Di dalam sebuah pesawat jet pribadi, seorang pria dengan jas armani hitam nya dan kemeja putih serta dasi merah maroon nya sedang duduk sambil membaca koran. Lengannya dihiasi jam tangan rolex terbaru. Dia sedikit menggeser posisi kakinya, memperlihatkan sepatu pantofel testoni dark brown nya.
Wajah nya dengan rahang tegas, dihiasi jambang dan kumis tipis. Tak lupa kacamata baca bertengger di hidung mancungnya. Matanya yang biru keabu-abuan, bergerak cepat menyisir setiap berita dalam satu halaman koran itu.
Saat pemberitahuan bahwa pesawat akan segera landing. Dia membuka kap penutup jendela kecil di pesawatnya tersebut. Memperlihatkan pemandangan kota yang sudah lama ia tinggalkan. Jakarta, the city of memories. Kota dimana masa suram itu ia tinggalkan sekaligus a city that he called "Home".
Terasa roda pesawat perlahan-lahan mulai menciumi bumi, pelan dan pasti pesawat mulai berhenti. Seorang pramugari cantik mulai membukakan pintu untuknya. Ketika lelaki dengan paras tampan ini mulai berjalan mendekati pintu. Pramugari itu menatapnya sambil tersenyum menggoda.
"Thank you". Sapa Alfard cepat ketika pramugari itu mempersilahkan nya keluar.
"If you need me, sir. Please call me". Dia menyerahkan kartu nama dengan tulisan merah maroon yang mengkilap itu pada Alfard. Al hanya membalasnya dengan senyum yang tak kalah menggoda.
"Bitch!" umpat nya dalam hati
------------*****************************------------
Mobil yang dikendarai Alfard berbelok ke salah satu perumahan elit kawasan Pondok Indah. Terlihat rumah mewah dengan pilar-pilar besar menjulang tinggi.
Terdengar denting piano dari salah satu sudut rumah putih tersebut. Seorang wanita muda memakai blouse hijau tosca dengan rok putih selutut warna putih bunga-bunga kuning kecil sedang duduk di depan grand piano hitam yang terlihat kontras dengan ruangan bernuansa serba putih tersebut.
Al berdiri sambil menyandarkan kepala dan bahu nya ke tembok, sambil tangannya terlipat di dada, matanya terpejam menikmati alunan denting piano. Ketika permainannya selesai dengan bunyi akhir ting!
Al langsung bertepuk tangan, sambil menegakan kembali tubuh nya. Wajah tegas nya yang terbiasa datar tanpa ekspresi, terbentuk senyum tipis.
"Swan lake?" tanya nya
"Al....!!" wanita yang kaget itu langsung bangkit dari tempat duduk nya. Dengan senyum lebar, berlari ke arah Alfard, meski sedikit tertatih.
Alfard langsung merentangkan tangannya, menyambut wanita yang memeluknya ini dengan mengangkat wanita itu sambil membawanya berputar di udara. Wanita itu tergelak tawa.
"Stop it, Al". Katanya dengan tawa yang mulai mereda.
"I miss you". Kata Al sambil menatap mata hitam wanita itu. Sebelah tangan Al mengelus lembut pipi nya.
"I miss you more, my handsome brother". Dia menekan kata Brother sambil tersenyum.
"Bersiaplah, malam ini kita berangkat bersama kesana". Kata Al. Ada nada memerintah yang tak terbantahkan disana. Wanita itu hanya mengangguk paham. Al memang bukan orang yang akan menjelaskan panjang lebar.
Wanita itu lalu berjalan ke kamar nya, dengan sedikit tertatih. Al masih memperhatikan nya, pandangannya menurun, mengarah pada kaki kiri wanita itu.
"Helena". Panggil nya. Wanita bernama Helena itu hanya menoleh.
"Apa masih terasa sakit?" Al menatap dalam-dalam mata hitam legam itu. Persis seperti warna mata ibu nya yang telah wafat.
"Aku sudah terbiasa dengan ini". Helena berkata sambil tersenyum. Tangannya mengetuk kaki kiri bagian bawahnya, terdengar bunyi tok tok. Bunyi kaki palsu.
Helena berbalik membelakangi Al. Dia menghela nafas dan menghembuskan nya.
"Stop giving me that gaze, Al." Seolah tahu bahwa Al sedang menatapnya dengan pandangan bersalah yang sama selama 16 tahun ini.
