webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Undangan Ulang Tahun

"Bos! Ini helm ponakan loe gak dibawa?!". Seru Bambang sembari mengangkat helm Little Poni milik Unaya. Jeka yang hendak memakai helm-nya mendadak urung, pemuda itu berdecak sebal sebelum berjalan kembali kearah antek-anteknya. Yang punya helm ini nih, bawaannya bikin emosi terus. Begitulah batin Jeka.

Jeka menyambar helm tersebut kemudian kembali ke-motornya dan bergegas mengejar Unaya yang naik ojek. Antek-antek Jeka saling pandang, tumben Bos mereka menye-menye begitu. Masa pentolan sekolah takhluk sama cewek cupu.

"Sejauh mata memandang gue gak pernah ngelihat si Bos kayak gini. Cewek ngambek ya udah dibiarin aja, lah sekarang dia sampe bela-belain ngejar Bu Bos yang lagi ngambek". Kata Jimi mulai bersuara, yang lain diam mencoba mencerna perkataan Jimi.

"Sejauh mata memandang paling yang loe liat belek Jim". Ledek Victor. Jimi berdecak sebal, ini lagi serius kenapa Victor malah ngelawak?

"Ck! Serius gue Sat! Mungkin gak sih si Bos falling in love beneran?".

"Loe lupa Jim kalo mereka cuma pacaran kontrak? Dan menurut gue sikap Bos ke Unaya itu cuma karena kontrak doang. Bos bikin Unaya senyaman mungkin biar dia betah sekongkolnya. Liatin aja besok kalo Bos udah berhasil balas dendam, dia pasti juga ngejauhin Unaya. Kita tahu sendiri kalo Bos gak semudah itu jatuh cinta". Perkataan Victor membuat yang lain terdiam. Benar juga, lagian Jeka juga sedang dalam tahap melupakan Helena. Agak tidak mungkin jika perasaan pemuda itu berpindah begitu cepat. Kalaupun memang Jeka menyukai Unaya, perasaan itu belum dalam. Toh kebersamaan mereka masih terbilang singkat. Dua tahun VS seminggu, apa yang mau diharapkan?

Sementara itu Unaya menangis diatas ojek sampai-sampai Abang tukang ojeknya panik sendiri. Alhasil si Abang tukang ojek mengendarai motornya pelan-pelan saja, Unaya menangis tersedu-sedu. Iya tahu lebay, tapi bagaimana rasanya kalau lagi sebal tapi disimpan terus menerus? dan akhirnya meledak juga kan! Unaya marah pada Jeka, pokoknya marah. Ia mau batalin kontrak pacarannya saja nanti.

"Neng, jangan nangis terus. Nanti air matanya kering loh". Kata si Abang tukang ojek tidak jelas. Unaya semakin dibuat terisak, ngapain sih ini tukang ojek nyaut-nyaut aja?! Gak ada yang ngajak ngomong juga! Begitulah batin Unaya.

"Abang gak tahu gimana perasaan saya! Udah diem aja Bang gak usah ngajak saya ngomong! Saya lagi puasa ngomong! Hiks...". Omel Unaya dan kembali terisak lagi. Si Abang tukang ojek menutup mulutnya rapat-rapat. Matanya membulat saat melihat ada sebuah motor yang seperti tengah membuntutinya dari kaca spion.

"Neng! Neng! Kok ada yang buntutin motor saya ya? Jangan-jangan begal". Kata si Abang tukang ojek yang terlihat panik. Unaya ikutan panik, gadis itu ikut melihat kearah kaca spion. Saat tahu siapa yang membuntutinya, Unaya langsung mendengus sebal.

"Ngebut aja Bang, ngebut! Dia bukan begal! Dia orang yang udah bikin saya nangis kayak gini". Seru Unaya yang dipatuhi oleh si Abang tukang ojek. Tukang ojek itupun menambah kecepatan motornya. Jeka membunyikan klakson berkali-kali tapi Unaya tidak menggubrisnya, gadis itu justru menyuruh si Abang tukang ojek tambah ngebut.

"Bang! Buruan elah! Itu udah mau nyusul!". Kata Unaya dengan panik. Tidak sulit bagi Jeka untuk menyamakan kecepatan motornya dengan si Abang tukang ojek. Bahkan motor pemuda itu kini sudah ada disamping si Abang tukang ojek dan Unaya. Unaya langsung melengos kearah lain, gadis itu berbisik ke Abang tukang ojek untuk tetap melajukan motornya meski beberapa kali Jeka meminta untuk berhenti.

"Bang! Berhenti Bang!". Teriak Jeka lagi sambil membunyikan klakson motornya.

