webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Sayang Sekali

Lima belas menit kemudian polisi datang, sengaja tidak membunyikan sirine karena jika Mario mengetahui kedatangan polisi, pemuda itu pasti akan langsung mendorong Unaya. Polisi sudah siap dengan pistol ditangannya, mereka mengendap-endap naik ke-rooftop. Suara pekikan Jeka sudah tidak terdengar hanya ada suara tangisan Unaya dan tawa dari Mario. Jeka lemah sekali, sampai-sampai membuka mata-pun tidak bisa. Pelan namun pasti, polisi langsung mengepung Mario dan antek-anteknya sembari menodongkan pistol.

"Angkat tangan!". Ujar salah satu polisi hingga membuat antek-antek Mario langsung mengangkat tangan mereka. Mario membulatkan matanya, pemuda itu beringsut mendekati Unaya kemudian menarik gadis itu untuk berdiri. Di peluklah gadis itu dari belakang, lengannya menekan leher Unaya kuat-kuat.

"Kalau ada yang berani mendekat, saya akan dorong dia ke belakang". Ancam Mario. Semuanya dibuat kaget, sudah terkepung namun pemuda itu masih saja berani mengancam. Jeka yang terkulai lemah dilantai langsung dikerubungi oleh antek-anteknya. Kesadaran pemuda itu masih ada walau hanya sedikit, matanya terbuka melihat Unaya yang kembali dalam bahaya.

"Unaya...". Lirih Jeka dengan suara lemahnya.

"Serahkan diri anda sekarang juga". Kata polisi sekali lagi dan siap menekan pelatuknya. Antek-antek Mario sudah diringkus dan dibawa turun kebawah.

Bukannya takut, Mario justru terbahak. Mario semakin menekan leher Unaya hingga gadis itu sulit bernafas. Jeka hendak berdiri menolong Unaya namun pemuda itu tidak bisa, ia hanya bisa meneteskan air matanya berdoa di dalam hati agar gadisnya baik-baik saja.

"Unaya...". Lirih Jeka sekali lagi. Unaya menangis sesenggukan, ia takut sekali. Takut jika Mario benar-benar nekat dan mendorongnya hingga jatuh.

"Yo, loe jangan gila! Unaya gak salah apa-apa! Loe musuhannya sama kita. Mending loe lepasin dia!". Ujar Jimi dengan nafas memburu. Unaya sudah berada dipinggir rooftop yang tidak ada pembatasnya, sekali saja bergerak sudah dipastikan jatuh.

"Telepon ambulans Bam". Perintah Victor yang langsung dipatuhi oleh Bambang. Jeka benar-benar hampir sekarat, kondisinya sangat memprhatinkan.

"Unaya... Vi, Unaya". Gumam Jeka dengan sisa kesadaran yang ia punya. Pandangannya kabur, ia hanya bisa melihat Unaya samar-samar.

"Unaya pasti baik-baik aja Bos, sekarang mending loe pikirin diri...".

"Gue harus selametin dia Vi". Jeka hendak bangkit tapi ia tidak bisa. Tubuhnya terasa remuk, ia merutuki dirinya sendiri yang begitu lemah.

"Sekali kalian melangkah, saya akan pastikan gadis ini jatuh kebawah!". Ancam Mario lagi sembari menunjuk kearah bawah.

"Hiks... Jeka... aku takut... hiksss". Isak Unaya. Tangisnya terdengar pilu, Jeka semakin sakit mendengarnya.

"Vi, dia manggil gue. Gue harus bantu dia Vi...". Kata Jeka dengan nafas putus-putus. Matanya juga sudah mau terpejam.

"Kalau gitu loe harus bertahan Bos! Jangan tidur!". Bentak Jeka dengan mata berkaca-kaca. Pemuda itu tidak tega melihat pemimpinnya terkulai lemas dengan wajah hampir hancur dan baju penuh darah. Ini adalah luka terparah yang pernah Jeka dapatkan, pemuda itu bahkan bisa saja mati jika tidak mampu bertahan lebih lama lagi.

