webnovel

Bree: The Jewel of The Heal

Brianna Sincerity Reinhart, putri seorang Duke yang mengepalai Provinsi Heal di Negeri Savior. Suatu hari, Bree menyelamatkan seorang wanita yang berasal dari negeri Siheyuan, sebuah negeri yang merupakan negara sahabat kerajaan Savior. Bree membawa wanita tersebut ke kediaman keluarga Reinhart dan malangnya wanita itu mengalami amnesia dan hanya mengingat kalau dia biasa dipanggil Han-Han. Ternyata wanita tersebut memiliki kemampuan pengobatan tradisional yang sangat mumpuni, sehingga Duke Reinhart memintanya untuk menjadi tabib muda di Kastil Heal. Sejak kehadiran Han-Han Bree mulai semangat menekuni dunia obat-obatan dan menjadi lebih terarah. Bree menjadi rajin untuk memperbaiki diri karena ingin mendapatkan keanggunan seperti Han-Han. Di saat Kaisar Abraham, pimpinan negara Savior, mengadakan kerjasama dengan Siheyuan, mereka menerima delegasi yang dikirimkan. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuan Muda Lacey, seorang jenderal perang yang masih muda, tampan, tangguh namun minim ekspresi. Bree langsung menyukai pria tersebut saat pertama kali mencuri pandang pada Tuan Muda Lacey tersebut. Bree yang mempunyai perangai terbuka dengan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Yue Lacey namun penolakan adalah yang menjadi santapannya. Puncaknya adalah saat Yue Lacey bertemu si anggun dan cerdas Han-Han. Tuan Muda tersebut tidak menutupi ketertarikannya dan itu membuat Bree sangat tersakiti. Haruskah Bree mengalah demi Han-Han yang menjadi sumber inspirasinya? Haruskah dia melepaskan pria idamannya, Yue Lacey? Kisah berawal di provinsi Heal. Apakah nama provinsi ini akan sesuai dengan pengharapannya, penyembuh. Ini kisah lika-liku Bree dalam mencari peraduan cintanya. Kisah ini bukan hanya mengajarkan mengenai mengejar dan mempertahankan cinta karena tingkat tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Siapakah yang akan mengikhlaskan, Bree atau Han-Han?

Pena_Bulat · History
Not enough ratings
48 Chs

Han-Han

"Ergh..." Wanita itu terlihat mulai bergerak. Tadi kami memindahkan tubuhnya ke tempat yang lebih teduh dan agak jauh dari air laut.

"Kakak sudah sadar?" Aku mencoba mengajaknya berkomunikasi. Nekat saja pakai bahasa Savior.

"Ini di mana?" Aku sedikit terkejut saat mendengar wanita muda itu berucap dengan dialek Savior yang sangat pas. Di kediaman kami ada beberapa pelayan yang berasal dari Siheyuan, jadi aku sedikit banyak mengenal dialek mereka. Sedangkan wanita di hadapan kami ini sama sekali tidak terdengar dialek Siheyuan-nya.

"Kakak berada di provinsi Heal. Aku Bree dan ini Leon." Aku berinisiatif memberitahu nama kami. "Kalau Kakak sendiri?"

"Provinsi Heal?" Wanita itu terlihat bingung dan meringis sambil memegangi kepalanya. "Yang teringat hanya sebuah panggilan untuk nama saya dan saya biasa dipanggil Han-Han."

Nama yang disebutkannya terasa agak Siheyuan, tapi bisa jadi 'Han-Han' yang diucapkannya adalah singkatan dari kata 'Honey' kan? Karena aku yakin 'Han-Han' yang disebutkannya tadi adalah nama panggilan kesehariannya.

Kak Han-Han sepertinya hendak mendudukan diri, jadi aku langsung membantunya. Selembar kain tipis terjatuh saat dia mendudukan dirinya, sepertinya kain penutup kepala.

Kemana Leon? Mengapa aku tak mendengar suaranya sejak tadi? Kalau saja tak ada Kak Han-Han di hadapan kami, aku pasti sudah menggeplak kepalanya.

