webnovel

Bastard and Cold Devil

[Khusus 21+] Erick Thompson adalah manusia paling jahat di dunia ini. Mungkin, Xavier si pembunuh berantai saja tidak bisa menyaingi kejahatannya. Karena bahkan, psikopat seperti Xavier saja tidak pernah menyiksa istrinya seperti apa yang dilakukan Erick. Ariella Seraphine adalah wanita yang paling baik dan paling setia hingga akhir hayatnya. Dan Erick terlambat menyadari bahwa Ariel adalah wanita terbaik yang hadir di hidupnya. Erick bahkan menunggu kematiannya demi bertemu Ariella. Namun ternyata, Tuhan masih ingin menghukumnya. Erick hidup kembali 5 tahun sebelum kematiannya Ariella. Dan sialnya, Erick sudah melakukan banyak penyiksaan pada Ariella selama 3 tahun setelah pernikahannya. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh kematian Ariella membuat Erick ingin Ariella bahagia. Namun memperbaiki kesan Ariella padanya tidak semudah itu. Erick sudah terlalu banyak menyakiti Ariella dan sangat sulit untuk membuat Ariella berbahagia karena Erick.

MadeInnEarth · Teen
Not enough ratings
40 Chs

Devil 22 : Menyadari Hal Itu

"Mr. Damian!" Valerie berseru kencang saat memasuki ruang rawat yang di dalamnya ada Mr. Damian. Kali ini, Mr. Damian diinfus di tangannya. Membuat Valerie syok setengah mati. Dia tidak tahu saja jika infus itu tidak ada jarumnya.

Valerie menghampiri ranjang Mr. Damian dengan mata berkaca-kaca. "Apa yang terjadi? Kenapa bisa sampai masuk ICU??" tanya Valerie dengan mata yang menelusuri tubuh Mr. Damian yang masih terbalut kemeja dan selimut.

Di dalam ruangan ICU tersebut terdapat The Devils dan juga laki-laki yang merupakan asisten pribadi Mr. Damian yang sedang menggenggam ponsel.

Wajah Mr. Damian yang sebagian wajahnya tertutupi masker oksigen menatap Valerie dengan pandangan sayu. Dia mengulurkan tangannya hingga menyentuh sisi wajah Valerie.  "Cucu-mantuku." Lirih Mr. Damian. Ruangan itu terasa tegang seketika. "Aku sudah lelah, Vale."

"Mr. Damian..." isak Valerie seketika. Dia menggenggam tangan Mr. Damian sambil mengusap kening Mr. Damian. "Kumohon jangan begini."

"Cucu-mantuku, apa aku boleh serakah padamu?" tanya Mr. Damian lemah. Matanya makin sayu.

"Apa maksud Anda?"

"Aku tak tahu kapan aku pergi, Vale..."

"Mr. Damian..." Valerie makin terisak. Dia menggelengkan kepalanya cepat. "Jangan berkata seperti itu."

"Menikahlah dengan Alarick besok."

"Apa?" tanya Valerie kaget. "Ini bukan waktunya Anda untuk bercanda, Sir."

"Kumohon, nak. Aku tak tahu kapan aku pergi. Bagaimana jika waktuku tidak seminggu lagi?" tapi masih puluhan tahun lagi, tentu saja. Lanjut Mr. Damian dalam hati. "Aku ingin segera melihat kalian menikah."

Valerie terdiam dengan napas yang sesegukan. Dia lalu menggeleng. "Tidak mau! Saya tidak mau menikah dengan Alarick besok!"

Alarick yang sedang memperhatikan, menegang seketika. Hatinya bergemuruh gelisah. Ayolah, Kek. Aktingmu kurang meyakinkan Valerie. Batinnya gelisah.

"Vale..." Lirih Mr. Damian.

"Saya bilang tidak, itu berarti tidak!"

"Akh!" ringis Mr. Damian sambil memegang dada kirinya.

Mata Valerie membulat. "Sir! Apa yang terjadi?? Apa yang sakit?? Alarick, panggil dokter! Cepat!" serunya panik.

