webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Sweet Seventeen

Sonia menatap kearah tempat bimbel dengan harap-harap cemas. Sejak tiga puluh menit yang lalu wanita itu masih setia menunggu sosok yang sangat ingin ia temui. Wanita itu buru-buru keluar dari mobil saat melihat anak-anak mulai keluar dari tempat bimbel, terlebih ia melihat Jeni yang tengah mengobrol dengan teman lelakinya; Sobirin.

Yeri yang melihat sang Mama telah menjemput hendak menghampirinya, namun tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh Jeka dan dibawa kearah motornya.

"Abang! Ngapain sih?! Gue mau nyamperin Mama itu udah jemput". Omel Yeri sembari menunjuk kearah Sonia yang tengah berlari kecil seperti tengah mengejar sesuatu. Jeka hanya melirik sekilas tidak peduli, pemuda itu memakaikan helm Little Poni milik Unaya secara paksa ke kepala Yeri.

"Hari ini gue booking loe!". Sahut Jeka kurang ajar. Yeri langsung menabok mulut Abang-nya yang kalau ngomong tidak di filter. Ia malu karena anak-anak bimbel yang tak sengaja lewat langsung menatap kearahnya dengan tatapan tidak percaya saat Jeka mengatakan kata; booking.

"Mau ngapain dulu?! Itu kasihan Mama kebingungan nyari gue". Kata Yeri.

"Bantuin gue nyari kado buat cewek manja, bawel, tapi gemesin". Kata Jeka sambil mengingat-ingat sosok Unaya. Kemudian pemuda itu terkekeh geli sendiri. Yeri kira Jeka sudah tidak waras, gadis itu menempelkan telapak tangannya ke pantat kemudian ke dahi Jeka.

"Gak panas padahal". Cicit Yeri.

"Buruan elah kebanyakan bacot loe kayak emak-emak!". Jeka sudah naik keatas motornya sementara itu Yeri masih menatap Jeka ragu. Masa Mama mau ditinggal?

"Buruan Yeri!". Kata Jeka sekali lagi saat Yeri malah bengong.

"Ya udah gue kabarin Mama dulu kalo mau pergi sama loe". Jeka berdeham sebagai jawabannya. Yeri buru-buru mengetikkan pesan untuk Sonia sebelum naik keatas motor Abang-nya.

Sonia yang merasakan ponselnya bergetar, menghentikan langkahnya sejenak dan membuka pesan dari Yeri. Wanita itu sesekali melihat ke arah dimana Jeni dan Sobirin yang masih berdiri di bawah pohon Mangga. Setelah membaca pesan Yeri yang katanya hendak pergi dengan Jeka, Sonia bergegas menghampiri dua anak itu.

"Jeni?". Panggil Sonia pelan. Jeni reflek terdiam sementara itu Sobirin mengulas senyum kikuk kearah Sonia.

"Jen, gue tunggu di motor ya". Paham jika keduanya membutuhkan waktu untuk bicara, Sobirin berinisiatif untuk meninggalkan ibu dan anak itu. Jeni menatap kepergian Sobirin dengan perasaan tidak rela, dan setelahnya gadis itu bingung hendak bersikap bagaimana pada Mama-nya.

"Bisa kita bicara bentar, tapi gak disini?". Tanya Sonia lembut. Ingin sekali wanita itu merengkuh Jeni, tapi kenapa rasanya canggung sekali?

"Mau bicara apa?". Sahut Jeni dengan suara serak-nya. Gadis itu mencengkeram tali tas-nya kuat-kuat. Melihat Mama-nya dari dekat seperti ini rasanya sudah lama sekali.

Sonia menarik tangan Jeni lembut menuju mobilnya. Jeni diam saja dan tidak menolak, sungguh gadis itu ingin menanyakan banyak hal pada Mama-nya tapi teringat perkataan Unaya jika semua sudah berbeda. Mereka sudah punya kehidupan masing-masing.

"Apa kabar?". Tanya Sonia memecah keheningan.

"Baik, kita udah punya Mama baru". Sahut Jeni tanpa basa-basi. Sonia tersenyum miris kemudian ia mengusap air matanya.