Begitu aku menoleh untuk memastikan keberadaan Leon, pemandangan yang tersaji pada netraku adalah Leon yang menatap Kak Han-Han penuh pemujaan, tak berkedip.

Sejujurnya aku mengakui kalau Kak Han-Han memang benar-benar cantik sempurna. Tubuhnya tinggi dan langsing dengan kulit putih bersih, berbeda dengan kami yang ada sedikit bintik-bintik pada kulit kami. Rambutnya yang tersanggul rapi, rambut hitam panjang yang lurus sempurna. Netranya yang berwarna biru terang, bulat besar dengan bulu mata lentik dan alis hitam yang tebal. Bibir merahnya yang tipis dengan hidung mancung yang menambah kesempurnaan kecantikannya.

Aku yang sesama wanita terpesona dengan penampilan Kak Han-Han, jadi aku tak heran kalau Leon langsung tersihir.

"Leon! Berkedip!" Aku berbisik pelan pada Leon yang duduk tepat di sebelahku.

Leon mengerjapkan matanya setelah mendengar bisikanku. Dia mengumbar sengirannya karena tertangkap basah olehku tadi. 'Cantik banget.' Ucapnya tanpa suara. Aku hanya memelototkan mataku padanya. 'Jangan norak! Buat malu!' Aku membalasnya juga tanpa suara.

"Kalian penduduk sini?" Suara Kak Han-Han menghentikan perdebatan 'bisu' kami.

"Iya, Kak Han-Han. Kami berasal dari Provinsi Heal. Kakak sendiri darimana?" Kak Han-Han kembali terlihat meringis dan memegangi kepalanya.

"Saya sudah mencoba memgingat semuanya. Tapi hanya 'Han-Han' yang mampu untuk diingat. Selebihnya, entahlah tidak ada petunjuk apapun."

O...o...o... Kak Han-Han sepertinya mengalami amnesia. Aku sontak menoleh pada Leon dan bertanya 'Bagaimana?' dengan isyarat mataku.

"Sepertinya Anda mengalami amnesia." Leon bicara dengan nada formal, sangat menggelikan sebenarnya, tapi aku menahan kedutan bibirku.

"Seperti yang Tuan katakan. Saya benar-benar tak mengingat apapun. Entah apa yang menimpa diri saya sebelum ini. Tubuh ini juga terasa sangat ringkih, seolah-olah baru saja menghadapi sebuah pergulatan."

"Awalnya kami mengira Kak Han-Han berasal dari Siheyuan. Namun, saat aku mendengar Kakak berbicara dengan bahasa Savior begitu fasihnya dan tanpa dialek Siheyuan sama sekali, aku tak berani mengatakan kalau Kakak orang Siheyuan."

"Siheyuan?"

"Ya. Negeri seberang. Sama halnya dengan Savior yang berbentuk kerajaan, Siheyuan juga negara kerajaan dan masih berhubungan baik dengan Savior."

"Tapi Nona Bree tadi..."

"Bree. Sebut Bree saja, Kak! Jangan pakai embel-embel nona!"

"Baiklah." Kak Han-Han tersenyum kikuk. "Kalau menurut penuturan Bree tadi bahwa Siheyuan berada di seberang lautan artinya akan sangat tidak mungkin saya berasal dari sana."

Aku menganggukan kepalaku pertanda setuju dengan perkataan Kak Han-Han. Kalau dia berasal dari Siheyuan dan kemudian terdampar di Secret Bay, pastilah dia telah mengalami perjalanan yang memprihatinkan. Namun, kondisi Kak Han-Han tidak terlihat seperti baru saja menghadapi badai ataupun terdampar karena air laut.

"Bree, sebaiknya kita ajak ke Paviliun Heal saja. Hari semakin sore. Kita harus bersegera kembali." Aku menyetujui usulan Leon. Saat ini matahari mulai condong ke barat dan jika kami tidak kembali sekarang, kami akan tiba di kediamanku saat gelap.