Mr. Damian segera mengambil tangan Valerie dengan napas tersendat. "Berj-anjilah padaku. B-esok adalah janji su-ci kalian. Pember-katan pernikahan kal-ian." Katanya terbata.

Valerie menggelengkan kepalanya sambil menangis. "Saya tidak mau! Jika pernikahan saya dan Alarick yang menjadi penentu kehidupan Anda, saya akan terus mengundurnya agar Anda panjang umur!"

"Kumo-hon. Akh!" kumohon, Valerie. Kumohon berkerjasamalah dengan aktingku. Jangan membuatku berusaha keras, cucu-mantuku. Batin Mr. Damian meneruskan.

"Sir..." Valerie terisak kencang.

"Berjanjilah, Valerie!" seru Alarick kesal sendiri. "Berjanjilah untuk bersedia menikah denganku besok. Jika tidak, Kakek akan suntik mati. Dia tipe orang yang tidak mau tersiksa lama."

Cucu sialan! Maki Mr. Damian. "Alarick benar..." ucapnya dengan nada lirih. "Aku tidak ingin tersiksa lebih jauh. Bukan hanya karena penyakit ini, namun juga karena keengananmu untuk menikah dengan Alarick besok."

"Ayo Valerie! Katakanlah jika kau bersedia." Kata Makiel memanasi.

"Jika tidak mau, kau bisa menikah denganku." Kata Felix, dan mendapat pelototan dari semua orang di sana. Oh ya, benar. Saat ada orang yang sekarat, tidak seharusnya aku menggoda temanku dengan candaan. Kakek Dami berakting, sih. Bukannya sedih, aku malah ingin tertawa. Felix ikut-ikutan membatin.

Valerie menelan ludahnya saat menatap Mr. Damian. "Lebih baik, aku panggilkan dokter terlebih dahulu." Kata Valerie dengan tangan yang mencoba menekan tombol merah di tembok.

"Ya, kau benar, Vale. Lebih baik panggilkan dokter. Aku akan menyuruhnya untuk menyuntik mati diriku saja karena cucu-mantuku tidak bersedia menikahi cucuku." Kata Mr. Damian lirih.

"Sir... Menikah besok itu terlalu cepat. Saya tidak siap." Lirih Valerie sambil terisak.

"Yasudah, panggilkan dokter saja untuk menyuntik mati."

"Sir!"

"Tidak apa, Valerie. Aku tidak akan memaksamu. Panggilkan saja dokternya."

"Baiklah! Saya bersedia!" seru Valerie tegas dengan mata memerah akibat menangis. "Saya panggilkan dokternya sekarang! Jangan menyuruh dokter itu menyuntik mati Anda!"

Yes!! Berhasil!!! Batin Alarick dan Mr. Damian.

Mr. Damian tersenyum sedangkan Valerie segera menekan tombol yang berada di tembok. "Aku mencintaimu." Kata Mr. Damian.

Valerie cemberut seketika. "Saya lebih mencintai Anda."

Makiel yang melihatnya merinding seketika. "Entah aku saja yang jijik, atau memang adegan ini terlihat menjijikan?" tanya Makiel pada teman-temannya.

Felix mengangkat sebelah alisnya. "Bukankah kau suka menonton video Japanese Adult Videos? Di sana sudah biasa bersetubuh dengan kakek-kakek." Katanya.

"Ya. Tapi tak ada kalimat: aku mencintaimu. Yang ada ikeh ikeh kimoci iaahh ah ah ah yadda ah ah ah." Ucap Makiel dengan memperagakan bagaimana desahan video JAV. "Ah, sudahlah. Ferguso, bagaimana? Kau memvideo semuanya?" tanya Makiel pada Wildan, asisten pribadi Mr. Damian.

"Nama saya bukan Ferguso." Balas Wildan sambil menyerahkan ponsel pada Makiel. "Saya tidak merekamnya. Kenapa saya harus menuruti ucapan Anda?"

"Apa??? Kau tidak merekamnya, Antonio??"

"Ya. Anda tidak mengatakan kalimat suruhan untuk memvideonya. Anda hanya berkata: hey kau, pegang ini untukku. Tanganku pegal. Aku ingin menontonnya secara langsung." Kata Wildan. "Dan nama saya bukan Antonio."