Mario masih saja tak mau menyerahkan diri. Pemuda itu terus mengancam akan mendorong Unaya jika mereka semua tidak pergi dari tempat itu. Jimi yang sudah muak dengan drama garapan Mario pun mendekati salah satu polisi dan membisikkan sesuatu. Polisi mengangguk paham mendengar ide dari Jimi. Dengan cepat Jimi menarik tangan Unaya kearahnya saat Mario lengah, dan polisi langsung menembak kaki Mario hingga pemuda itu jatuh kelantai.

"Akh!!!". Pekik Mario yang langsung diringkus oleh polisi. Jeka akhirnya bisa bernafas lega begitu melihat Mario dibawa oleh polisi. Pemuda itu sempat mengeluarkan sumpah serapah yang sama sekali tidak digubris oleh Jeka dan antek-anteknya.

"Bu Bos loe gak apa-apa?". Tanya Jimi sembari melepas kain yang menutupi mata Unaya. Begitu penutup matanya dibuka, Unaya langsung mengalihkan tatapannya kearah Jeka yang lemah tak berdaya tengah tersenyum tipis kearahnya.

"Jeka". Isak Unaya. Unaya hanya bisa menatap Jeka dengan derai air mata, menunggu Jimi melepaskan ikatan dikaki dan tangannya. Setelah seluruh ikatannya lepas, Unaya langsung berlari kearah Jeka dan memeluk kepala pemuda itu.

"Jeka... hikss... maafin aku". Isak Unaya. Tangan lemah Jeka terangkat untuk menepuk punggung Unaya pelan. Seragam gadis itu terkena bercak darah dari tubuh Jeka. Unaya menggumamkan kata maaf berkali-kali, gadis itu masih menangis sesenggukan. Jeka meraih pipi Unaya dan keduanya saling bertatapan. Unaya semakin dibuat menangis saat melihat wajah Jeka yang penuh lebam dan darah, hati gadis itu nyeri melihatnya.

Sementara Jeka meneteskan air matanya sembari menyentuh luka dipipi dan disudut bibir Unaya. Menelisik wajah cantik gadisnya yang terluka, Jeka sedih. Ia merasa gagal menjadi seorang kekasih yang baik karena membuat gadisnya terluka.

"Gimana ini, kamu luka". Lirih Jeka, tangannya terus merambati wajah Unaya seakan-akan luka diwajah gadis itu akan sembuh jika ia terus mengusapnya. Unaya meraih tangan Jeka yang menempel dipipinya, digenggamnya dengan erat.

"Aku gak apa-apa, kamu harus bertahan ya! Sebentar lagi ambulans-nya datang". Kata Unaya. Gadis itu mengusap darah yang mengalir didahi Jeka. Jeka tersenyum samar, matanya terasa berat.

"Aku ngantuk". Ujar Jeka. Unaya, Jimi, Victor, Jaerot, dan Bambang langsung dibuat panik. Jeka tidak boleh menutup matanya, pemuda itu harus bertahan sebentar lagi.

"Bentar lagi Bos, bentar lagi". Ujar Jaerot.

"Kalau sampai kamu tidur, aku bakal benci banget sama kamu Jeka!". Teriak Unaya sambil terisak-isak. Jeka terbatuk, mulutnya kembali mengeluarkan darah. Pemuda itu menyentuh dadanya menahan sesak disana kemudian menatap Unaya dengan mata sayu-nya. Tangannya yang penuh darah menangkup pipi gadis itu.

"Jangan ngomong gitu, aku sakit dengarnya. Jangan nangis juga, aku minta kamu tersenyum...". Pinta Jeka. Pipi Unaya terkena darah dari tangan Jeka, mendadak suasana menjadi haru. Empat antek-antek Jeka menahan air mata mati-matian.

"Kamu tuh ngomong apa sih?! Kamu cowok kuat! Masa cuma bertahan bentar gak bisa!". Omel Unaya berderai air mata. Jeka terkekeh, Unaya begitu menggemaskan.

