webnovel

25. Bagaimana jika bukan?

Leo memandangi wajah pucat gadis yang masih tertidur lelap disampingnya ini. Ini kali kedua Jasmine tidur disampingnya dan di ranjang ini.

Leo yang kesal kepada Dion sepertinya harus berterima kasih padanya kali ini. Karenanya Leo bisa menikmati pemandangan cantik dipagi hari ini.

Ibu jari Leo mengusap bibir pucat dihadapannya dengan lembut. Gadis ini mampu membuat Leo bangkit dan melupakan Sakura. Mimpi-mimpi buruk Leo tentang Sakura, kini tergantikan mimpi indah bersama gadis ini.

Mata Leo kembali terpejam saat merasakan ada pergerakan dari Jasmine.

Clarisa meregangkan tubuhnya dikala merasakan panasnya sinar mentari yang menyengat kulitnya. Aneh, kenapa pagi ini Clarisa melihat wajah tampan ini? Apa ini mimpi? Jika ini mimpi izinkan Clarisa meraba wajah tampan ini dengan tangannya.

Ugh, Clarisa sangat menyukai rahang tegas ini dan bibir ini, Clarisa tidak menyangka bahwa ia pernah mencicipi bagaimana rasanya.

Dengan keberanian yang menumpuk, Clarisa memajukan wajahnya dan mengecup singkat bibir yang biasa melontarkan kata-kata pedas itu.

Oh tidak, mata tajam itu kini terbuka dan menatapnya dengan lekat. Untung saja ini hanya sebuah mimpi.

"Kau membangunkan hal yang tidak seharusnya kau usik." Suara serak milik Leo menggelitik telinga Clarisa dengan sangat indah.

Dengan cepat Leo memposisikan dirinya diatas Clarisa. Clarisa melotot, sadar jika ini bukanlah sebuah mimpi. Maksudnya, bagaimana mungkin mimpi terasa begitu nyata?

Clarisa tersadar, bahwa semalam dirinya hampir dibawa pergi oleh seseorang bernama Dion. Lalu setelah itu Leo menolongnya dan membawa Clarisa pulang kerumah ini.

Ini artinya Clarisa tertidur dirumah dan diranjang ini untuk yang kedua kalinya.

"Tu-tunggu. Apa yang kau lakukan?"

"Mendapatkan sarapan pagiku, tentu saja."

Clarisa menahan tubuh Leo agar tidak terlalu dekat dengannya.

"Kau seharusnya turun kedapur jika ingin mendapatkan sebuah sarapan." Leo terkekeh, sengaja melonggarkan kungkungannya pada gadis itu.

Leo kembali tertawa kecil melihat tubuh kecil itu berlari kearah pintu dan berusaha membuka pintu yang terkunci itu.

"Kau tahu Jasmine? Aku adalah tipe orang yang belajar dari kesalahan." Clarisa mendesis dan menatap Leo dengan tajam. Leo justru menikmati ekspresi kesal itu.

Clarisa melangkah dengan tegas kehadapan Leo yang saat ini sedamg duduk ditepi ranjangnya. Tangannya terulur bak meminta uang pada orang tua.

"Beri aku kuncinya."

"Kalau aku tidak mau?"

"Maka aku akan berteriak."

"Lalu? Tidak akan ada yang menolongmu. Dirumah ini aku yang berkuasa." Ungkap Leo, kemudian Leo menyudutkan gadis itu pada nakas dekat jendela dengan tirai putih yang tipis. Punggung Clarisa sedikit hangat, karena secara tidak langsung cahaya matahari mengenainya.

Leo mulai meraba setiap inci wajah cantik Clarisa dengan jari besarnya. Mata bulat itu sedang menatapnya dengan tajam dan manik matanya sedikit bergetar. Apa gadis ini sedang takut pada Leo?

Clarisa memejamkan matanya saat tiba-tiba Leo mendaratkan sebuah ciuman dengan keras. Sedikit menyakitinya, namun keterkejutan itu berganti dengan rasa candu.

Disaat Leo mulai melumat bibir Clarisa dengan sangat lembut, Clarisa mulai hanyut. Clarisa membiarkan Leo memimpin jalan untuk saling mencecap dan merasakan rasa satu sama lain.

Akal sehat Clarisa menghilang. Ada hati yang memberontak agar tidak jatuh pada Leo, karena Clarisa hanya sebuah pengganti. Clarisa tidak ingin terlalu jatuh pada kebohongannya.

Clarisa mendorong Leo menjauh darinya. Leo menurut untuk melepaskan pagutan mereka dengan sangat tidak rela.

Mata Leo membulat saat melihat setetes air mata turun dari wajah pucat cantik itu.

"A-apa kau menyelamatkanku semalam agar bisa menyentuhku seperti ini?"

"Tentu saja, karena hanya aku yang berhak atasmu."