"Kak Han-Han, ikutlah bersama kami!" Aku sadar kami melakukan tindakan nekat dengan membawa orang asing ke rumah. Namun, firasatku mengatakan kalau Kak Han-Han orang baik-baik.

"Pasti akan sangat merepotkan kalian berdua." Aku melihat ekspresi sangat keberatan dan merasa tak enak di wajah Kak Han-Han.

"Kak Han-Han tak perlu mencemaskan itu. Ayah Leon adalah seorang tabib dengan kemampuan yang sudah banyak terbukti. Nanti, setibanya di Paviliun Heal, kita bisa meminta bantua Paman Will, Ayah Leon, untuk mengobati Kak Han-Han."

Aku berusaha keras untuk meyakinkan Kak Han-Han untuk ikut dengan kami berdua. Dengan Leon dan aku yang terus-menerus memintanya untuk kembali bersama kami ke Paviliun Heal, Kak Han-Han akhirnya bersedia.

"Kakak naiklah ke belakangku! Kita menunggangi kuda berdua." Kak Han-Han mengangguk dan dengan lincahnya menaiki kuda dan duduk di belakangku.

Kami kembali menempuh perjalanan lebih dari dua puluh li untuk tiba di Paviliun Heal. Saat kami melewati Pelabuhan Savior yang selalu sibuk, matahari semakin condong ke barat.

Paviliun Heal terlihat lenggang saat kami sampai. Langit mulai memerah saat kami turun dari kuda. Kak Han-Han terlihat mengamati keadaan Paviliun Heal.

"Akhirnya putri Duke Reinhart kembali juga." Tanpa harus menoleh ke sumber suara, aku sudah mengetahui siapa pemiliknya.

"Hai, Mom." Aku mencoba berbasa-basi pada Mommy-ku. "Mommy tenang saja. Bree dan Leon pergi dengan cara baik-baik. Kami telah menyelesaikan tugas sebelum kami meninggalkan kelas."

"Kalian pergi ke mana? Ini sudah sangat terlambat sekali." Mommy mulai bersedekap dan aku menatap Leon untuk bantuan.

"Mom,..." Leon mulai beraksi. Leon mengikuti caraku dalam memanggil orang tuaku dan itu juga permintaan mereka. "Bree dan Leon pergi ke tempat rahasia kami. Kami melakukan banyak hal yang bermanfaat." Leon menghentikan bicaranya dan menoleh pada Kak Han-Han. "Kami terlambat hari ini karena menolong seseorang."

Mommy menatap Kak Han-Han dengan seksama. Seperti halnya diriku saat di Secret Bay tadi, Mommy juga terlihat terpesona dengan penampilan Kak Han-Han.

"Siapa dia?" Kak Han-Han sedikit mendekat ke arah Mommy.

"Saya Han-Han, Nyonya. Saya merasa sangat berterima kasih atas pertolongan putri Nyonya."

"Mom, Bree akan menceritakannya nanti. Untuk sekarang bisakah kita mengajak Kak Han-Han makan sesuatu? Lihatlah keadaannya yang sangat pucat!"

Mommy memang sering naik pitam menghadapi kelakuanku, tapi beliau adalah orang yang paling mudah tersentuh perasaan.

"Ah iya. Naena, kemarilah!" Akhirnya aku melihat Naena juga hari ini. Naena seperti biasa dengan senyum manisnya akan menghampiri Mommy.

"Nyonya Rein memanggil Naena?" Mommy mengangguk.

"Tolong beritahu bagian dapur untuk mempersiapkan hidangan untuk beberapa orang!"

"Shiny?" Aku mendengar suara desisan seorang pria dari arah dalam Paviliun. Aku mengkode Leon 'Kau mengenal pria itu?' Namun Leon hanya mengkendikan bahunya sebagai 'tidak'. Sekilas tadi aku melihatnya menatap intens pada Kak Han-Han. Apakah dia mengenali Kak Han-Han? Pria itu pasti pegawai Daddy. Aku harus memastikannya.