"Senyum kamu menguatkan-ku, sini lihat". Unaya buru-buru mengusap air matanya dan memaksakan senyum kearah Jeka.

"Cantik. Seenggaknya nyawaku nambah satu". Canda Jeka. Semuanya terkekeh kecuali Unaya, gadis itu justru memukul dada Jeka hingga siempunya mengernyitkan dahi menahan sakit.

"Nyesel deh gue pakai nangis segala lagi". Ujar Victor sembari mengusap air matanya. Lupa jika Bos-nya ini jelmaan kucing yang punya sembilan nyawa. Jeka terkekeh sembari mendongak kearah Victor.

"Habis ini bawa gue ke tukang pijit ya, badan gue rasanya remuk. Uhuk...". Lagi-lagi Jeka memuntahkan darah gara-gara kebanyakan ngomong.

"Udah mending kamu diam, gak usah kebanyakan ngomong!". Omel Unaya galak. Gadis itu sudah tidak menangis lagi, Jeka sudah bisa bercanda berarti pemuda itu tidak apa-apa. Meski begitu, ia masih mengkhawatirkan pemudanya.

"Terakhir aku mau ngomong...". Kata Jeka, tangannya meraih jemari Unaya dan digenggam erat.

"Aku sayang kamu". Lanjut Jeka  dengan senyum tulus diwajah pucatnya. Unaya tersenyum haru, gadis itu menunduk untuk mengecup dahi Jeka.

"Sayang kamu juga, sangat". Bisiknya yang lagi-lagi membuat dada Jeka berdesir. Bersamaan dengan itu ambulans datang, Jeka dibawa ke rumah sakit bukan ke tukang pijit seperti permintaan pemuda itu.

--Bangsat Boys--

Jeka sempat pingsan saat dalam perjalanan, hal itu membuat yang lain panik seketika. Padahal tadi Jeka sempat bercanda tapi saat didalam ambulans pemuda itu malah tidak sadarkan diri. Antek-antek Jeka yang lain sudah berkumpul dirumah sakit, mereka semua hanya bisa menatap Jeka yang dibawa masuk kedalam ruang ICU.

Unaya menggigit jari-jarinya merasa cemas, gadis itu bahkan tidak sempat memikirkan keadaannya sendiri saking khawatirnya dengan kondisi Jeka. Victor menahan lengan Unaya saat gadis itu hendak masuk kedalam ruang ICU.

"Mending loe obatin luka loe dulu, si Bos pasti baik-baik aja". Ujar Victor. Pemuda itu menatap Unaya dengan tatapan miris, bagaimana mungkin seorang gadis bisa menahan luka memar diwajahnya seperti itu.

"Tapi Jeka...".

"Gue yakin seratus persen kalau si Bos baik-baik aja. Dia lagi diobatin sama dokter, pikirin diri loe juga Na". Kata Victor memberi nasehat. Unaya diam saja, ia tidak bisa tenang jika belum memastikan keadaan Jeka.

"Si Bos bakalan sedih lihat muka loe masih kayak gitu". Tambah Jimi.

"Yuk, gue anterin". Victor menarik tangan Unaya dan membawa gadis itu untuk diobati.

Jimi menghubungi keluarga Jeka, mengabarkan jika pemuda itu masuk rumah sakit. Meski dapat dipastikan Jeka bakal kena omel Papa-nya, tapi lelaki itu berhak tahu keadaan anak-nya. Jimi juga menghubungi Ririn, meminta gadis itu membawakan baju untuk Unaya. Keadaan diluar ruang ICU hening, hanya terdengar deru nafas dari antek-antek Jeka. Mereka semua diam-diam berdoa, mendoakan Jeka agar baik-baik saja.

Victor menemani Unaya selama gadis itu diobati dokter. Unaya menahan sakit mati-matian saat lukanya dibersihkan dengan alkohol. Kalau ia pulang dalam keadaan lebam, sudah bisa dipastikan orang rumah akan heboh dan khawatir berlebihan. Apalagi Papa-nya, Huft. Beliau pasti semakin tidak menyukai Jeka kalau tahu dirinya luka begini gara-gara musuh pemuda itu.