"Ngebut lagi Bang! Jangan berhenti". Si Abang tukang ojek dilema. Di satu sisi ia takut dengan Jeka yang beberapa kali menendang motornya sampai mau oleng, dan disisi lain ia kasihan dengan Mbak cantik yang nangis gara-agar disakitin cowok.

"Woy Bang! Gue tendang lagi nih motor loe". Karena diabaikan, akhirnya Jeka menendang lagi motor si Abang tukang ojek, Unaya menutup matanya rapat-rapat dan secara reflek memeluk pinggang si Abang tukang ojek karena motornya mau jatuh.

"Unaya kalo loe gak mau turun, gue bakal rusakin motor Abang-nya. Gue hitung sampai tiga....". Ancam Jeka.

"Udah Neng nurut aja napa sih! Itu pacarnya serem amat". Ujar si Abang tukang ojek.

"Gak mau! Dia itu jahat Bang! Pokoknya Abang gak boleh berhenti!". Kata Unaya mewanti-wanti.

"Satu....". Unaya gelagapan. Kalau Jeka nekat gimana? Kasihan juga Abang ojek jadi korban. Melihat Unaya masih diam saja, Jeka semakin merapatkan motornya hingga beberapa kali bergesekan dengan motor si Abang tukang ojek.

"Dua....". Jeka mulai mengangkat kakinya dan bersiap untuk menendang motor si Abang tukang ojek. Unaya memejamkan matanya rapat-rapat, si Abang tukang ojek mulai gemetaran.

"Ti....".

"Oke gue turun!". Teriak Unaya kemudian. Jeka tersenyum puas, pemuda itu menjauhkan motornya dan membiarkan si Abang tukang ojek menepikan motornya di pinggir jalan. Unaya turun dari motor dengan wajah masam, gadis itu hendak mengeluarkan uang dari saku rok-nya namun Jeka lebih dulu mengulurkan uang kearah si Abang tukang ojek.

"Sorry ya Bang, biasa cewek kalo ngambek kan bikin ribet". Kekeh Jeka yang dibalas kekehan oleh si Abang tukang ojek karena dibayar lima puluh ribu.

"Iya maklum kok Mas, ya udah saya lanjut narik...". Si Abang tukang ojek beralih menatap Unaya yang masih manyun sambil mengusap-usap matanya.

"Jangan nangis lagi Mbak, nanti air matanya jadi mutiara loh". Ledek si Abang tukang ojek. Dikira ikan duyung apa kalau nangis air matanya jadi mutiara! Unaya mendengus sebal sementara itu Jeka tertawa ngakak mendengar banyolan receh dari si Abang tukang ojek.

Setelah si Abang tukang ojek pergi, Jeka beralih menatap Unaya yang masih dalam mode ngambek. Gadis itu cemberut sembari bersedekap dada, enggan menatap Jeka. Jeka bersandar di motornya sambil menatap Unaya lekat-lekat.

"Maaf udah bikin nangis". Kata Jeka lembut. Unaya tidak menjawab, gadis itu hanya bergumam 'huh' kemudian melengos kearah lain. Jeka menahan tawanya, pemuda itu geleng-geleng kepala tidak habis fikir dengan tingkah Unaya yang mirip anak kecil. Bahkan Yeri saja kalau ngambek tidak seperti Unaya, tidak menyebalkan sih bagi Jeka justru menggemaskan.

"Maaf udah cuekin seharian dan gak kasih kabar dulu kalo gak bisa jemput". Kata Jeka lagi. Jujur Unaya sedikit merasa tersanjung karena Jeka bahkan tahu dimana letak kesalahannya hingga membuat dirinya marah. Tapi tetap lah gengsi cewek harus di junjung tinggi dulu! Unaya hanya melirik Jeka sekilas, kemudian kembali menatap kearah lain.

"Kok diem aja?".

"Gue lagi puasa ngomong!". Sahut Unaya cepat dan jutek. Jeka mengusap hidungnya pelan, pemuda itu mengambil sebotol Aqua dari dalam tas-nya dan mengulurkan kearah Unaya. Unaya menatap botol Aqua dan Jeka bergantian, apa coba maksudnya? Paham jika Unaya kebingungan, Jeka buru-buru menjelaskan.

"Batalin dulu puasanya, biar gue bisa ngomong sama loe". Unaya menganga mendengar perkataan Jeka. Dengan sebal gadis itu merebut botol Aqua tersebut dan menegaknya hingga tandas. Sebel tahu gak, sebel! Jeka terkekeh dibuatnya, apalagi saat Unaya mengusap bibirnya dengan kasar sambil menatapnya marah.

