webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Korban Contekan

"Gue pulang dulu ya cewek cupu". Pamit Jeka sambil mengusap pipi Unaya beberapa kali. Unaya tersenyum dibuatnya, gadis itu mengangguk kecil dan melambaikan tangannya. Rumah jadi ramai dini hari begini gara-gara Bangsat Boys ada di rumahnya.

"Heum, hati-hati. Jangan lupa besok UTS". Kata Unaya mengingatkan. Jeka mengangkat wajahnya seakan mengingat-ingat sesuatu.

"UTS ya? Mapel apa kalo boleh tahu?". Tanya Jeka membuat Unaya mendengus sebal. Padahal besok UTS tapi Jeka bahkan tidak tahu mata pelajaran apa yang diujikan.

"Hih! Masa gak tahu sih?! Bahasa Inggris Jek!". Sahut Unaya gemes-gemes sebel. Jeka terkekeh dibuatnya, pemuda itu menatap Unaya tepat di manik matanya sebelum berujar.

"Wah. Udah pasti dapet nilai jelek. Soalnya gue cuma bisa ucapin satu kalimat Bahasa Inggris sih". Kata Jeka yang membuat Unaya mengernyitkan keningnya bingung.

"Satu kalimat? Apaan?". Jeka tersenyum culas sebelum menjawab;

"I Love You". Ujarnya kurang ajar. Jeka memang kurang ajar! Mungkin baginya itu hanya sebuah guyonan iseng, tanpa pemuda itu tahu jika guyonan tersebut mampu mengikis sisi kewarasan Unaya.

"Masooookkk Bos!!!". Seru antek-antek Jeka kompak. Si leader terkekeh melihat wajah Unaya yang memerah karena malu. Gadis itu memukul dada Jeka manja kemudian berseru.

"Kalo gak niat seriusin, gak usah bikin baper!".

"Eh?". Jeka langsung kicep. Pemuda itu kira Unaya bakalan marah, tidak tahunya gadis itu malah terbahak sendiri begitu melihat wajah kicep-nya.

"Haha. Bercanda! Udah sana pada pulang, udah mau pagi gini. Hati-hati kalian semua". Seru Unaya sambil melambaikan tangan kearah antek-antek Jeka. Jeka mengangguk kemudian berjalan kearah motornya.

"Makasih Bu Bos buat makanannya". Seru Victor sambil mengangkat dua kresek besar berisi makanan yang dibungkuskan Irene. Unaya mengacungkan jempol-nya keatas sebagai kode "oke". Setelahnya suara deru motor mulai bersahut-sahutan dan keluar dari pekarangan rumahnya. Unaya tersenyum kecil kemudian menutup pintu rumah dan tak lupa menguncinya kembali.

Gadis itu melirik jam di dinding rumah, pukul tiga pagi. Unaya menguap lebar, ngantuknya. Padahal besok UTS, gadis itu buru-buru ke kamarnya dan berniat untuk tidur. Tapi sesuatu yang mengintip di laci meja membuatnya urung, kado dari Mama-nya. Gadis itu mengambil kotak tersebut dan duduk dipinggir ranjang, agak lama Unaya menatap kotak pemberian Mama-nya sebelum ia buka perlahan.

Ada secarik kertas dan beberapa tumpukan foto disana, Unaya tersenyum getir melihat foto yang tertumpuk dibagian paling atas.

Sonia dan Unaya memang sering dianggap Kakak-Adik oleh orang-orang yang tidak mengenal mereka. Sonia dulu menikah saat usianya masih delapan belas tahun, dan tidak heran ketika Unaya remaja ia belum terlihat tua. Mereka dulu sangat kompak, bahkan Unaya kerap memakai baju Sonia karena ukurannya tidak jauh beda. Tanpa sadar, air mata Unaya menetes. Gadis itu beralih membuka secarik kertas berwarna merah muda dan membaca isinya.

