kau keluarlah dulu ya. Papa sedang ada tamu. Tunggu diluar dengan mami ya, sayang". Hari dengan cepat mendorong pelan tubuh Tita agar berbalik dan keluar secepat nya. Rasa was-was masih menyelimuti nya entah karena apa.
"Oke, Pa". Kata Tita sambil tersenyum dan membentuk jari jempol dan telunjuk nya membentuk lingkaran.
"Bye om". Kata Tita pada Al. Anak itu berjalan cepat keluar ruangan ayah nya tanpa menoleh kembali.
Setelah Tita benar-benar pergi. Hari meminta Al untuk duduk kembali. Al masih berdiri mematung memandangi punggung mungil Tita sampai benar-benar menghilang dari pandangan nya.
Tiba-tiba Al menoleh kembali pada Hari. Lelaki usia empat puluh lima tahun itu makin merasa takut saat pandangan Al berubah kembali menjadi pandangan tajam haus hasrat membunuh.
"Saya mohon tuan soal tenggat waktu........hmm tiga. Tiga hari, tuan." Hari mulai berkata setelah Tita benar-benar keluar ruangan. Anak nya tidak boleh melihatnya di kondisi terburuknya. Al sudah berdiri lagi. Menggeram kesal pada pria yang sedang berbicara ini.
Pria muda yang berusia sekitar 25 tahun itu kini berjalan mendekati jendela besar di ruang tersebut. Di usianya yang masih muda. Seorang Alfard sudah mampu menjadi pemimpin sebuah organisasi gelap yang bermarkas di Havana, Cuba. Dia bertangan besi. Dia tidak segan-segan menghilangkan nyawa siapapun yang berani menghalangi keinginan nya.
Al masih berdiri menghadap jendela besar di ruangan sempit itu. Seolah tak peduli dengan rengekan dan permohonan orang di belakangnya. Tatapannya jauh menembus batas kaca entah pada sudut pandang yang mana, seolah sedang berpikir untuk menentukan sesuatu yang gila dalam hidup nya.
"Aku berubah pikiran. Kau akan tetap memiliki semua aset mu". Al menjeda sebentar sebelum melanjutkan perkataannya.
Akira menoleh dengan cepat ke arah bos nya, Tuan Alfard. Tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Rasanya bagai petir di siang bolong. Mustahil Al melepaskan buruan nya begitu saja. Apa Al tidak salah bicara?
"Akan ku hapus semua hutang tersebut, bahkan perusahaanku akan membantu membuka jaringan bisnis untuk mu". Perkataan Alfard membuat semua orang diruangan itu terkejut. Akira yang empat tahun lebih muda dari nya, berpikir apa dia tidak salah dengar, bos nya melepaskan buruan begitu saja.
"Sungguh? Terima kasih banyak atas kemurahan hati anda, tuan". Kata Hari dengan senyum lebar dan rasa lega luar biasa.
"Tapi dengan satu syarat". Seringai tajamnya membuat firasat buruk Hari mulai menjadi kenyataan. Senyum nya lenyap seketika.
"Berikan putri mu pada ku. Berikan dia untuk ku nikahi ketika dia sudah lulus sekolah menengah. Aku juga keturunan orang Indonesia, aku tahu sistem pendidikan di sana. Setelah dia lulus SMA, aku akan mengambil nya".
Hari merasa bumi yang ia pijak runtuh seketika, kaki nya lemas gemetar. Bagaimana mungkin ia tega menumbalkan putri semata wayang nya sementara ia sendiri juga tidak memiliki jalan keluar yang lain.
"Tidak!" spontan Hari berteriak
"Anda boleh ambil seluruh harta saya, tapi tidak dengan putri saya. Dia putri saya satu-satu nya. Saya tidak akan tega menumbalkan nya begitu saja". Kata Hari berusaha terlihat berani. Dia harus berani demi putrinya meskipun seluruh tubuh nya gemetaran kini.
"Oya?" Laki-laki bernama Alfard itu terkekeh. Seringaian nya terlihat kejam ketika ia berbicara
"Bagaimana kalau kau dan istrimu ku hilangkan nyawa kalian berdua. Dengan begitu putrimu yang cantik itu tetap akan bersama ku, bukan? Terdengar menarik". Al tertawa dengan aura dingin dan kejam menyelimuti nya.
Tangan nya mengeluarkan sebuah pistol dan memainkan nya. Al menarik pelatuk nya tapi berhenti ketika Hari Darmawan berteriak.
"Ku mohon. Ku mohon jangan sakiti keluarga ku. Tolong tuan, beri saya waktu 3 hari untuk berpikir". Mohon nya.
"Tidak. Sekarang atau kau bangun besok pagi sudah menjadi gelandangan atau mayat tanpa identitas sekalian". Al memang terkenal kejam dan arogan.
Akira yang sudah biasa mendampinginya tidak berkomentar apapun. Melihat seorang Alfard mengancam dengan nada kejam sudah biasa bagi nya. Ini tidak ada apa-apa nya.
Hari berpikir keras tapi membayangkan anak dan istrinya jadi gelandangan apalagi menjadi mayat jauh lebih menyakitkan daripada menyerahkan putri nya pada pemuda yang memegang kuasa di tangannya.
Ya kombinasi yang menyeramkan Muda dan Berkuasa. Setidaknya untuk beberapa tahun ke depan putrinya bisa aman bersekolah.
"Baiklah. Tapi saya minta satu hal. Tolong jangan sentuh putri saya hingga waktunya tiba. Tepat setelah kelulusannya. Saya mohon." Harry sudah tidak memiliki harapan lagi selain mempertaruhkan hidup putrinya.
"I'll keep my promises". Jawab Alfard dengan senyum kemenangan.
-----------------------***************************-----------------------------
Hari menghembuskan napas berat dan memejamkan mata menunggu penghakiman dari putri nya. Sedangkan istrinya mengelus punggung nya pelan. Sudah sejak tadi mami masuk kembali ke kamar Tita. Dia yang mendengar suami nya yang sedang bercerita mencoba menyalurkan rasa nyaman yang selama ini selalu berhasil menenangkan suami nya dikala beban masalah menghampiri rumah tangga mereka.
"Papa". Tita mulai berkata, tangan lembutnya menyentuh rahang papa nya. Lalu kedua tangannya menangkup pipi papa nya.
"Biarkan sekarang Aku yang menyelamatkan keluarga kita. Berapa waktu yang masih kita miliki?" Tita menoleh pada mami. Mami melihat jam tanganya.
"Masih ada waktu tiga jam". Jawabnya "Sebaiknya mami panggil semua tukang rias itu. riasan ku luntur karena nangis". Katanya cepat. Tita berusaha tersenyum, meski getir.
Mami hanya mengangguk lalu menghapus air mata di pipi Tita. Mami ikut tersenyum menguatkan.
Lalu Tita menatap papa lagi. "Promise is a promise, pa". Tita yang dari tadi sudah menurunkan tangannya kini gantian papa yang menggenggamnya.
"Thank you". Kata papa dengan berkaca-kaca. Tanpa dia sadari ternyata waktu sudah mengubah putri semata wayangnya yang manja dan kekanak-kanakan menjadi wanita muda yang tangguh, pemberani dan tegar.
"Maafkan papa mu ini, nak. Papa hanya bisa mendoakan semoga kau menemukan cinta dalam pernikahanmu kelak". Kata Hari dalam hati.
"I love you my beloved daughter".
"I love you more, papa".