"Vi, Jeka pasti baik-baik aja kan?". Tanya Unaya untuk yang kesekian kalinya.

"Iya, si Bos pasti baik-baik aja. Loe juga harus baik-baik aja biar pas Bos sadar, dia gak sedih ngelihat keadaan loe". Unaya tersenyum tipis mendengar perkataan Victor. Gadis itu merasa sedikit lega, kalimat positif yang diucapkan Victor sangat menenangkan.

"Loe udah telepon keluarganya?". Tanya Unaya sembari tersenyum ramah pada dokter yang pamit keluar setelah selesai mengobatinya.

"Jimi pasti udah hubungin keluarga si Bos. Loe udah kabarin keluarga loe belum? Nanti mereka nyariin loh, udah malam gini". Kata Victor. Unaya melirik kearah jam yang menempel di tembok, pukul tujuh malam. Sudah pasti sih Papa-nya bakal nyariin, apalagi Mama Irene.

"Nanti lah gampang, gue bisa alibi main ke rumah Ririn makannya pulang malam. Oh iya Vi, soal keluarga Jeka...". Unaya membenarkan posisi duduknya sebelum melanjutkan perkataanya.

"Kok gue gak pernah liat mama tirinya, kenapa Jeka benci sama mama tirinya?". Victor menghembuskan nafasnya sebelum menjawab.

"Yang gue tahu sih mama tirinya Si Bos itu sahabatan sama mama kandungnya si Bos. Dengar-dengar cewek itu pelakor yang bikin Mama kandungnya si Bos meninggal. Tapi gue juga gak tahu faktanya kayak gimana". Sahut Victor. Unaya mengangguk paham, oh jadi itu alasan kenapa Jeka sangat membenci mama tirinya.

"Emang mama tirinya Jeka kayak gimana?".

"Cakep banget pokoknya Bu Bos. Cewek bihun yang putih tinggi gitu. Udah kayak model lah pokoknya, gak salah juga kalau bokap-nya si Bos kepincut sama tuh cewek". Sahut Victor sambil geleng-geleng kepala, pemuda itu membayangkan betapa cantiknya mama tiri Jeka.

"Husss... gak boleh gitu. Yuk kita balik, siapa tahu Jeka udah sadar". Ajak Unaya.

++

Begitu sampai di depan ruang ICU, Ririn langsung berlari kearah Unaya dengan berderai air mata. Gadis itu memeluk Unaya erat-erat dan mengoceh tidak jelas.

"YA ALLAH, YA RABBI UNAYA... LOE NAKAL BANGET SIH, PERGI GAK ADA KABAR. MAMA IRENE SAMPAI NEROR GUE TAHU GAK!". Teriak Ririn tanpa kira-kira, padahal sedang dirumah sakit. Unaya memejamkan mata, telinganya berdengung sakit begitu mendengar suara Ririn yang amat memekakan. Victor menarik tangan gadis itu agar menjauh, yang teriak bak tarzanwati Ririn tapi ia yang malu.

"Heh cewek o'on! Volume suara loe bisa gak sih dikecilin dikit? Ini rumah sakit bego, bukan hutan. Lihat noh teman loe...". Victor menunjuk wajah Unaya, Ririn langsung membulatkan matanya shock. Ia baru menyadari jika wajah Unaya lebam sekaligus seragamnya penuh darah.

"Dia lagi sakit bego". Lanjut Victor. Ririn semakin terisak dibuatnya.

"Ya Allah Na, kok bisa sih loe jadi kayak gini. Kalau Papa loe tahu dia pasti panik banget". Kata Ririn sembari menelisik penampilan Unaya m, gadis itu merasa prihatin melihat kondisi sahabatnya.

