"Jasmine!"
Clarisa terbangun dengan cepat karena teriakan Denise tepat ditelinganya, menimbulkan pusing yang begitu hebat menyerang kepalanya.
"Apa kau tidak bisa membangunkanku dengan cara yang lebih halus lagi Denise?!"
"Aku khawatir denganmu dan kau malah menyalahkanku."
Clarisa menghela nafas panjang, tangannya berusaha merapikan kembali ikatan rambutnya. "Aku terlalu sehat untuk kau khawatirkan Denise."
"Kau terlihat sedang bermimpi buruk dan sulit untuk dibangunkan, jadi aku minta maaf jika caraku salah." Denise tersenyum kecut, sebenarnya Denise hanya berusaha membantu disini.
"Tidak perlu meminta maaf Denise."
"Sebenarnya kau sedang memiliki masalah apa Jasmine? Hampir setiap hari kau selalu berlatih hingga malam hari dan barusan kau seperti orang yang sedang bermimpi buruk." Clarisa termenung, mungkin ini semua adalah efek dari semua kebohongan yang dijalaninya. Clarisa takut suatu hari nanti akan terbongkar dan berakhir melukai banyak orang.
Sebenarnya apa yang akan terjadi jika Clarisa jujur sedari awal? Clarisa penasaran.
Mungkin semua kegiatan yang membuatnya terlihat sibuk ini adalah caranya untuk mengusir segala fikiran buruk yang hinggap dan bersarang di otaknya.
Mimpi buruk tadi, sepertinya Clarisa terlalu mengkhawatirkan kedua adiknya.
"Aku hanya mimpi buruk Denise, kau tidak perlu khawatir." Ujar Clarisa sembari bangkit untuk memulai melatih tariannya lagi.
"Kau ingin kuberitahu apa yang lebih buruk dari mimpimu barusan?"
Clarisa berhenti sejenak, berniat mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh Denise.
"Apa?"
"Ada lima lebih panggilan tidak terjawab dari Lion. Ngomong-ngomong siapa Lion itu?" Clarisa langsung berlari, kemudian merebut hp yang Denise pegang.
Clarisa melotot bahwa ternyata Leo menelfonnya lebih dari lima kali. Tumben sekali Leo lebih memilih menelfonnya dibanding mendatangi Clarisa secara langsung.
"Siapa Lion itu?"
"Siapa lagi manusia ganas yang kukenal selain Leo?" Sontak Denise menutup mulutnya yang membulat sempurna dengan kedua tangannya.
"Kau ternyata sangat berani kepada Leo ya? Yang kutahu Leo orangnya menakutkan."
"Sangat menakutkan, makanya kuberinama Lion. Roar!" Clarisa berusaha menirukan suara dari hewan buas satu itu, namun tawa dari Denise sepertinya membuktikan kegagalannya.
Clarisa malas, lebih memilih untuk menyimpan hpnya kembali kedalam tasnya dan segera mengganti pakaiannya. Sepertinya sudah cukup malam ini baginya untuk berlatih.
Seperti kebiasaan Clarisa setelah menari balet, yaitu berjalan malam disepanjang jalanan ramai kota yang tidak pernah tidur bersama Denise.
Menjelajahi satu-persatu restoran untuk dicicipi cita rasanya. Kali ini pilihan mereka berhenti pada salah satu restoran steak.
Saat ini mereka sudah memesan dan menunggu waiters membawakan makanan mereka yang sedang dimasak.
"Terima kasih Denise."
"Untuk apa?"
"Jika tidak ada kamu mungkin aku akan kesepian di kota yang ramai ini." Ujar Clarisa sembari memandang keluar jendela, melihat banyaknya orang yang berlalu-lalang.
"Jangan berbicara seperti itu Jasmine, kau terdengar menggelikan."
"Tetap saja. Terima kasih."
Denise mengangukkan kepalanya berulang kali. "Baiklah, akan kuterima rasa terima kasihmu itu agar kau lebih tenang."
*
Tidak ada alasan untuk tidak tergila-gila pada wanita cantik yang sekarang sedang terduduk sembari melahap steak disalah satu restoran itu.
Hanya dengan wanita itu tidak menjawab telfonnya, mampu membuat Leo kalang-kabut mencari keberadaannya. Bahkan aplikasi pelacak yang sudah Leo pasang dan tidak berniat mengaktifkannya kini sudah berjalan dan menunjukkan letak wanita itu berada.
Leo sama sekali tidak berniat menghampirinya, memandanginya seperti ini rasanya sudah lebih dari cukup.
Diam-diam Leo mengarahkan kameranya pada wanita cantik itu. Jasmine, nama yang cantik. Tapi Leo rasa nama itu sama sekali tidak cocok untuknya.
Puluhan jepretan Leo ambil. Semuanya mirip dan terlihat sama. Tapi tidak satupun Leo ingin menghapus foto-foto itu, baginya semua foto itu terlihat sangat cantik.
"Kau menjijikkan Leo. Kau seperti penguntit." Leo tertawa menanggapi ucapan yang dilontarkan untuknya, tanpa melihat siapa orangnya.