"Kau!! Dasar Asisten Tidak Gaul!! Berani-beraninya kau menentang perintahku!! Lebih dari itu, kenapa kau hanya memvideo setengah???"

"Terserah saya. Lagian, kenapa saya harus menerima perintah Anda? Bos bukan, rekan kerja apalagi."

"Tapi aku teman cucu bosmu!!"

"Tidak ada hubungannya. Sudahlah. Saya pusing bicara dengan Anda." Kata Wildan sambil pergi dari ruangan itu.

"Hey! Hey Ferguso!!"

"Makiel, diamlah!" kata Felix sambil mendelik kesal. "Lama-lama, kau akan membuat akting Kakek Dami ketahuan. Beraktinglah sedih. Masa kau kalah dengan kakek-kakek?"

Makiel sadar seketika. "Oh, kau benar. Alarick bahkan jadi diam seketika seperti sedang terluka. Darren juga ikut diam."

"Darren diam bukan karena berakting tapi memang hobinya adalah diam."

"Kau benar. Woah, aku kagum dengan pasangan kakek-cucu ini. Mereka sangat kompak dalam berakting. Lihat Alarick! Dia bahkan tidak terpengaruh dengan bisikan kita."

Sedangkan Alarick tetap terpaku di tempatnya. Matanya menatap lurus-lurus pada wajah Valerie yang cemberut dan memerah akibat menangis. Saya lebih mencintai Anda, katanya? Batin Alarick bertanya.

Entah kenapa, ada rasa iri yang tumbuh dalam diri Alarick. Ekspresi Valerie, tangisan Valerie, tawa lepas Valerie, senyum ceria Valerie...

Kenapa Alarick tidak pernah mendapatkannya?

Dan juga...

Kenapa Alarick harus menginginkannya?

Bingung dengan dirinya sendiri dan merasa asing dengan perasaan yang dirasakannya, Alarick menghela napas panjang, lalu melenggang pergi dari sana.

Dia tidak ingin lebih iri daripada ini.

***

Hotel Damian Golden - Indonesia

"Cheers." Seru Makiel malas sambil mengadukan kaleng soft drink miliknya dengan ketiga temannya yang lain. Dia berdecak sebal. "Acara pelepasan masa bujang macam apa ini??? Tidak ada wanita, tidak ada bir. Sejak kapan acara bujang jadi seperti ini??? Ini apasih. Jijik sekali aku dengan soft drink. Kita ini pria, kawan! Ayolah, aku tau Indonesia memiliki protistusi dan minuman berakohol."

"Mengertilah, Makiel. Alarick sedang malas keluar." Jawab Felix.

"Alasan saja! Dia mungkin tersadar jika dia sebenarnya tidak ingin menikah. Apalagi dengan Valerie. Aku sebal padanya setelah berdebat tentang nama Angel dengannya."

"Sudah kubilang namanya Pretty."

"Mrs. Reinhard. Dia calon istriku!!" timpal Darren.

Makiel menatap Darren tajam. "Aku akan menculiknya saat upacara pernikahan kalian." Katanya.

Darren segera menerjang Makiel dengan bantal sofa dan memukulnya dengan brutal.

Felix mendengus melihat Alarick yang tidak merespon apapun keributan di sekitarnya. "Ada apa, Alarick? Kau benar-benar menyesal akan menikahi Valerie besok? Ayolah, jangan sia-siakan akting Mr. Damian."

Alarick menghela napas panjang sambil memijat pangkal hidungnya. Wajahnya terlihat kusut dan tidak bersemangat. "Aku bahkan tidak mengerti seberapa banyak keinginanku dan seberapa anehnya itu karena aku menginginkan hal sesederhana itu namun tak bisa kudapatkan."

"Apa maksudmu? Kenapa kau berbelit sekali bicaranya?"

"Aku hanya mencintai Feli." Ucap Alarick tiba-tiba.

"Dan kau terdengar meyakinkan dirimu sendiri."