"Oh ya? Mama baru kalian kayak gimana?". Tanya Sonia lagi. Kini nada suara wanita itu terdengar sendu. Jeni menunduk untuk menyembunyikan air matanya.

"Baik, cantik, sayang sama kita. Pokoknya dia Mama yang terbaik". Kata Jeni berbohong karena pada dasarnya tidak ada Mama terbaik selain Sonia.

"Syukur kalo gitu Mama ikut seneng. Hari ini Kak Unaya ulang tahun yang ketujuh belas kan?". Jeni menatap kearah Sonia dan mengangguk kecil. Sonia mengambil sebuah kotak yang ia simpan di dash-board mobil dan mengulurkannya pada Jeni.

"Mama titip ini buat Kakak kamu". Jeni menatap kotak itu lamat-lamat.

"Kenapa gak kasih sendiri?". Tanya gadis itu. Sonia mematung namun sedetik kemudian tersenyum kecil.

"Kalo Mama punya keberanian pasti...".

"Jeni paham, Mama takut ketahuan sama suami dan anak Mama kan? Mereka pasti ngelarang Mama buat ketemu kita". Potong Jeni cepat-cepat. Sonia menggeleng dan hendak menjawab perkataan Jeni tapi gadis itu sudah lebih dulu membuka pintu mobil.

"Jeni, dengerin dulu".

"Jeni pasti kasih-in ini ke Kak Una. Dan Jeni minta jangan temuin kita lagi, Jeni pergi". Kata Jeni kemudian berlari kearah Sobirin. Sonia menangis terisak kemudian, wanita itu mencengkeram kuat stir mobil. Kenapa jadi rumit begini? Wanita itu tidak bisa menyalahkan sikap Jeni. Wajar anak itu bersikap demikian padanya, toh ia yang jahat telah meninggalkan anak-anaknya. Sonia menegakkan tubuhnya kembali, wanita itu mengusap kasar air matanya. Ia harus terus menjalani hidup yang telah ia pilih.

--Bangsat Boys--

Jeka sibuk mengikat boneka kelinci besar keatas motornya. Pemuda itu sudah siap datang ke pesta ulang tahun Unaya. Antek-anteknya juga ikut dan mereka janjian bertemu di perempatan jalan. Bukan Jeka namanya jika mengikuti aturan dresscode. Bukannya memakai pakaian nuansa putih atau pastel, pemuda itu justru mengenakan ripped jeans dan jaket merah kesukaannya.

Pemuda itu tersenyum kecil saat mengingat perkataan Unaya tadi siang di sekolah;

"Pokoknya gue mau kado loe yang paling besar dari semuanya".

Dan akhirnya boneka kelinci besar yang tengah ia ikat ini-lah yang menjadi kado untuk Unaya. Untung ada Yeri yang paham selera gadis imut seperti Unaya. Mungkin jika Jeka yang memilih, ia akan memberi kado Unaya boneka macan tutul atau buaya.

"Akhirnya selesai juga, ngerepotin banget sih loe cewek cupu!". Omel Jeka pada boneka kelinci tersebut seakan-akan boneka itu adalah Unaya. Jeka juga menjitak kepala boneka tersebut dengan gemas, setelahnya ia terkekeh sendiri. Sekelebat bisikan seakan menampar dirinya.

"Cuma pacaran kontrak kenapa sampai segitunya?".

Senyum Jeka pudar seketika. Pemuda itu menyugar rambutnya kebelakang, pikirannya berkelana. Bener juga! Rela mimisan, ngasih Mogu-mogu Unaya pas sedih, ngurusin pas menstruasi, naik roller coaster sampai muntah, ngejar pas gadis itu ngambek, nurutin semua maunya. Itu buat apa Sat?! Jeka bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Drrrttt... drrtttt...

Lamunan Jeka buyar saat ponselnya bergetar. Pemuda itu bergegas mengangkat telepon dari Victor.

"Udah nyampe? gue....".

"Jimin dikroyok lagi sama antek-antek Mario Bos!". Jeka reflek membulatkan matanya.

"Posisi?!". Tanya Jeka cepat.

"Jalan Melati Bos".

"Otw!".

Pip!