Dear,

Unaya anak Mama tersayang

Hari ini kamu berulang tahun yang ke-tujuh belas. Waktu cepat sekali berlalu, rasanya baru kemarin kamu lahir dan ada dipelukan Mama. Tapi sekarang kamu sudah tumbuh dewasa dan menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Mama selalu ingin melihat perkembangan kamu dan Jeni, tapi Mama tidak tahu bagaimana caranya.

Melihat kalian sudah tumbuh besar seperti ini membuat Mama bersyukur karena Papa bisa merawat kalian dengan baik. Una, meski Mama sudah punya keluarga baru tapi kalian tetap anak-anak Mama yang hebat. Mama tetap menyayangi kalian Nak, tidak ada yang namanya bekas anak dan bekas Mama di dunia ini.

Mama berharap jika kita tidak sengaja bertemu, kita bisa saling menyapa dan bersikap sebagaimana mestinya. Untuk itu Mama juga kirimkan foto keluarga Mama yang baru, mungkin anak-anak Mama yang sekarang juga bisa berteman baik dengan kamu dan Jeni, namanya....

"Loh sayang katanya besok UTS, kok belum tidur?". Unaya reflek melempar surat dan kotak dari Mama-nya ke kolong ranjang karena tiba-tiba Irene masuk kedalam kamarnya, gadis itu juga buru-buru mengusap air matanya.

"Eh, Mama". Unaya meringis lebar kearah Irene.

"Habis ngapain sih? Kok kayak aneh gitu?". Tanya Irene sembari mengusap rambut Unaya. Mata Unaya bergerak gelisah, gadis itu tidak ingin Irene tahu jika ia dan Jeni sudah mengetahui keberadaan Sonia.

"Ini Ma, Unaya lagi nyiapin peralatan buat persiapan UTS besok". Unaya buru-buru mengambil kartu ujian dari dalam laci meja dan memasukkannya ke dalam tas agar Irene percaya.

"Oh gitu, ya udah. Tapi habis itu langsung tidur ya". Unaya tersenyum kearah Irene. Setelah Irene keluar dari kamarnya, Unaya langsung bernafas lega. Gadis itu berbaring di kasurnya dan menguap lebar, matanya mulai terpejam. Dan akhirnya Unaya lupa melanjutkan kegiatannya tadi.

--Bangsat Boys--

Tepat pukul setengah tujuh, Unaya sudah siap berangkat ke sekolah. Gadis itu memutuskan untuk tidak menunggu Jeka karena pemuda itu baru menjemputnya pukul tujuh. Banyak hal yang ingin Unaya persiapkan di sekolah hari ini sebelum UTS di mulai. Mau mengabari Jeka mana bisa, nomor-nya saja tidak punya.

"Loh gak nunggu Jeka jemput?". Tanya Irene saat Unaya buru-buru menyalaminya sambil menggigit roti tawar. Jeni dan Helena hanya menatap dengan diam, anak rajin dan berprestasi memang beda. Begitulah batin mereka.

"Gak deh Ma, Jeka jemput-nya baru jam tujuh. Unaya mau ngelihat ruang ujiannya dulu, kemarin belum sempat ngelihat". Sahut Unaya yang bergegas memakai sepatunya.

"Ya udah deh hati-hati. Yakin gak mau Mama anter?". Tanya Irene yang terlihat khawatir. Padahal UTS mulai jam delapan tapi Unaya sudah riweuh seperti itu.

"Gak usah Mama, Unaya naik angkot aja. Kalo Jeka jemput bilang aja Unaya udah berangkat sendiri, daghhhhh Ma!". Sahut Unaya cepat kemudian berlari keluar rumah. Irene geleng-geleng kepala, mata wanita itu membulat saat melihat ponsel dan kartu ujian Unaya tertinggal di meja makan.

"Loh hape sama kartu ujiannya?". Pekik Irene yang membuat Jeni dan Helena ikut panik. Irene bergegas keluar dari rumah dan hendak mengejar Unaya tapi gadis itu sudah tidak kelihatan.