"Loe tuh emang bener-bener ya! Bikin gue sebel, kenapa sih loe itu...". Jeka mengorek kupingnya, omelan Unaya semakin lama semakin tak terdengar. Jeka hanya bisa menangkap bibir gadis itu yang bergerak cepat sembari mengeluarkan beberapa kata umpatan.

"Udah? Yuk makan". Kata Jeka setelah Unaya selesai ngomel. Unaya menormalkan nafasnya yang memburu, capek juga ngomel-ngomel. Unaya yang belum puas ngomel-pun lanjut memukul tubuh Jeka dengan sekuat tenaga. Jeka diam saja, pemuda itu membiarkan Unaya melampiaskan emosinya dengan memukuli tubuhnya.

"Hih... sebel! Sebel!". Unaya menendang tulang kering Jeka, pemuda itu reflek mengerang kesakitan namun beberapa detik kemudian kembali berdiri tegak. Membiarkan Unaya menjadikan tubuhnya samsak tinju.

"Udah capek belum? Kalo udah, ayo makan". Kata Jeka lagi. Unaya menatap Jeka dengan sebal, gadis itu berkacak pinggang di depan Jeka. Sementara itu Jeka menatap Unaya datar dan santai.

"Enak banget ya loe ngomong?! Loe pikir gue bisa di sogok pake...".

"Jadi mau-nya apa?". Potong Jeka cepat-cepat dengan nada sehalus mungkin. Unaya mengatupkan bibirnya rapat-rapat, kemudian berseru;

"Mau Mogu-mogu". Rengeknya manja.

Jeka mengulas senyum tipis kemudian mengusap kepala Unaya.

"Ya udah yuk beli Mogu-mogu". Sahut pemuda itu sembari membantu Unaya memakai helm-nya.

Padahal di dalam hati;

"Pingin tak hiiihhhhhh!".

--Bangsat Boys--

Unaya membantu Mama Irene menyiapkan sarapan, gadis yang besok berulang tahun itu nampak ceria. Meski Papa tidak bisa hadir di acara sweet seventeen-nya, tapi beliau sudah mengirimkan kado fantastis. Besok malam akan ada pesta dirumahnya, semua teman sekolah ia undang. Unaya jadi tidak sabar menantikan esok hari.

"Undangan-nya udah Mama ambil, bisa kamu bagiin hari ini". Kata Irene. Unaya tersenyum dan mengecup pipi Mama-nya.

"Makasih Mama sayang". Ujar Gadis itu kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Kado-nya udah nyampe lho, gak mau liat?". Goda Irene. Unaya membulatkan matanya, gadis itu berlari secepat kilat menuju garasi mobil. Unaya menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, asyiqueeeee dibeliin Mini Cooper sama Papa. Sudah lama Unaya merengek minta dibelikan mobil, tapi Papa-nya selalu mengatakan boleh punya mobil kalau sudah berusia tujuh belas tahun. Dan akhirnya kesampaian juga.

"Ya ampun udah gedhe aja gue, udah punya mobil juga huhu". Meski belum bisa naik mobil, yang penting ada mobilnya dulu hehe. Punya SIM juga belum, jadi mungkin mobilnya untuk pajangan sementara waktu ini.

Unaya girang bukan main, sampai-sampai meminta Mama Irene untuk mengeluarkan mobilnya. Unaya berfoto alay di depan mobil barunya sampai-sampai tidak menyadari jika Jeka tengah menatap gadis itu dengan tatapan aneh. Unaya sudah memakai tas-nya, gadis itu memang sedang menunggu Jeka menjemput.

"Cewek cupu". Panggil Jeka. Unaya langsung menoleh dan tersenyum lebar.

"Eh? Udah dateng. Keren gak mobilnya?". Tanya Unaya. Jeka menatap mobil Mini Cooper putih Unaya kemudian mengangguk.

"Heum, keren. Mobil baru Mama loe?". Tanya Jeka berbasa-basi. Unaya mengibaskan rambutnya sombong.

"Punya gue dwong". Sahutnya alay.

"Emang bisa nyetir mobil?". Ledek Jeka sambil memutar-mutar kunci mobilnya. Unaya mendengus, senyum bahagianya luntur seketika.

"Ya belum, makannya mau belajar". Unaya berjalan mendekati Jeka. Jeka terkekeh geli kemudian mengacak rambut Unaya.

"Manyun teroooossss. Besok gue ajarin". Kata Jeka membuat Unaya menatap pemuda itu dengan mata berbinar.

"Beneran ya?".

"Tapi ada syaratnya". Kata Jeka dengan jahil.