"Seandainya Feli kembali, aku akan lebih memilih Feli daripada Valerie." Kata Alarick lagi, menahan denyutan kuat di dada kirinya. "Aku sungguh-sungguh mencintai Feli, Felix. Aku mencintai saudarimu."

"Alarick..." Desah Felix frustasi. Dia menyimpan soft drinknya di atas meja. "Biarkan aku bertanya padamu. Apa yang membuatmu sangat terobsesi pada Valerie? Apakah karena kemiripannya pada Feli?"

"Tentu saja."

"Apakah kau selalu bergairah pada Valerie?"

"Ya."

"Apakah hal itu terjadi saat Valerie mengenakan pakaian minim?"

Alarick terdiam sejenak. Tawanya... Matanya... Cara bicaranya... Tatapannya padaku... Batin Alarick berbisik. Namun dia segera menelan ludah dengan susah payah. "Ya. Saat dia seksi saja." Jawabnya kemudian.

Felix menganggukkan kepalanya pelan. "Kalau begitu, benar. Kau hanya mencintai Feli. Dan kau hanya bernafsu saja pada Valerie. Seperti pada jalang-jalang lainnya."

Alarick mengeratkan pegangannya pada kaleng soft drink. "Ya. Aku hanya mencintai Feli." Valerie bukan jalang. Jangan samakan dia dengan jalang. Batinnya marah.

Felix kembali menganggukan kepalanya. Dengan santai, dia mengambil camilan di meja dan memakannya. "Kalau begitu, kau tenang saja. Tinggal campakkan Valerie saat Feli kembali. Jangan lupa berikan uang pada Valerie sebagai bayaran."

Alarick menelan ludahnya susah payah. Rahangnya mengeras dan genggaman tangannya pada kaleng soft drink mengerat. Valerie bukan jalang yang bisa kubayar setelah bosan. Batinnya menggeram marah. "Ya."

"Kau tenang saja, Valerie pasti tidak akan masalah dengan itu. Aku bisa menampungnya." Kata Felix sambil menyeringai.

Jangan. Jangan memancing emosiku. Batin Alarick kali ini berseru posesif. "Bagus."

"Dan tentu saja, setelah menikmati tubuhnya dan bosan, aku akan membayar—"

KLANG!! BUGH!!

"JANGAN BERANI MENYENTUHNYA, BRENGSEK!!" teriak Alarick emosi setelah melemparkan kaleng soft drink tepat di lantai dekat kaki Felix dan memberikan bogeman di rahang Felix. Napas Alarick berembus kasar. Dadanya naik turun akibat gemuruh emosi. Matanya memelototi sahabatnya dan tangannya terkepal kuat.

"Alarick!" seru Makiel kaget.

Felix tersenyum meremehkan pada Alarick. "Masih berpikir mencintai adikku, Alarick?"

Emosi Alarick reda seketika. Raut wajahnya berubah kaget dan menegang. Mengapa ia bisa kecolongan? Felix memang sengaja memancing emosinya demi mendapatkan jawabannya sendiri dari Alarick.

Alarick segera merubah raut wajahnya menjadi tegas. "Ya. Dan selamanya akan begitu." Katanya, kemudian berlalu keluar kamar hotel.

Felix terkekeh sinis. "Kau seharusnya mengeja pertanyaanku, Al. Aku memberikan kata "berpikir" di sana." Bisiknya setelah Alarick keluar dari kamar.

Makiel segera membantu Felix berdiri karena Felix terjatuh dari sofa akibat pukulan Alarick. "Apa maksudmu?" tanya Makiel heran.

"Maksudnya, Alarick sudah mencintai Valerie." Bisik Darren dengan tatapan tegas.

Felix tersenyum mendengar ucapan si bungsu. Ya, itu artinya, Alarick hanya berpikir jika dia mencintai Felicia. Sedangkan Alarick tanpa sadar sudah mencintai Valerie.

Jika saja gengsi Alarick tidak setinggi langit dan sikap sombongnya tidak seluas samudera, Alarick pasti akan menyadari hal itu.

Bagi yang belum tahu, cerita ini sudah lengkap dan bisa didapatkan di Playstore dengan judul Bastard Devil