Aku tidak peduli dengan Sean, mungkin saja ia marah dengan perkataan ku. Tapi memang benar aku tidak ingin terus-menerus di permainkan oleh seorang pria yang tidak ku kenal sampai mengaku menjadi suamiku. Memang aku miskin hingga tidak punya tempat lagi untuk tinggal, tapi bukan berarti dia bisa memanfaatkan keadaanku hingga mengurungku di tempatnya seperti ini.
Aku berlari memasuki kamar yang sejak tadi sudah di sediakan untukku sedangkan Sean mengikuti kemana aku pergi sebab sesekali aku menoleh ke belakang. Namun, saat aku memasuki kamar sudah ada seekor kucing entah darimana asalnya hingga bisa memasuki kamarku.
Aku perlahan mendekati kucing manis tersebut. Sangat comel dan juga lucu, tidak ada perlawanan dari kucing tersebut hingga aku membawanya pergi ke atas ranjang. Di ujung sana terlihat Sean sedang tersenyum manis melihat kearahku yang sedang sibuk mengelus kucing lucu ini.
"Sean, boleh aku bertanya satu hal?" tanyaku saat Sean sudah semakin mendekat.
"Tanyalah sayang, sepuas yang kamu mau," ucap Sean yang sudah ikut duduk di tepi ranjang.
"Darimana kucing ini berasal? Bukankah tadi tidak ada hewan satupun di kamar ini?" tanyaku penasaran sembari masih mengusap-usap bulu tebalnya.
"Apa kamu begitu penasaran, Sayang? Kalau begitu cium aku dulu biar jawab," pinta Sean yang sedang mencari kesempatan dalam kesempitan.
"Hey itu cuma Lo doang yang mau! Ya udah sih kalau enggak mau kasih tahu yang penting aku punya teman super comel seperti ini. Duh ... senengnya."
Dengan manjanya kucing itu tertidur saat aku sengaja mengusap-usap tubuhnya, lucu sekali.
"Mmm suka ya Sayang ada teman seperti ini. Kucing ini sengaja aku belikan khusus untukmu supaya kamu tidak kesepian," ungkap Sean yang begitu baik.
'Sebetulnya ini kucing vampire yang juga memiliki kekuatan. Dengan ini setidaknya kucing ini mewakili penjagaan ku. Namun, aku tidak perlu khawatir karena dia tidak akan mengigit majikannya sebab aku sudah mengubahnya untuk menurut pada Quiena,' batin Sean.
"Yah dia jadinya tidur deh. Mmm ... makasih yah Sean sudah membelikan aku kucing yang lucu ini. Aku akan memberikan namanya Squby yang artinya Sean chubby."
Squby yang sudah tertidur.
"Apa-apaan ini, sejak kapan aku jadi chubby. Dan juga sejak kapan nama kucing itu Squby?" tanya Sean seraya mengacak-acak rambutku.
"Hey dengarkan ini chubby itu anakku dan kamu itu yang telah membelinya jadi sebagai Sean kecil aku memberinya nama Squby, paham?"
"Paham, Nyonya," sahut Sean seraya mengejekku dengan lidahnya.
"Jadi kalau begitu keluarlah dari kamarku sekarang karena hari ini aku mengampunimu sebab sudah memberikan anak untukku, sana keluar huss ... huss." Mencoba mengusirnya dengan becanda.
"Oh jadi kamu menginginkan anak Sayang sampai kucing sekarang kamu jadikan anak? Mmm ... Baiklah aku memenuhi keinginanmu. Ayo kita lakukan lagi Sayang, aku pasti akan memberikan anak untukmu." Lagi-lagi Sean berusaha meledekku sembari menahan tawanya.
"Dasar pria mesum! Sana keluar aku tidak ingin melihat wajah mesum mu itu, kamu paham?!" teriakku sembari menahan tawanya hingga membuat Squby terbangun.
"Hahaha, Quiena, apa sekarang kamu merasa malu? Bukankah saat pertama kali kita berhubungan kamu sangat semangat hingga mengeluar desahan berkali-kali. Ayolah sayang jika memang kamu mau anak saat ini aku pasti akan memberikannya dan tentu tidak akan meleset seperti waktu itu," ledek Sean seraya terus menertawakan aku.
"Dasar siluman mesum! Berhubung Squby sudah bangun. Baiklah rasakan ini. Squby, gigit pria mesum ini sekarang!" perintahku pada kucingku.