"Kalau kau suka hampirilah, atau kau menunggu agar aku yang bergerak untukmu?" Tawa Leo terhenti, tahu siapa pemilik suara yang mengajaknya bicara. Kamera yang Leo pegang turun dan pandangan Leo beralih pada orang itu, Dion. Pengkhianat terbesar dalam hidupnya.
Urat-urat kemarahan Leo tahan sekuat hati.
"Sayangnya berbeda dengan waktu itu, dia sudah menjadi milikku." Leo tersenyum miring sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Leo yang lebih tinggi, dalam tinggi badan dan kedudukan.
"Oh, benarkah? Dia tunanganmu?" Leo kembali melemparkan senyum miring, sedangkan Dion tersenyum sinis.
"Kita buktikan, apakah dia benar-benar mengingikanmu atau akan tergoda denganku."
*
Clarisa meminum banyak dua gelas jus miliknya dan milik Denise. Salahnya karena tidak tahu bahwa steak pesanannya ternyata sangat pedas. Denise sedang pergi ke mini market yang terletak tak jauh dari sini untuk mencarikanya air mineral yang lebih banyak lagi.
Restoran bodoh. Tidak menyediakan air mineral untuk pelanggan sedangkan mereka memiliki menu sepedas setan.
"Kau tidak apa-apa nona?" Ujar salah seorang sembari menyodorkan air mineral pada Clarisa. Clarisa menatap aneh pria yang cukup tampan, sayangnya lebih tampan orang bernama kontak Lion di hpnya.
"Terima kasih tuan, tapi temanku sudah pergi untuk membelikanku air." Tolak Clarisa halus. Tidak ada yang tahu bukan, dengan apa yang dimasukan orang itu kedalam minuman ini.
Didunia kejam ini hanya dirimu sendiri yang bisa melindungi dirimu.
Bukannya mengambil langkah pergi, pria itu justru mengambil tempat di bangku milik Denise. Clarisa menatap pria itu penuh tanda tanya.
"Kau punya sesuatu untuk dikatakan padaku?" Tanya pria itu, yang sekali lagi membuat Clarisa mengernyit heran disela rasa pedas yang membakar mulutnya.
"Bukankah kau yang seharusnya mengatakan sesuatu padaku tuan? Kau yang datang kemari kalau kau lupa."
Dion tersenyum miring, gadis ini berbeda dengan Sakura. Sangat berpendirian dan sama sekali tidak tergoda olehnya.
"Siapa namamu cantik?"
"Aku tidak yakin bisa memberikan namaku secara sembarangan."
"Kalau begitu biarkan aku yang memperkenalkan diriku, namaku Dion." Dion mengulurkan tangannya cukup lama, dengan enggan Clarisa akhirnya menerima uluran tangan itu.
"Baiklah."
"Namamu?"
"Jasmine."
"Waw nama yang cantik."
Clarisa tersenyum. "Menurutku tidak."
"Kenapa? Jasmine memang memiliki warna dan wangi yang menyenangkan."
"Ya, bau orang mati." Dion tertawa terbahak-bahak, gadis yang benar-benar aneh. Dion jadi menyukainya dan ingin bermain sedikit lebih dari ini.
"Kau lucu sekali Jasmine."
"Terima kasih,aku sudah banyak mendengar itu dari orang lain." Clarisa berniat menyudahi percakapan mereka, tapi tiba-tiba tangan Dion terulur kearahnya.
"Apa kau berencana memiliki malam indah bersamaku, Jasmine?" Clarisa mengernyit heran, apa maksud pria ini? Ini bukan seperti yang ada difikirannya.
"Jangan terlalu polos, aku tahu kau tahu apa yang kumaksud. Aku menyukaimu dan ingin kau ada dibawahku malam ini." Clarisa tahu ini hal yang sangat wajar di negeri ini. Tapi tetap saja Clarisa belum terbiasa dan ini menyebalkan sekali.
"Aku tidak tertarik denganmu." Dion menghilangkan senyuman ramah diwajahnya. Tangannya beralih menarik Clarisa dengan kasar.
"Aku tidak peduli, aku akan tetap memaksamu."
"Tapi aku tidak mau." Clarisa berusaha memberontak. Clarisa bergetar ketakutan, tidak ada satupun pengunjung di restoran ini yang membantunya.
Dion menarik Clarisa semakin kuat bahkan sekarang Clarisa sudah berdiri dari duduknya. Air matanya sudah tidak terbendung lagi.
Tolong, Leo. Ucap Clarisa dari lubuk hatinya yang paling terdalam.
Satu tangan besar merangkul bahu Clarisa dan satu tangan lagi mengarahkan sebuah pistol tepat dikepala Dion, yang sedang memaksa Clarisa untuk pergi bersamanya. Semua orang yang ada direstoran tersebut sontak berteriak dan menjauh dari sana.
"Berhentilah, bukankah dia sudah bilang dia tidak ingin pergi."
Clarisa mendongakkan kepalanya dan tersenyum lega melihat Leo datang disaat yang tepat.
"Pergi, jangan ganggu dia lagi. Dia milikku." Entah mengapa Clarisa merasa lega dan aman saat Leo mengatakan bahwa Clarisa milik Leo.
Clarisa menyukainya.