"Apa?". Jeka tersenyum miring kemudian menunjuk pipinya, kode minta dicium. Unaya yang paham-pun mengulas senyum malu-malu kemudian....

Plak!

"Udah ayok berangkat". Unaya masuk begitu saja kedalam mobil Jeka. Sementara itu Jeka mengusap pipi-nya yang perih karena kena tampol. Sadiz! Pakai z!

--Bangsat Boys--

Dijam istirahat pertama, Unaya dan Ririn membagikan undangan pesta sweet seventeen Unaya. Semuanya diundang tanpa terkecuali, Princess masa ulang tahunnya gak dirayain. Unaya merasa bahagia karena sudah memasuki masa legal untuk melakukan apapun. Mama dan Papa-nya juga pasti mulai memberikan kepercayaan padanya karena sudah dewasa. Enaknya jadi orang dewasa, begitu batin Unaya.

"Dateng ya ke acara ulang tahun best friend gue. Jangan lupa bawa kado!". Kata Ririn galak sembari mengulurkan undangan ulang tahun pada murid-murid yang lewat. Unaya menyenggol lengan Ririn, gadis itu malu dengan tingkah bar-bar sahabatnya ini.

"Dateng ya, gak bawa kado juga gak apa-apa kok. Yang penting doa-nya aja". Unaya buru-buru meralat perkataan Ririn sembari tersenyum ramah. Setelah murid-murid itu pergi, Ririn mulai protes.

"Kalo loe bilang kayak gitu yang ada mereka bakal gak bawa kado beneran bego! Kasihan Papa loe gak balik modal". Ujar Ririn tidak jelas. Unaya mendengus malas kemudian berjalan mendahului Ririn. Gadis itu celingak-celinguk seperti tengah mencari sesuatu.

"Undangannya tinggal satu buat siapa?". Tanya Ririn sembari melirik undangan yang dibawa Unaya. Unaya menoleh kearah Ririn sebelum menjawab.

"Buat Bangsat Boys".

Unaya dan Ririn mengelilingi sekolah hanya untuk mencari Bangsat Boys. Mungkin Unaya adalah gadis ternekat yang bisa-bisanya mengundang geng badung sekolah itu untuk hadir dipesta ulang tahunnya. Mungkin saja orang-orang yang datang dipesta Unaya memilih membubarkan diri saking takutnya melihat kehadiran Bangsat Boys. Namun Unaya memilih tidak peduli, baginya semua orang itu sama. Semua murid disekolah ia undang, Bangsat Boys bagian dari sekolahnya maka tak ada yang salah jika gadis itu mengundang mereka.

"Gak ada yang tahu dimana markas mereka Na. Lagian kenapa sih loe ngundang mereka segala, bikin bala tahu gak?". Omel Ririn.

"Loh emang kenapa?". Mata Unaya tak sengaja menangkap sosok Jimi yang hendak berjalan entah kemana.

"Ya kan....".

"Jim! Jimi!!!". Seru Unaya kemudian berlari kearah Jimi. Ririn menghembuskan nafasnya sebal, gadis itu menyusul Unaya.

Jimi yang namanya dipanggil-pun reflek menoleh kebelakang. Pemuda itu menunggu Unaya yang tengah berlari kearahnya.

"Ada apa Bu Bos?". Tanya Jimi pendek.

"Jeka mana? Gue nyariin kalian sampe keliling sekolahan gak ketemu-ketemu". Jawab Unaya dengan nafas terengah.

"Ha? Nyariin kita, mau ngapain?". Jimi menarik sebelah alisnya.

"Gue mau ngasih ini". Unaya menunjukkan undangan berwarna pastel itu kearah Jimi. Jimi hendak meraihnya namun Unaya buru-buru menjauhkan undangan itu.

"Etttttt... tapi gue mau ngasihin langsung ke leader loe". Kata Unaya dengan senyum culas.

"Gak bisa Bu Bos". Sahut Jimi langsung.

"Kenapa?!".

"Bos lagi di markas, gak boleh ada yang tahu dimana markas kita". Jelas Jimi. Ririn dan Unaya saling berpandangan.

"Kenapa?". Kini Ririn yang gantian bertanya.

"Ya pokoknya gak boleh aja". Markas Bangsat Boys memang tersembunyi, hanya anggota geng saja yang tahu plus penjual di warung kopi. Jika markas mereka di ketahui orang lain, yang ada musuh-musuh mereka akan menghancurkan markas. Belum lagi kalau guru BK sampai tahu, gak punya tempat madol lagi dong.