"Ceroboh banget sih anak itu". Gerutu Irene. Tadinya Irene hendak menitipkan ponsel dan kartu ujian Unaya pada Helena, namun mobil Jeep hijau Army yang berhenti di depan rumah mengurungkan-nya. Jeka keluar dari mobil sambil tersenyum cerah.

"Tumben". Batin Irene. Biasanya Jeka menjemput Unaya paling cepat jam tujuh pagi, kadang malah lima belas menit sebelum bel masuk.

"Pagi Tante". Sapa Jeka dengan sopan sambil menyalami tangan Irene. Helena yang tadinya hendak keluar rumah mendadak urung dan memilih mencuri dengar obrolan antara Jeka dan Mama-nya dari balik pintu garasi.

"Pagi juga Jeka, tumben udah jemput?". Tanya Irene basa-basi, Jeka langsung nyengir lebar.

"Biar surprice Tan, Unaya-nya pasti belum bangun ya?". Sahut Jeka dengan percaya dirinya.

"Tapi Una-nya udah berangkat tuh". Perkataan Irene sukses membuat senyum Jeka pudar seketika. Mau jemput pagi-pagi biar ada nilai plus-nya dimata doi, eh doi-nya udah berangkat duluan. Irene terkekeh melihat wajah suram Jeka.

"Tapi hape sama kartu ujian Una ketinggalan. Tante titip ya, tolong kasihin ke Una". Lanjut Irene sembari mengulurkan ponsel dan kartu ujian ke arah Jeka. Jeka menerimanya dan mengangguk patuh.

"Siap Tan, pasti nanti Jeka kasih-in". Irene menepuk pundak Jeka sekali kemudian pamit masuk kedalam rumah. Jeka menunggu Irene masuk kedalam rumah terlebih dahulu sebelum hendak pergi.

"Jeka!". Jeka membalikkan tubuhnya karena namanya dipanggil, Helena yang memanggilnya. Jeka berdecak malas, mau apa lagi sih nih orang. Begitu batin Jeka.

"Apa?!". Sahut Jeka jutek. Helena berjalan mendekati pemuda itu hingga keduanya saling bertatap-tatapan.

"Loe beneran suka sama Unaya?". Tanya Helena tiba-tiba. Jeka mengerutkan keningnya kemudian terkekeh sendiri.

"Kenapa emang? Penting gitu loe tahu perasaan gue?". Desis Jeka sembari bersandar di mobilnya. Helena terlihat gelisah, jujur perasaan gadis itu tidak tenang melihat Jeka sudah punya pengganti dirinya. Padahal ia sudah memiliki Mario, tapi hati tidak bisa berbohong. Helena mulai jatuh cinta sungguhan pada Jeka.

"Y-ya penting lah, soalnya...". Helena menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Jeka berdecak, pemuda itu menegakkan tubuhnya hendak pergi.

"Gak jelas loe!". Jeka sudah membuka pintu mobilnya namun perkataan Helena menginterupsi-nya.

"Gue masih pake cincin yang loe kasih!". Gerakan Jeka terhenti. Pemuda itu mematung beberapa saat, hatinya sudah hampir goyah. Namun sekelebat bisikan menyadarkan dirinya.

"Dia udah campakin loe Jek!".

"Gue gak peduli!". Sahut Jeka kemudian masuk kedalam mobilnya. Pemuda itu buru-buru menyalakan mesin dan meninggalkan Helena yang masih diam mematung di tempatnya. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tidak mungkin Jeka bisa secepat itu melupakannya, Helena ingin egois kali ini.

"Woy Kak! Lagi cosplay jadi patung? Buruan elah!". Teriak Jeni dari pintu rumah. Helena mendengus sebal, gadis itu menghentakkan kakinya beberapa kali sebelum masuk kembali ke pekarangan rumah.