Sesuai keinginanku Squby melakukan apa yang aku perintahkan, kucing pintar itu benar-benar mengigit jari Sean hingga mengeluarkan darah segar. Meski kecil namun lukanya begitu dalam. Aku sendiri tidak menyangka sampai akan terjadi seperti ini. Dengan cepat aku mengambil Squby dan kembali membawa ia menjauh.
"Sean, maafkan aku! Kupikir Squby tidak akan melakukan itu. Tunggu sebentar aku akan mengobati lukamu," ucapku panik seraya mencari apa yang bisa kulakukan untuk menghentikan darahnya.
Aku berlari kesana-kemari namun tidak ada kotak obat yang kudapatkan hingga aku merobek sedikit bajuku sendiri agar bisa membuat darahnya berhenti mengalir.
"Sean, tahanlah ini mungkin sedikit sakit," ucapku sambil membalut lukanya.
Sean terus menatap mataku membuatku tidak bisa mengontrol apa yang ingin kulakukan hingga aku salah tingkah didepannya. Malunya aku yang juga bisa grogi di dekatnya. Namun, ia justru menertawakan aku hingga membuatku kesal.
"Rasakan ini!" Aku sengaja mencubit tepat di atas luka yang ia dapat.
"Aw sakit ... Sayang, kamu ingin mengobati ku atau ingin menambah rasa sakit?" tanya Sean seraya meniupkan jarinya.
"Kamu sih ngeselin tahu! Ya udah kalau gitu semoga cepat sembuh yah, aku ingin membawa Squby jalan-jalan dulu bye-bye."
Dengan senyuman manis aku pamit lalu meninggalkan ia sendirian di kamar. Squby berjalan dengan santai di balik tali yang ada di lehernya. Kami berdua jalan-jalan berniat mengelilingi semua tempat di rumah ini.
"Bersenang-senanglah kita berdua ... Mengelilingi semua tempat yang ada .... Bahagia bersama selamanya. Squby ayo ikuti aku bernyanyi bersama sayang," pintaku yang sibuk bernyanyi.
"Meong ... Meong." Squby menyahut apa yang kukatakan.
'Aneh, apa Squby cuma kebetulan yah mengeong? Tapi sejak tadi dia juga belum mengeluarkan suaranya. Ah coba aku uji lagi mana tahu memang benar dia mengerti apa yang kukatakan,' batinku.
"Squby."
"Meong!"
"Wah kamu ternyata paham dengan ucapanku. Baiklah kalau begitu jika memang Squby mendengar suara Mami coba katakan meong tiga kali," perintahku pada kucingku.
"Meong ... Meong .... Meong." Lagi-lagi Squby mengerti dengan ucapanku.
"Aduh sayang, Mami suka sama Squby yang pintar ini. Coba Mami uji sekali lagi katakan meong dua kali jika Sean pria yang mesum."
"Meong ... Meong." Sungguh membuatku terpesona dengan kucing pintar ini sampai ia mengerti dengan apa yang kukatakan. Lalu aku menggendong Squby dan tidak membiarkan ia berjalan di bawahku.
"Squby, sekarang Mami gendong yah biar kita bisa lanjut jalan-jalan lagi. Oh satu lagi kalau Squby tahu arah kembali ke kamar nanti hafal yah nak, soalnya Mami suka pelupa," ucapku yang terus sibuk berbicara dengannya.
"Meong ... Meong."
'Beruntungnya aku sampai bisa memiliki kucing layaknya teman seperti ini. Terimakasih Sean, semoga tanganmu lekas pulih,' batinku.
Kami berdua kembali melanjutkan jalan-jalan di rumah ini meskipun tidak jauh-jauh sebab aku belum berani sampai menyelusuri semua ruangan yang ada di sini. Hanya beberapa ruangan saja.
Quiena bersama Squby 'kucingnya' sedang bersenang-senang dengan mengelilingi ruangan yang ada di rumah itu. Sedangkan Sean tidak henti-hentinya tertawa saat mendengar semua suara batin yang Quiena ucapkan dalam hatinya. Meskipun dari jauh tetap bisa mendengar apa yang batin Quiena ucapkan sebab mereka sudah pernah saling berbuat dan Sean sudah menandai wanita itu sebagai miliknya itulah sebab dirinya selalu mengatakan mereka suami dan istri.