"Gue gak apa-apa kok Rin. Soal Papa, loe bisa gak tolong hubungi dia dan bilang gue gak bisa pulang karena nginep dirumah loe? Gue gak mungkin pulang dengan keadaan kayak gini Rin". Rengek Unaya sambil menarik-narik ujung kaos yang dikenakan Ririn.

"Iya gak masalah sih kalau loe mau nginep dirumah gue malam ini. Tapi besok juga Papa loe bakal tahu Na kalau muka loe lebam". Sahut Ririn.

"Itu sih gampang Rin, gue kan bisa bilang habis jatuh dari motor loe hehe". Ririn menatap Unaya curiga. Jangan bilang ia hendak dijadikan kambing hitam.

"Dan gue bakal dimarahin Papa loe karena gak hati-hati bawa motor sampai bikin anak kesayangannya jatuh". Omel Ririn. Unaya meringis lebar, gadis itu mengamit lengan sahabatnya dengan manja.

"Loe su'udzon banget sih Rin. Percaya deh sama gue, Papa gak bakal marahin loe kok. Udah yuk anterin gue ganti baju...". Ririn memutar bola matanya malas. Kudu sabar, untung sayang sama sahabat sendiri.

"Teman-teman, gue ganti baju dulu ya. Kalau ada apa-apa tolong kasih tahu gue". Pamit Unaya pada antek-antek Jeka. Mereka mengacungkan jempol tanda mengiyakan.

"Jadi itu cewek yang bikin Jeka sekarat?". Tanya Rey mantan leader Bangsat Boys setelah Unaya dan Ririn berlalu. Pemuda itu tidak menyangka Jeka rela mempertaruhkan nyawa-nya demi seorang gadis.

"Udah berkali-kali Bang gue ingetin buat jangan terlalu bucin sama cewek. Loe tahu sendiri kan si Bos lemah kalau udah bawa-bawa cewek-nya". Rey terkekeh mendengar perkataan Jimi.

"Ya bagus lah, setidaknya ada yang bakal ngarahin dia ke-jalan yang benar. Udah mau naik kelas tiga kan loe pada, Bangsat Boys bakal berganti ke generasi selanjutnya". Kata Rey yang diangguki semuanya.

Sementara itu di toilet rumah sakit...

"Gimana ceritanya Na loe bisa sampai bonyok kayak gitu? Jangan bilang Jeka KDRT-in loe". Tanya Ririn sembari bersandar dibilik toilet tempat Unaya ganti baju.

"Ngaco, Jeka aja sekarang babak belur sampai pingsan gitu karena nolongin gue. Mana mungkin dia KDRT-in gue Rin!". Seru Unaya dari dalam bilik toilet dengan jengkel.

"Ya terus, kenapa loe bisa kayak gitu? Siapa yang nyakitin loe?". Tanya Ririn bertubi-tubi. Unaya mendengus sebelum menjawab.

"Ceritanya panjang Rin. Sekarang gue mau fokus sama Jeka dulu. Gue khawatir karena dia belum sadar". Ujar Unaya . Ririn yang paham bagaimana perasaan Unaya-pun akhirnya diam, tidak mencoba bertanya lebih lanjut.

--Bangsat Boys--

Setelah satu jam lamanya, akhirnya dokter keluar dari ruang ICU. Rey selaku tetua Bangsat Boys langsung menghampiri dokter, menanyakan bagaimana keadaan adiknya.

"Dia baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir. Setelah sadar, akan kami pindahkan ke ruang rawat". Ujar dokter tersebut sembari menepuk pundak Rey. Semuanya langsung lega luar biasa, wajah-wajah yang tadinya kaku mulai bisa menampakkan senyum.

"Alhamdulillah, apa sudah bisa dijenguk Dok?".

"Silahkan, hanya satu orang saja yang boleh menengok pasien". Setelah berbincang sedikit, dokter tersebut pergi bersamaan dengan Unaya dan Ririn yang baru kembali dari toilet.

"Loh dokternya udah keluar? Jeka gimana?". Tanya Unaya tidak sabar. Rey tersenyum kearah Unaya menampilkan lesung pipi-nya terlihat sangat manis, yang disenyumin Unaya yang baper Ririn.