"Apa karena aku tunanganmu? Bagaimana jika bukan?" Clarisa bertanya pada Leo yang kini terdiam. Clarisa merasa tidak berhak diposisi ini. Berulang kali Clarisa mempertanyakan posisinya yang salah ini.

"Terlepas dari itu kau tetap milikku."

Setelah Leo mengatakan itu, tangan Leo meraih tengkuk Jasmine dan kembali menyatukan bibir mereka. Lumatan-lumatan lembut itu mulai menggebu-gebu.

Terlebih sudah tidak ada tanda-tanda penolakan dari Clarisa. Leo mulai berani, mengajari gadis amatiran ini untuk saling bertautan lidah.

Leo menekan kedua pipi Jasmine dengan kedua ibu jarinya agar bibir gadis didepannya ini terbuka. Lidah mereka bertemu dan bertukar saliva.

Tangan Clarisa meremas kuat kaos bagian bahu Leo. Menyalurkan rasa nikmat yang tidak tertahankan ini.

Sebelah tangan Leo bergerilya menjamahi tubuh tidak berisi milik Clarisa. Ini bukan tubuh penuh lekukan yang selalu Leo dambakan, tapi tubuh ini mampu membuat Leo menginginkannya berkali-kali.

Leo mengangkat tubuh Clarisa keatas rak setinggi pinggulnya disamping mereka, merasa lebih mudah menaruh gadis itu disana daripada bertumpu pada Leo yang ingin melancarkan aksinya dengan lancar.

Leo melepaskan kaos hitamnya dan melepas kemeja Jasmine tanpa hambatan. Kemudian kembali memagut bibir merah muda itu lagi dengan terburu-buru. Leo bisa merasakan tangan kecil nan halus itu meraba punggungnya bagai bulu.

"Kau tahu? Sejak aku bertemu denganmu. Aku tidak bisa melakukan hal-hal lebih dari ini dengan wanita lain." Clarisa mengangkat kedua alisnya penasaran.

"Apa kau ingin kutunjukan hal-hal lebih dari yang kumaksud?"

"Disini? Diatas rak?"

"Aku hanya tidak ingin terlalu jauh, tempat ini akan menyadarkanku jika aku bergerak terlalu jauh."

Clarisa tersenyum miring. Bisakah Clarisa merasakan hari menyenangkan ini sekali saja?

"Kalau begitu, tunjukan hal yang kau maksud dan tidak terlalu jauh itu."

Leo dan Clarisa sama-sama kembali mendekatkan bibir mereka kembali hingga bertemu. Ciuman ini bagai candu untuk mereka, bagi Leo yang sudah sering melakukannya dan bagi Clarisa yang masih asing.

Tangan Leo bergerak, menjamah tubuh Clarisa dengan tidak sabar karena sentuhan indah Clarisa di dadanya. Sangat mudah bagi Leo membuka pengait bra berwarna putih yang Clarisa gunakan.

"Jasmine kau sangat cantik."

Pujian yang seharusnya Clarisa terima dengan senang, tapi karena nama yang Leo sebut bukanlah nama aslinya.

Clarisa mendesah dengan keras saat tangan besar Leo menangkup miliknya dengan pas dan meremasnya dengan kuat.

"Teruslah mendesah seperti itu. Aku menyukainya. Tubuh kurusmu menyimpan sesuatu yang ternyata sangat indah." Ucap Leo, kemudian menghisap puncak Clarisa dengan sangat kuat. Desahan terdengar semakin jelas bersahutan dengan nafas yang kian memburu.

Di umur ini, Clarisa tidak menduga akan mendapatkan pengalaman yang seperti ini.

Clarisa membiarkan Leo mengecap, menggesekkan lidahnya dibagaian atas tubuhnya. Hingga tercipta lebih banyak tanda dari yang pertama kali Leo beri padanya.

Clarisa gila. Tangannya meraih wajah Leo kembali kehadapannya dan menciumnya lagi. Semakin dalam dengan sedikit gigitan kecil yang menggelikan. Tak kalah dengan Leo yang bermain dengan gundukannya. Clarisa meraba dada dan perut sempurna milik Leo.

Clarisa bahkan tak abai dengam beberapa bekas luka dibahu dan didada Leo, Clarisa mengecup bekas luka itu ringan hingga sesekali Leo mengerang.

Tangan Leo menyelinap dibalik celana jeans Clarisa, meremas kedua bokong yang sedikit tidak berisi itu dengan sedikit kuat. Lagi dan lagi membuat Clarisa mendesah.

"Kita harus berhenti sampai disini." Ujar Leo disela tangannya yang masih aktif memainkan kedua payudara Clarisa. Clarisa mengelus rahang tegas milik Leo.

"Ah-ku rasa kau benar. Kalau begitu biarkan aku memberimu satu kecupan."