Sementara itu Jeka dibuat tidak fokus, pemuda itu mengusap cincin Couple-nya dengan Helena yang ia jadikan bandul kalung. Kata siapa Jeka sudah tidak mencintai Helena? Perasaannya masih ada, namun sekarang perasaan itu mulai terbagi untuk seseorang. Kalian pasti tahu siapa orangnya.

--Bangsat Boys--

Jeka masuk kedalam gedung sekolah dan mencari sosok Unaya. Pemuda itu membaca kartu ujian Unaya, ruang 09. Jeka menatap pintu kelas satu per-satu untuk mencari ruang ujian Unaya. Tawa geli terpatri dari bibirnya saat melihat Victor yang dengan iseng memasang kaca kecil di sepatunya untuk mengintip rok gadis-gadis yang tengah mengerubungi mading.

"Cabul loe!". Ledek Jeka sambil menempeleng kepala Victor dari belakang, pemuda itu langsung melenggang pergi saat Victor mengumpatinya.

"Eh? Mau cabul ya loe?!". Tanya Ririn dengan mata melotot saat melihat Victor mepet kearahnya. Victor gugup seketika, pemuda itu hendak menyembunyikan kaca kecil yang ia pasang di sepatunya namun Ririn lebih dulu memergoki.

"Wah parah temen-temen, dia mau ngintipin rok kita pake kaca. Hajaaarrrrrr!!!". Gadis-gadis korban kecabulan Victor langsung memukul tubuh pemuda itu dengan buku-buku tebal.

"Ampun! Ampun! Betina di sekolah ini serem anjir!".  Gumam Victor kemudian melarikan diri meski dikejar-kejar juga oleh para betina.

Sementara itu di dalam ruang 09 nampak seorang gadis yang sedang khusyu membaca buku. Saking khusyu-nya sampai tidak sadar jika Jeka tengah bersandar di pilar pintu sembari bersedekap dada. Hanya ada Unaya saja yang ada diruangan tersebut. Jeka berdecak kemudian mengetuk pintu beberapa kali, dan barulah Unaya mengangkat kepalanya.

"Eh?". Pekik Unaya. Jeka berjalan kearah Unaya dan duduk tepat didepan bangku gadis itu.

"Kok tadi gak nunggu gue jemput kenapa?". Tanya Jeka sambil menyangga kepalanya dengan tangan sembari menatap Unaya lekat-lekat.

"Pingin berangkat pagi aja, habis loe jemputnya siang banget sih. Tadi buru-buru juga". Sahut Unaya namun tidak menatap kearah Jeka, gadis itu sibuk meraut pensil 2B-nya.

"Buru-buru sampai lupa sama ini?". Sindir Jeka sembari mengangkat ponsel dan kartu ujian Unaya. Unaya reflek membulatkan matanya.

"Omooo...". Pekik gadis itu yang hendak mengambil ponsel dan kartu ujiannya namun Jeka buru-buru menjauhkannya.

"Eeeeetttttt.... yang ini gue sita". Kata Jeka dengan jahil sembari memasukan ponsel Unaya kedalam saku celananya. Jeka meletakkan kartu ujian Unaya ke atas meja kemudian pergi dengan membawa ponsel gadis itu.

"JEKA! HAPE GUE!!". Teriak Unaya dengan sebal namun tidak digubris oleh pemuda itu.

Jeka tertawa-tawa sendiri sembari melihat-lihat galeri foto Unaya. Banyak foto aib gadis itu ternyata, dengan jahil Jeka mengirim foto tersebut ke ponsel-nya.

Jeka mengulas senyum begitu menemukan foto Unaya dan Ririn.

"Pantes cocok, muka-nya aja sama-sama kelihatan o'on". Komentar Jeka yang menilai jika Unaya dan Ririn memiliki vibe gadis o'on plus polos diwajahnya.