Setelah menutup telepon dari Victor, pemuda itu langsung memakai helm-nya cepat dan bergegas menuju jalan yang disebutkan Victor tadi. Padahal lima belas menit lagi pesta ulang tahun Unaya dimulai.

Sementara itu Princess yang berulang tahun hari ini nampak ceria. Gadis itu tak berhenti mengulas senyum saat teman-temannya datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun.

Malam ini Unaya terlihat sangat cantik dengan gaun putih bersihnya dan natural make-up. Unaya benar-benar bak malaikat yang suci. Teman-temannya bahkan tak henti menatap kearah gadis itu. Namun mata Unaya mulai berputar untuk mencari seseorang yang amat ia nantikan. Kenapa Jeka dan antek-anteknya belum datang?

"Rin, kok Jeka belum dateng ya?". Bisik Unaya ketelinga Ririn. Ririn yang tengah memakan cake-pun ikut mencari sosok yang Unaya tanyakan.

"Mungkin masih dijalan Na, tenang aja dia pasti dateng". Hibur Ririn. Unaya hanya mampu tersenyum kecil. Padahal malam ini Unaya ingin Jeka menjadi pengganti Papa-nya untuk menerima potongan pertama kue ulang tahunnya. Kenapa Jeka belum datang?

--Bangsat Boys--

Jeka mengambil parang-nya sebelum berjalan mendekat kearah Mario dan antek-anteknya yang tengah saling adu jotos. Pemuda itu menggeram marah saat melihat Jimi yang sudah terkulai lemah ditendangi perutnya oleh Mario. Tanpa banyak omong, Jeka langsung menendang punggung Mario hingga tubuh pemuda itu terjembab ke aspal. Suasana jalan sunyi dan gelap karena memang jarang dilalui.

Mario bangkit dan menatap Jeka tajam. Pemuda itu mengusap darah disudut bibirnya. Jeka berjalan mendekati Mario dan langsung menarik kerah baju pemuda itu dengan kasar. Antek-antek Jeka dan Mario diam, mereka semua menyimak leader masing-masing yang saling melempar tatapan bengis.

"Kenapa loe ngeroyok temen gue?!". Tanya Jeka dengan nada dingin.

"Dia nyenggol kita duluan". Sahut Mario sembari mendorong dada Jeka hingga cengkeraman di kerah bajunya terlepas.

"Loe ngeroyok dia dua kali...". Jeka melirik kearah Jimi yang sudah bonyok tak karuan, pemuda itu pastikan Mario dan antek-anteknya akan mendapatkan yang lebih parah dari kondisi Jimi.

"Gue bakal bikin loe lebih parah dari dia Sat!". Jeka menendang perut Mario tanpa aba-aba hingga membuat tubuh pemuda itu terhuyung kebelakang dan muntah darah. Jeka marah sekali, pemuda itu kembali menerjang tubuh Mario dan menghajarnya hingga tak bisa melawan. Antek-antek Jeka yang lain juga menghajar antek-antek Mario hingga perkelahian tak bisa terelakkan.

Mario tak kehilangan akal, pemuda itu menendang perut Jeka dengan lututnya hingga si empunya reflek mundur kebelakang dan menyentuh perutnya yang perih. Mario gantian menghajar Jeka dan beberapa kali darah yang keluar dari mulut pemuda itu terciprat dan mengenai boneka kelinci Unaya. Saat melihat boneka kelinci yang ada di motornya, Jeka langsung teringat oleh gadis itu.

"Maaf Unaya, gue harus balesin luka Jimi". Batin Jeka sebelum kembali menghajar Mario.

Puncak pesta kini sudah dimulai, Unaya yang tadinya ceria mendadak sendu. Ia sedih karena Jeka tidak datang. Ririn yang paham-pun langsung menghibur Unaya, gadis itu menggenggam jemari sahabatnya erat-erat sebagai bentuk support.

"Tiup lilin-nya.... tiup lilin-nya...". Unaya terus melamun disepanjang pesta. Kenapa pesta ulang tahunnya jadi berantakan hanya karena satu kunyuk yang berhasil mencuri hatinya? Unaya baru menyadari satu hal, gadis itu bodoh karena telah menyalahartikan perlakuan Jeka selama ini padanya.