"Jeka baik-baik aja, tapi dia belum sadar. Masuk gih, Jeka pasti butuh support dari loe". Unaya mengangguk dan langsung masuk kedalam ruang ICU.

"Abang lesung pipi namanya siapa? Kenalin saya Ririn, masih jomblo". Semuanya memutar bola mata malas melihat kelakuan Ririn. Gak tahu kondisi banget sih, dasar Ririn.

++

Pemandangan pertama begitu masuk kedalam ruang ICU adalah; Jeka yang terbaring dengan wajah pucatnya. Unaya berjalan mendekati Jeka dan menatap tubuh pemuda itu dengan sorot sedih. Wajah Jeka penuh lebam dan diperban sana-sini, air mata Unaya jatuh lagi. Matanya sudah bengkak gara-gara kebanyakan menangis, gadis itu mengusap pipi Jeka lembut.

"Kenapa sih kamu itu kalau dikasih tahu kadang susah banget nurutnya? Papa kamu bahkan udah minta tolong ke-aku buat ngasih tahu kamu berhenti berantem. Tiap hari tawuran gak jelas, sampai bonyok tetap aja gak kapok. Udah tumbang kayak gini pasti kamu juga gak bakal kapok kan?". Omel Unaya sambil menangis sesenggukan.

"Kamu tuh harusnya mikir dong Jek, aku takut banget kehilangan kamu. Kamu gak tahu gimana hancurnya perasaan aku saat ngelihat kamu luka kayak gini. Kamu minta aku buat tersenyum, tapi kamu yang selalu bikin aku nangis. Kalau kamu mau aku selalu senyum, jangan berantem lagi. Jangan bikin kamu selalu dalam bahaya Jek...". Unaya menghapus air matanya sebelum lanjut ngomel.

"A-aku... sayang banget sama kamu Jek. Lihat kamu lemah kayak gini hati aku sakit, ngerti?".

"Hem". Unaya reflek mematung, Jeka tiba-tiba menyahuti perkataan-nya. Dan perlahan Jeka membuka matanya sembari tersenyum jahil.

"Ngilihit kimi limih kiyik bigini hiti iki sikit...". Ledek Jeka sambil nyengir. Unaya mengusap air matanya kasar, gadis itu menatap Jeka dengan sebal.

"Jadi kamu udah sadar?". Unaya jengkel sekali. Ia kan khawatirnya beneran, tapi Jeka sekaratnya malah bohongan. Gadis itu menepis tangan Jeka yang hendak meraih tangannya.

"Emang siapa yang bilang aku pingsan? Aku cuma tidur kali". Kata Jeka dengan santainya. Pemuda itu bertingkah seakan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

"Kamu lupa kalau kamu tadi hampir mati?". Tanya Unaya serius. Jeka meneguk ludahnya kasar, pemuda itu memaksakan senyumnya.

"Yang penting sekarang aku baik-baik aja". Kata Jeka. Unaya terisak lagi, gadis itu langsung memeluk Jeka. Jeka itu nyebelin sekaligus bikin khawatir. Mau marah tapi Unaya tidak bisa, toh akhirnya ia menangis lagi.

"Hiks... maaf gara-gara aku, kamu jadi kayak gini. Kamu hampir mati karena nolongin aku". Jeka mengeratkan pelukannya. Pemuda itu tidak pernah menyesal terbaring lemah seperti ini demi Unaya. Ia akan lebih menyesal jika tidak melakukan apapun saat mengetahui Unaya-nya dalam bahaya.

"Gak ada yang salah Na, yang penting kita berdua baik-baik aja. Aku gak mungkin diam aja saat tahu kamu dalam bahaya, sudah menjadi kewajibanku melindungi kamu". Ujar Jeka dengan lembut, Unaya tersenyum kecil kemudian mencium pipi Jeka lama. Sayang... sayang sekali dengan pemuda yang nama-nya Jeka Nalendra ini.

--Bangsat Boys--