-----------------------------*******************-----------------------------
Alfard membuka sebuah pintu kayu bercat abu-abu. Dia membuka nya perlahan seolah khawatir berat bagi nya untuk membuka pintu itu kembali. Begitu pintu itu terbuka seutuh nya, terpampang lah sebuah kamar ukuran sedang yang terlihat terawat meski sudah bertahun-tahun tak pernah berpenghuni.
Kamar ini adalah kamar masa kecil hingga remaja nya. kamar yang masih terlihat sama rapi nya sejak ia tinggalkan 16 tahun lalu. Kamar ini sejak dulu memang didesain sederhana gaya minimalis. Hanya ranjang dan kasur single bed dengan sprei, selimut dengan bantal-bantal dan guling yang menghiasi nya.
Kamar ini dicat warna abu-abu terang dengan hiasan beberapa skateboard yang sengaja ditempel di dinding diatas tempat tidur. Terdapat nakas kecil di samping tempat tidur untuk meletakan lampu tidur.
Jendela kamar ini masih sama. Sepertinya Helen benar-benar menjaga agar semua barang-barang nya di rumah ini tetap terawat dan terjaga. Di sisi lain kamar itu terdapat meja belajar yang diisi dengan beberapa bingkai yang berisi foto-foto Alfard kecil hingga remaja dengan keluarga nya.
Ia berjalan mendekat ke salah satu foto yang ada di atas meja belajar itu. Sebuah foto yang terdapat sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang tersenyum lebar menghadap kamera. Mereka berdua tampak seperti pasangan yang sedang berbahagia.
Al mengusap foto tersebut dengan ibu jari nya. Dia tersenyum memandangi foto dalam bingkai tersebut. Setengah berbisik ia berujar.
"I'm home, mom, dad".
-----------------------------*******************-----------------------------
Malam datang menyapa dengan cepat disaat jam dinding yang besar di kamar anak gadis satu-satu nya keluarga Darmawan sudah menunjukan pukul 7 malam.
Dan disinilah Tita berdiri sekarang. Di depan cermin tinggi besar yang memperlihatkan pantulan dirinya. Wanita remaja dengan gaun putih selutut nya. Rambutnya yang panjang dibentuk dengan jalinan kepang yang rapi dan sisanya dengan aksen keriting bagian bawahnya. Sebuah bandana dengan ukiran bunga dengan sulur-sulur indah menghiasi nya, tengah tersemat di rambut nya.
Dia memandang pantulan wajah di cermin yang sudah di make-up minimalis tapi tetap tidak mengurangi kecantikan si pemilik wajah tersebut. Dengan anting emas putih berbentuk bunga dan berbandul mutiara, juga leher jenjang nya dilingkari kalung sederhana terbuat dari emas putih berbentuk rantai bunga-bunga saling terkait yang seperangkat dengan anting nya.
Pantulan cantik di cermin itu memperlihatkan keanggunan remaja yang beranjak dewasa. Sweet 18th adalah ajang paling berharga dalam hidup Tita. Ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Hai my little princess". Papa tersenyum menatap putri semata wayangnya.
"Turun yuk, tamunya sudah datang". Ajak papa.
"Duluan aja, pa. Tita sebentar lagi". Aku Tita pada papa nya.
Dalam hati dia penasaran. Siapa tamu orang tua nya. Siapa orang ini? Apakah dia orang penting? Ah tapi Tita bersikap masa bodo, toh itu bukan urusan nya. Paling hanya mau bicara urusan bisnis sama papa nya. Tapi kenapa harus pas di hari ulang tahun nya sih.
Sekali lagi Tita melihat tampilan dirinya di cermin.
"Oke fix, aku udah cantik".
Sebuah senyum manis terukir di wajah cantik nya. Teman-teman nya bilang dia punya killer smile yang sanggup membuat semua cowok satu sekolah nembak dia tiap valentine. Dan semua nya Tita tolak. Dalam hati dia berharap ada satu lelaki yang mau nembak dia, tapi sepertinya mereka hanya terjebak dalam zona friendzone. Lelaki itu tak lain adalah Zerico. Lelaki yang ia sukai diam-diam selama dua tahun ini.
Tita menghembuskan napas dan mulai berjalan keluar kamar.