"Ayo sayang, tiup lilin-nya". Irene menyentuh pundak Unaya lembut dan menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

Hufffffff....

"Prok...prok...".

Tepuk tangan meriah menggema saat Unaya meniup lilin. Helena beringsut mendekat kemudian membisikkan sesuatu pada adik tirinya itu;

"Gue tahu loe berharap Jeka bakalan dateng. Loe mungkin ngira kalo loe milik Jeka sepenuhnya, apa yang mau loe harepin Unaya? Gue sama Jeka udah sejauh ini". Bisik Helena dengan lembut tapi menusuk. Gadis itu bahkan menunjukan cicin yang melingkar di jari manisnya. Unaya lemas seketika, ulang tahun-nya hari ini kacau! Super kacau!

Setelah acara potong kue, semua tamu bebas melakukan apapun. Mau menyanyi, nge-dance, makan, terserah! Tapi Unaya justru memilih duduk sendirian di tepi kolam renang. Gadis itu mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes, ia juga mencengkeram ujung dress-nya kuat-kuat. Unaya sedih karena dua sosok lelaki yang ia sayangi tidak hadir di hari special-nya.

"Eh katanya yang punya acara mau nyanyi loh. Sini dong Unaya!". Teriak Ririn lewat microfon. Unaya langsung gelagapan, Ririn emang bener-bener! Gadis itu menggeleng cepat kearah Ririn.

"Naik! Naik! Naik!". Teriak Ririn lagi yang diikuti oleh semua tamu. Mau tak mau Unaya naik keatas panggung sembari mencibir ke arah Ririn.

"Mau nyanyi apa nih Princess?". Goda Ririn. Tanpa banyak berfikir Unaya langsung menjawab.

"Nikka Costa, First Love".

--Bangsat Boys--

Bangsat Boys langsung membawa Jimi ke rumah sakit setelah berhasil menumbangkan Mario dan antek-anteknya. Mereka tidak peduli ditatap aneh oleh orang-orang yang ada di rumah sakit. Tidak ada hal lain yang Jeka pikirkan kecuali keadaan Jimi. Solidaritas Jeka itu tinggi, ia sangat menjaga teman-temannya karena hanya merekalah yang ada disampingnya saat tengah terpuruk.

"Jim gimana ceritanya sih loe bisa dikeroyok mereka?". Tanya Jeka pada Jimi yang baru saja selesai di-obati. Tangan pemuda itu di-gips dan perban ada dimana-mana. Mereka semua sempat ngeri lantaran Jimi mirip seperti mumi.

"Lampu motor gue mati Bos, jalan-nya juga gelap. Mana gue tahu kalo di depan gue ada motor, ya udah langsung gue tubruk aja. Eh gak tahunya yang gue tubruk antek-anteknya si Mario. Emang lagi apes aja gue". Cerita Jimi. Jeka mengangguk paham. Masalah sepele tapi bisa jadi besar jika anak-anak remaja seperti mereka yang mengalaminya.

"Gila udah jam sebelas aja, ulang tahun-nya Bu Bos udah selesai dong". Ujar Bambang. Jeka langsung menatap kearah pemuda itu. Lah iya Unaya, Jeka tebak pasti gadis itu bakalan ngambek.

"Mana loe udah bawa boneka se-gedhe gaban lagi Bos". Tambah Victor. Jimi terkekeh mendengarnya.

"Ya udah sono buruan ke rumah Bu Bos, dia pasti udah nunggu kalian. Apalagi loe Bos". Kata Jimi kemudian beralih menatap Jeka.

"Tapi loe....".

"Santuy aja. Gue gak apa-apa". Jeka tersenyum kemudian menepuk pundak Jimi sekali. Setelah itu ia dan antek-anteknya bergegas kerumah Unaya. Gak apa-apa telat, daripada tidak sama sekali?

"Beli kembang malem-malem begini dimana ya?". Tanya Jeka pada antek-anteknya.

"Nyomot aja Bos dikuburan". Sahut Victor asal sembari memakai helm-nya.

"Dasar antek-antek gak guna". Cibir Jeka sebelum melenggang pergi meninggalkan antek-anteknya. Pemuda itu hendak membeli bunga sebagai permintaan maaf.