Bel berbunyi, Jeka buru-buru memasukkan ponsel Unaya disaku celananya. Pemuda itu berjalan menuju ruang ujiannya, jika murid-murid yang lain meletakan tas mereka didepan papan tulis, maka tidak untuk Jeka. Buat apa? Toh ia tidak membawa tas, pemuda itu berjalan menuju bangku-nya dan merebut paksa pensil 2B milik murid yang duduk disebelahnya. Murid itu hanya bisa diam dan tidak berani protes, mungkin lagi apes karena duduk sebangku dengan pentolan sekolah selama UTS.

"Kode kayak biasa oke?". Kata Jeka pada Victor yang duduk di seberangnya. Pemuda itu mengacungkan jempolnya sebelum memasukkan ponsel kedalam sempak karena pengawas sudah datang. Jeka juga melakukan hal yang sama karena pengawas akan menyita ponsel yang tidak dimasukkan kedalam tas. Setelah pengawas selesai memeriksa dan membagi soal ujian, Jeka buru-buru memindahkan ponselnya dan ponsel Unaya kedalam laci meja.

Di dalam ruang ujian Unaya....

Haykal dan Yoga; kedua antek-antek Jeka yang memang sekelas dengannya itu tiba-tiba mencolek dirinya. Unaya yang sedang fokus mengerjakan soal Bahasa Inggris-pun menoleh kebelakang. Yoga mengulurkan kartu ujian padanya, pemuda itu mengatakan 'baca' tanpa suara.

Unaya membuka kartu ujian Yoga dan membaca tulisan yang ada dibaliknya;

Bu Bos bagi jawaban dong :( itu lembar jawaban loe geser dikit biar gue bisa liat. Ini nanti jawabannya mau dikasih kok ke si Bos :)

Unaya menghembuskan nafasnya sekali, lemah dia tuh kalau sudah bawa-bawa nama si Bos. Akhirnya Unaya yang polos-pun menurut, gadis itu menggeser lembar jawabannya kesamping agar Yoga bisa mencontek jawabannya. Pemuda itu tersenyum senang, langsung lah secepat kilat ia salin jawaban Unaya dan dikirimkan ke Jeka lewat chat. Kebetulan soal Bahasa Inggris IPA dan IPS sama, jadi mereka bisa saling berbagi jawaban.

Di dalam ruang ujian Jeka...

"Bos!". Seru Jaerot sambil mengangkat telunjuknya keatas, kode jika jawaban yang diminta Jeka A. Jeka mengacungkan jempolnya, pemuda itu hendak meminta jawaban pada Yoga yang ada di kelas sebelah tapi kuota-nya habis. Wifi sekolah juga dimatikan jika sedang ada UTS seperti ini.

"Shit!". Umpat Jeka. Namun ia ingat jika sedang membawa ponsel Unaya, alhasil pemuda itu meminta jawaban pada Yoga dengan menggunakan ponsel Unaya. Pemuda itu tersenyum cerah saat Yoga membalas pesannya dan mengirim semua jawabannya. Sedang asyik-asyiknya menyalin jawaban, pengawas tiba-tiba merebut ponsel yang tengah ia bawa.

"Keluar kamu!". Kata pengawas tersebut galak. Semua murid yang ada didalam ruangan tersebut langsung kicep, begitu juga dengan Jeka.

"Tapi Bu, hape-nya?".

"Hape-nya saya sita!". Mampus lah itu hape-nya Unaya. Jeka frustrasi dibuatnya.

Sepertinya hari ini Unaya memang sedang apes, gadis itu masih harus menyelesaikan sepuluh soal lagi. Yoga masih asyik menyalin jawaban Unaya hingga pengawas mulai curiga. Beliau pura-pura berkeliling untuk mengamati gerak-gerik Yoga. Tahu jika pemuda itu mencontek jawaban dari Unaya, pengawas langsung mengambil lembar jawaban Unaya dan membawanya ke meja guru. Unaya shock! Padahal ia belum menyelesaikan sepuluh soal.

"Bisa ngasih contekan berarti sudah selesai, silahkan keluar Unaya Salsabila!".

Unaya si korban contekan :(

--Bangsat Boys--