-------------------**************---------------------------
Dari anak tangga ia berdiri, Tita melihat seorang lelaki sedang bercakap-cakap dengan orang tua nya. Seorang pria dewasa mengenakan setelan jas abu-abu dan dasi warna navy bergaris diagonal putih. Tita melangkah pelan-pelan sambil mengamati pria tersebut. Wajahnya memiliki rahang yang tegas, dihiasi kumis serta rambut halus dan tipis di dagu seperti dibiarkan tertata membingkai wajah khas blasteran Amerika-Indonesia. Rambut coklat terangnya di pangkas sempurna dengan gaya quiff. Hidungnya yang mancung seperti terpahat dengan pas di wajahnya. Alis matanya yang lebat, memayungi mata biru keabu-abuan nya. Harus tita akui, lelaki itu berparas tampan.
Tiba-tiba Tita teringat obrolan nya dengan Ayla dan Deandra tempo hari bahwa bisa saja orang yang datang ini mau dijodohkan dengan nya. Tita menggeleng-gelengkan kepala mengusir semua pikiran buruk dari dua teman nya itu.
Namun ketika netra nya menangkap objek yang ditakutkan nya itu, Tita tersenyum kecil.
Tita lihat disamping pria itu ada wanita cantik dengan gaun hitam panjang sedang tertawa ringan dengan obrolan mamih. Dengan menghembuskan napas, ia berkata dalam hati.
"Fix itu om-om dan istrinya". Senyum jahil langsung terkembang di wajah manisnya "Mampus lu, Ay. Dia om-om". Tita masih tersenyum menahan geli membayangkan Ayla yang salah prediksi. Tanpa Tita sadari, lelaki itu menyadari kehadirannya. Lalu ia mengalihkan pandangannya dari papa, dan semua orang mengikuti pandangannya. Tita yang sadar tiba-tiba diperhatikan semua orang, berjalan lebih cepat menuruni anak tangga demi anak tangga.
"Nah ini dia yang berulang tahun". Kata mamih riang. Tita berdiri disamping papa dan mamih nya, sambil tersenyum dia menyalami kedua tamu tersebut. Dimulai dari yang wanita.
"Tita..." katanya sambil tersenyum. Tiba-tiba wanita itu memeluknya.
"Happy Birthday, Tita. I'm Helena Michelle Wood" Kata wanita cantik berwajah blasteran dengan mata hitam dalam dan rambut coklat gelap itu.
Lalu papa menyelak. "Nah Tita, ini Al. Alfard Jayden Wood". Kata papa sambil menepuk pelan lelaki di sebelahnya. Lelaki itu tersenyum sekilas memperlihatkan lesung pipi di sebelah kanan pipi nya tapi dengan ekor matanya mencuri tatap dengan Tita.
"Tita...." Sambil mengulurkan tangan nya pada Al. Tapi tangannya tak segera disambut Al, justru dia menatap tita tajam dengan tatapan yang entahlah, sulit bagi tita menggambarkan tatapan pria dewasa di depannya ini. Dengan kikuk, tita menarik kembali tangannya.
"Kalian pasangan suami istri yang serasi". Kata Tita ke Helen.
Helen hampir saja menyemburkan air yang sedang di pegang nya karena tawa nya tiba-tiba meledak, begitu juga papa dan mami.
"He's my brother, Tita. Well, dia emang udah tua sih. Kaya om-om ya? Udah pantes nikah hahahaha".
Tita jadi merasa malu udah berkata yang tidak-tidak. "Maaf ya, dia memang kaku, kaya kanebo kering". Tambahnya.
"Well, that's right". Balas tita dalam hati.
"Ayo, kita mulai dinnernya". Omongan mami membuyarkan kalimat umpatan yang baru mau tita sebutkan buat orang bernama Al ini.
Tita merasa lelaki bernama Al ini terus-menerus memperhatikannya. Dia menatap seolah sedang menilai setiap inci struktur wajah tita. Sesekali dia menjawab pertanyaan papa dan mami, terutama soal pekerjaannya di perusahaan The Wood Corp.
Penilaian Tita terhadap pria ini adalah dia tipe pria pendiam yang menyeramkan. Tatapan matanya tajam dan itu membuatnya terlihat galak.
Papa dan mami sendiri jadi lebih banyak mengobrol dengan Helena. Tita yang merasa ditatap terus terusan mulai berpikir ada tumpahan saus di bibirnya atau ada remah-remah nasi menempel di sudut wajahnya. Refleks jempol tangan tita membersihkan area sekitar bibirnya. Tiba-tiba sehelai tisu terulur ke arah nya.
"Terima Kasih". Kata tita kikuk.