Sementara itu Jeni dan Irene bingung kenapa setelah pesta selesai Unaya langsung mengurung diri di kamar? Sedangkan Helena tidak peduli dan langsung tidur setelah pesta selesai. Unaya berbaring menatap langit-langit kamarnya, pikirannya berkelana. Apa ia batalkan saja ya kontrak pacarannya? Toh perasaannya tidak akan terbalas. Semakin lama perasaan Unaya semakin dalam, bagaimana ini ia menyukai Jeka? Unaya mengusap wajahnya frustrasi.

"Emang harusnya kita gak boleh main-main kan sama perasaan? Kebawa arus deh gue". Gerutu Unaya. Gadis itu menoleh ke samping dimana kotak pemberian Mama-nya ada disana. Unaya ingin membukanya tapi ragu, alhasil gadis itu memasukkannya kedalam laci meja dan memilih tidur saja.

Irene yang tengah mencuci gelas bekas Jeni minum susu mengernyitkan keningnya saat mendengar suara deru motor dan selanjutnya bel rumah berbunyi. Siapa yang malam-malam begini bertamu kerumahnya? Sebelum membuka pintu rumah, Irene mengintip dari jendela untuk melihat siapakah gerangan yang datang.

"Jeka?". Pekik Irene begitu pintu ia buka. Jeka dengan wajah bonyoknya tersenyum lebar kearah wanita itu.

"Malam Tante, Unaya-nya ada?". Irene mengangguk kecil. Wanita itu speechless melihat Jeka dan antek-anteknya yang bonyok masih bisa tersenyum lebar.

"A-da. Masuk dulu". Irene membuka pintu rumah lebar-lebar dan mempersilahkan mereka semua masuk kedalam rumah. Setelahnya wanita itu langsung memanggil Unaya yang sudah tertidur pulas.

"Suruh aja ke sini, Una udah PW alias posisi uenak Ma!". Rengek Unaya yang tidak mau turun kelantai bawah. Irene menabok bokong Unaya dengan gemas sebelum kembali kelantai bawah untuk menemui Jeka.

"Unaya-nya udah bobo tuh, kalo mau ketemu naik aja ke kamar-nya. Tapi janga macem-macem ya?!". Peringat Irene.

"Eh? Iya Tan. Beres". Sahut Jeka yang sebenarnya malu untuk menemui Unaya di kamarnya. Irene pamit kebelakang untuk membuatkan mereka minuman.

"Inget ya rencana yang tadi gue bilang!". Kata Jeka pada antek-anteknya.

"Siap! Bos". Seru mereka kompak. Jeka dan antek-anteknya naik kelantai atas dan berdiri di depan pintu kamar berwarna putih dengan tulisan 'Unaya' disana.

Victor orang pertama yang mengetuk pintu kamar Unaya.

"Masuk!". Seru Unaya dari dalam. Pemuda itu langsung masuk sembari membawa setangkai bunga mawar. Unaya yang sedang rebahan-pun kaget melihat Victor masuk kedalam kamarnya.

"L-loe ngapain...".

"Selamat ulang tahun Bu Bos". Kata Victor sembari mengulurkan setangkai bunga mawar kearah Unaya. Unaya menerimanya dengan ragu, baru juga hendak bertanya Victor sudah lebih dulu ngacir keluar.

"Eh? Woy! Ini maksudnya apa?!". Teriak Unaya, selanjutnya Wonu masuk kedalam kamar Unaya dan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Victor tadi. Begitu seterusnya sampai...

Jeka berdiri diambang pintu kamar Unaya sembari membawa sebuket bunga.

Unaya ternganga melihatnya, pemuda itu berjalan kearah Unaya dan mengecup lembut dahi gadis itu.

"Selamat ulang tahun Tuan Putri". Begitu ucapnya. Mata Unaya berkaca-kaca, gadis itu bangkit dan langsung memeluk Jeka begitu saja bahkan sampai tubuh pemuda itu terhuyung kebelakang. Unaya memeluk Jeka dengan manja. Jeka yang tadinya kaget, dibuat tersenyum dengan tingkah Unaya. Sebelah tangan pemuda itu mengusap pelan punggung Unaya dan yang satunya masih menggenggam erat buket bunga.