Unaya memutar bola matanya malas, gadis itu pokoknya mau memberikan undangan ulang tahunya pada Jeka secara langsung. Mata gadis itu tak sengaja menangkap kunci motor yang sedang dibawa Jimi. Langsung saja Unaya merebut kunci motor tersebut dan memasukkan kedalam baju seragamnya. Jimi melotot dibuatnya.

"Bu Bos! K-kok dimasukin?". Tanya Jimi tergagap sembari menunjuk-nunjuk Unaya. Unaya berkacak pinggang sembari menatap Jimi dengan licik. Ririn ikut-ikutan.

"Kasih tahu dimana markas kalian kalo mau kunci motor loe balik!". Ancam Unaya yang membuat Jimi tergagap.

"Jangan gitu lah Bu Bos, balikin sini elah". Rengek Jimi.

"Ambil sendiri dong!". Seru Ririn. Unaya sempat melotot kearah Ririn, yang bener aja masa Jimi disuruh ngerogoh-rogoh bajunya.

"Yang bener aja! Bisa-bisa gue di kuliti sama Bos! Please lah Bu Bos, biar gue aja yang ngasihin undangannya ke Bos ya ya ya". Jimi sampai memohon-mohon. Ia tidak berani kalau disuruh mengambil kunci motornya yang ada di dalam baju Unaya. Masih sayang nyawa Jimi tuh.

"Gak mau! Ya udah kalau masih ngeyel. Yuk Rin kita buang kunci motor-nya ke-sumur".

"Eh? Iya-iya! Gue telepon nih si Bos, gue tanyain dulu boleh gak gue bawa kalian ke markas". Kata Jimi dengan sebal. Pemuda itu langsung menghubungi Jeka. Gak yang laki, gak yang cewek kerjaannya nyusahin dia aja. Begitulah batin Jimi.

"Halo Bos, ini cewek loe rewel banget mau minta ketemu di markas". Unaya dan Ririn diam menatap Jimi yang tengah menelepon Jeka.

".....". Jimi terlihat menggerutu.

"Ya oke, berarti loe ngijinin gue buat ngerogoh baju Bu Bos ya". Unaya melotot begitu mendengar perkataan Jimi. Gadis itu menyalahkan Ririn yang asal bicara tadi.

"...".

"Kunci motor gue dimasukin kedalem bajunya Bos! Gue diancem".

"....".

Setelah mendapat titah dari Jeka, Jimi langsung mematikan sambungan teleponnya. Unaya dan Ririn menatap Jimi penuh harap.

"Ikut gue!".

--Bangsat Boys--

Unaya dan Ririn bergandengan erat-erat. Saat ini mereka sudah berada di dalam markas Bangsat Boys. Sang leader menatap kedua gadis menyebalkan itu dengan tatapan tajam sembari menghisap rokoknya. Antek-anteknya Jeka juga melakukan hal yang sama, baru kali ini ada orang yang berani memaksa masuk ke dalam markas mereka. Dan parahnya orang itu adalah seorang gadis yang Bos mereka panggil 'cewek cupu'.

"Loe tuh emang keras kepala ya, harus banget ngancem Jimi pake cara kayak gitu?". Tanya Jeka dengan suaranya yang dingin. Unaya gemetaran, Jeka kalau marah auranya memang beda.

"Ide-nya Ririn kok". Cicit Unaya. Ririn membulatkan matanya, gadis itu melepaskan gandengan tangannya dan melengos kearah lain. Apa-apaan masa ia dibawa-bawa, ya meski sempat nyeletuk asal sih. Jeka menghembuskan nafasnya mencoba sabar.

"Balikin kunci motornya". Perintah Jeka. Dengan polos Unaya merogoh baju-nya dan mengeluarkan kunci motor milik Jimi. Antek-antek Jeka menganga melihat aksi Unaya barusan, Jeka-pun juga sama dibuat menganga. Nekat memang!

"Jangan kayak gitu lagi! Gue gak suka!". Kata Jeka galak saat Unaya mengembalikan kunci motor Jimi.

"Iya, maaf". Ujar Unaya dengan suara lirih. Jeka melirik selembar undangan yang dibawa gadis itu.

"Ada apa, sampe maksa mau kesini?". Tanya Jeka kemudian. Dengan ragu Unaya mengulurkan undangan ulang tahun-nya kearah Jeka.

"Besok gue ulang tahun, dateng ya kalian semua". Ujarnya lembut. Bukan hanya Jeka saja yang di buat speechlees, antek-antek Jeka-pun demikian. Untuk yang pertama kalinya ada yang sudi mengundang Bangsat Boys ke-pesta ulang tahun.

--Bangsat Boys--