Alfard tak menjawab, tangan kanannya mengambil gelas berisi air lalu meminumnya pelan. Bahkan terlihat sangat pelan di mata tita. Seolah ada slow motion dimana air itu bergerak masuk ke tenggorokannya dan perlahan memaksa jakun besarnya naik-turun dengan perlahan di lehernya yang jenjang. Tita benar-benar memperhatikan proses alamiah kaum adam minum tersebut. Sayangnya dari sudut ekor mata birunya yang tajam, Al menangkap basah wanita remaja yang polos ini. Lalu dia balas melirik Tita, mengetahui reaksi tita langsung merona merah membuat nya sedikit geli.
Deg! Jantung tita terasa berhenti berdetak seketika karena tertangkap basah memperhatikan sang pria dewasa di hadapannya lekat-lekat.
"Ok, fix! Ini om-om mesum". Jerit tita dalam hati.
---------------------*****************------------------------------
Selesai makan malam, Helena memainkan lagu Happy Birthday dengan piano di sudut ruang keluarga. Al tiba-tiba mendekati Tita yang sedang asyik mendengarkan musik instrumen tersebut. Dan duduk tepat dihadapan Tita.
Tiba-tiba Papa membawa sebuah kotak yang berisikan sebuah kalung berbandulkan batu amethyst berwarna ungu dengan ukiran rumit berbentuk bulan. Terlihat bahwa bandul kalung itu seperti memiliki pasangan kalung lain untuk membentuk satu gambaran utuh akan ukirannya.
Papa yang memperlihatkan benda tersebut, mengeluarkan kalung itu dari kotak yang dari tadi dipegangnya. Helena yang sudah selesai bermain piano nya, memilih duduk di dekat mami, di sisi kanan sofa yang diduduki Tita.
"Tita kamu masih ingat kalung ini?" Tanya papa memecah keheningan yang sempat terjadi diantara mereka berlima.
Tita memperhatikan kalung berwarna ungu berkilauan tersebut. Iya dia ingat, tita menjawab nya hanya dengan mengangguk.
Papa menyodorkan kalung tersebut pada Tita. Gadis yang sedang berulang tahun ini ingat bahwa itu miliknya yang dia dapat 5 tahun yang lalu ketika ulang tahun nya yang ke 13. Tapi dia lupa siapa pemberinya. Kalung itu mempunyai ukiran yang unik, seperti dua buah kalung yang harus disatukan dulu baru terbentuk lah ukiran-ukiran indah.
"Apa kamu tahu kalau batu ini dibuat sepasang?" Tanya papa lagi.
"Tidak. Aku kira bandul kalung ini hanya dibuat satu berbentuk bulan saja". Jawab Tita
"Kalung ini dulu nya dibuat sepasang. Satu berbentuk bulan dan satu nya lagi berbentuk matahari". Tita terkejut karena laki-laki ini tiba-tiba berbicara seraya mengeluarkan kalung dari dalam tasnya.
Al merogoh ujung kalung yang dipakai nya. Kalung itu telah melekat pada nya sejak lima tahun lalu. Dia membuka ujung nya agar kalung itu bisa digenggam nya. Begitu bandul berbentuk matahari itu terdapat di genggaman nya, dia perlihatkan pada Tita.
Lalu Al dan papa saling menyatukan dua kalung tersebut, maka terbentuklah ukiran matahari dan bulan yang saling berhimpitan.
"Ini adalah perlambang penyatuan semesta yang diibaratkan lelaki dan wanita. Bulan perlambang wanita dan matahari perlambang pria". Al berkata pelan tetapi sorot mata nya yang tajam laksana elang menatap Tita dengan dalam.
Tita yang kaget tiba-tiba Al duduk disampingnya tapi tidak mampu berkata apapun. Tercium aroma parfume seperti campuran rempah dan kayu-kayuan menguar dari tubuhnya, membuat detak jantung tita bergerak lebih cepat untuk sesaat. Setelah nya semua nya terjadi dengan sangat cepat.
"These necklaces belong to you and me" Al berkata dengan suara yang berat dan dalam. Tita hanya menatap kalung tersebut. Segala sesuatu masih berpendar buram di otak Tita. Betapa mereka seperti bermain teka-teki dengan hidup nya.
Papa tersenyum dan berkata. "Alfard adalah calon suami kamu, sayang". Tiba-tiba mami sudah ada disampingnya dan mengelus rambutnya. "You're his bride, sweetheart". Tita melihat Al, Helena sudah ada disampingnya memegang pundaknya dan tersenyum pada tita.
" These necklaces are proof that you're mine since five years ago ".
Tiba-tiba tita merasa semua pandangannya mulai menggelap tanpa bisa dicegah. Seketika semua kesadarannya menghilang. Tita pingsan.