"Kenapa gak dateng?!". Gerutu Unaya. Jeka mengurai pelukan mereka dan menatap Unaya lamat-lamat.

"Maaf, Jimi dikeroyok tadi. Jadi gue harus bantu dia". Kata Jeka dengan lembut, pemuda itu mengusap pipi Unaya pelan.

"Jadi Jimi lebih penting ya daripada ulang tahun gue?". Jeka tergagap mendengar pertanyaan Unaya. Kalau dijawab jujur pasti ngambek, apalagi kalau bohong.

"Ya gak gitu, cuma...".

"Oke gak apa-apa, Thanks bunga-nya". Potong Unaya kemudian merebut bunga yang ada ditangan Jeka. Gadis itu menciuminya sembari senyum-senyum sendiri, Jeka ikut mengulas senyum.

"Bro, bawa masuk!". Kode Jeka pada antek-anteknya. Dan setelah itu Jaerot masuk ke kamar Unaya sembari membawa boneka kelinci besar.

"Woaaahhhh...". Unaya sampai dibuat takjub.

"Paling gedhe kan kadonya?". Tanya Jeka sembari meletakkan boneka kelinci itu keatas pangkuan Unaya. Unaya mengangguk cepat dan memeluk boneka itu.

"Eh?". Pekik-nya saat melihat percikan darah di telinga boneka yang Jeka berikan.

"Sorry-sorry tadi sempet kena darah pas berantem. Gue beliin yang baru ya".

"Gak usah! Gue suka kok, makasih ya Jeka". Ujar Unaya sembari tersenyum manis. Jeka mengangguk kecil kemudian menepuk kepala Unaya beberapa kali.

"Tapi kue-nya udah habis maaf ya". Kata Unaya dengan sendu.

"Tenang aja, gue udah siapin kok".

"Eh?".

Jeka menepuk tangannya dua kali dan Wonu langsung membawa kue ulang tahun kedalam kamar Unaya.

"Tiup lilin-nya... tiup lilin-nya...". Meski bingung, Unaya meniup lilin-nya juga.

Hufffffffff...

Jeka dan antek-anteknya bertepuk tangan meriah. Bangsat Boys tidak semenyeramkan seperti apa yang dikatakan murid-murid di sekolah. Mereka bisa tertawa dan bertingkah konyol kok, Unaya tersenyum dibuatnya.

"Selfie dulu dong". Jeka merangkul Unaya dan memotret beberapa kali.

"Turun yuk, makan dulu". Seru Mama Irene. Antek-antek Jeka tentu saja langsung meng-iyakan. Mereka langsung mengikuti Irene dari belakang.

"Maaf-maaf nih Tante cantik, boleh gak nanti kita bungkus makanan buat dibawa pulang? Kasihan Tan temen kita ada yang lagi di rumah sakit, belum makan". Kata Victor kurang ajar, Wonu langsung menyikut lengan Victor. Irene terkekeh mendengarnya.

"Boleh, nanti Tante bungkusin buat temen kamu".

"Alhamdulilah, gak salah penghuni rumah ini isinya malaikat semua". Celetuk Victor tidak jelas.

Sementara itu didalam kamar....

Jeka menarik lengan Unaya lembut saat gadis itu hendak menyusul yang lain.

"Kenapa?". Tanya Unaya. Jeka terlihat gugup dan mencuri tatap kearah bibir Unaya.

"Itu... loe udah legal kan buat....". Kata Jeka tergagap. Unaya menarik sebelah alisnya menunggu Jeka melanjutkan ucapannya.

"Legal buat?". Jeka melirik bibir Unaya lagi kemudian memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya. Unaya merasa perutnya tergelitik, gadis itu merasakan nafas Jeka menerpa wajahnya. Sebelum Jeka berhasil meraih bibirnya, Unaya lebih dulu menahan dada Jeka.

"Tapi loe belum legal Jeka". Ujar Unaya kemudian berlari keluar kamar karena malu.

Sementara itu Jeka....

B.L.A.N.K

Hiyaa si Bos gagal nyipok :v

--Bangsat Boys--