webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Gugur?

Mario melajukan motornya dengan cepat, membelah jalanan yang sore ini sedikit macet. Unaya tak memprotes apapun, gadis itu membonceng dengan gelisah. Pikirannya hanya tertuju pada satu orang yaitu; Jeka. Jantung gadis itu berdebar tak karuan, keringat dingin juga mengucur dipelipisnya. Unaya merapalkan doa di dalam hati, ia sudah hendak pergi ke Singapura namun kenapa malah seperti ini? Ia ingin fokus pada proses pengobatannya, tapi jika keadaannya seperti ini mana bisa?

Awalnya Unaya tidak menaruh curiga sama sekali pada Mario, namun ketika pemuda itu memilih jalan yang sepi jauh dari pemukiman warga, Unaya mulai cemas. Apalagi ketika Mario membawanya ke sebuah bangunan kosong yang temboknya sudah menghitam dimakan usia, disekitarnya juga dipenuhi rumput liar.

"Mario, loe bawa gue kemana sih? Katanya kita mau ke rumah sakit!". Unaya mulai membuka suara, gadis itu turun dari motor dan menatap Mario yang sama sekali tak menggubris pertanyaanya.

"Mario! Jawab dong! Gak punya mulut ya!". Teriak Unaya dengan berani. Mario menatap Unaya datar kemudian turun dari motornya dan tersenyum remeh.

"Goblok!". Unaya melotot tak terima saat Mario mengatainya goblok.

"Heh! Maksud loe apa?! Jangan macam-macam ya Mario!". Teriak Unaya lagi. Mario terbahak, tawanya amat menyeramkan. Unaya sempat mundur selangkah karena merasakan feeling yang tidak enak. Gadis itu menggigit bibir bawahnya cemas, jangan bilang ia dijadikan umpan untuk menjatuhkan Jeka. Unaya merutuki kebodohannya, harusnya ia tak mempercayai perkataan Mario tadi. Sial, ia telah dijebak!

"Haha. Loe itu goblok Unaya! Siapa juga yang sudi khawatirin Bajingan kayak Jeka?! Gue malah seneng kalau dia mati. Oh mungkin hari ini loe bakal lihat dia mati, bukan mungkin lagi sih. Pasti!". Kata Mario dingin, pemuda itu menarik paksa tangan Unaya dan membawanya masuk kedalam bangunan tua tersebut.

"Lepas! Loe tuh licik banget sih jadi orang! Cara loe banci tahu gak?!". Teriak Unaya berusaha berontak, cengkraman Mario kasar sekali. Unaya bahkan merasakan perih yang teramat sangat dipergelangan tangannya.

"Loe tuh banyakan bacot ya, sama persis kayak cowok loe! Loe diem! Nurut sama gue, atau gue bakal sakitin loe!". Ancam Mario. Unaya menatap Mario geram, tanpa aba-aba gadis itu menggigit tangan Mario hingga membuat si empunya memekik kesakitan.

"Akh! Anjing!". Umpatnya. Cengkraman di tangan Unaya terlepas, kesempatan bagi Unaya untuk lari. Tapi baru beberapa langkah ia berlari, antek-antek Mario sudah mengepungnya dengan senyum jahat. Menyebalkan sekali!

"Mau kemana? Pilihan loe itu cuma dua Unaya. Nurut sama gue atau digilir sama mereka".

Bangsat!

Tangan Unaya mengepal kuat, tak pernah ia sangka jika Mario adalah pemuda bejat yang menjadikan seorang gadis sebagai umpan demi membalaskan dendamnya. Unaya tidak akan menangis semudah itu, ia tidak takut dengan monyet-monyet macam Mario dan antek-anteknya.

"DASAR LOE COWOK BIADAP, CUIHH!!". Unaya meludah kearah Mario dan tepat mengenai wajah pemuda itu. Mario menatap Unaya garang, beraninya gadis itu meludahi wajahnya.

"CEWEK BANGSAT!!!".

PLAKKKKK!!!

Mario menampar pipi Unaya kasar sampai-sampai gadis itu terjatuh ketanah, air mata Unaya mengalir begitu saja. Pipinya amat sakit, bahkan kebas seketika. Rasa asin darah langsung menyambangi indra pengecap-nya. Gadis itu menatap Mario dengan tajam sembari menyentuh pipinya, cowok kasar! Bahkan Papa-nya sendiri tidak pernah menamparnya seperti ini.

"Udah dikasih tahu nurut sama gue! Ngeyel banget dikasih tahu! Seret dia kedalam!". Kata Mario memerintah. Antek-antek Mario langsung menyeret Unaya seperti perintah Bos mereka. Gadis itu diseret kasar, bahkan beberapa kali tersandung lantaran tidak bisa mengimbangi langkah mereka. Unaya pasrah, ia yakin Jeka tidak akan diam saja jika tahu ia ada ditangan Mario. Oh! Jangan sampai Jeka tahu, ia tidak mau pemuda itu mati ditangan Mario dengan mudahnya.

Gadis itu dibawa ke rooftop gedung dan didudukkan di pinggir rooftop yang tidak memiliki tembok pembatas. Jantung Unaya langsung berdebar kuat, sekali saja ia di dorong kebelakang, ia akan jatuh kebawah dan mati. Yang bisa gadis itu lakukan hanya diam dan mencoba untuk tidak bergerak sedikitpun. Tubuh Unaya gemetaran saat tangan dan kakinya diikat dengan tali oleh antek-antek Mario.

"Kenapa diam? Tadi aja cerewet sampai berani ngeludahin gue, takut mati loe?". Sindir Mario sambil tertawa remeh, pemuda itu menghisap rokoknya dan menghembuskan dengan gaya angkuh.

"Loe itu jahat, biadap, titisan setan!". Desis Unaya dengan air mata mengalir dikedua pipinya, namun raut wajah gadis itu terlihat garang penuh amarah.

"Haha. Makasih buat pujiannya...". Sahut Mario, pemuda itu berjalan kearah Unaya dan menundukkan kepalanya begitu sampai didepan gadis itu.

"Gue emang biadap, salah siapa loe jadi ceweknya Jeka...". Mario mencengkeram kuat pipi Unaya dengan sebelah tangannya.

"Akh!". Pekik Unaya sembari memejamkan matanya rapat-rapat menahan sakit.

"Andai loe bukan ceweknya Jeka, gue gak bakal jadiin loe umpan! Loe sumber bahagianya, dan gue gak akan pernah biarin dia bahagia!". Mario menghempaskan wajah Unaya dengan kasar, Unaya melihat Mario hendak menghubungi seseorang.

"Karena Chaca?". Ujar Unaya yang membuat gerakan tangan Mario terhenti.

"Tahu apa loe soal Chaca?". Desis Mario, jika sudah menyangkut adiknya pemuda itu sangat emosional.

"Loe dendam sama Jeka gara-gara adik loe meninggal bunuh diri? Dan loe nganggep kalau Jeka adalah penyebab Chaca bunuh diri! Loe itu cuma salah paham Yo, Jeka gak pernah bermaksud seperti itu, dia....".

PLAAAAKKKK!!!

Sekali lagi Mario menampar pipi Unaya hingga sudut bibir gadis itu kembali berdarah, pipinya sudah lebam.

"TAHU APA LOE SOAL ADIK GUE?! GUE GAK AKAN PERNAH MERASA LEGA KALAU BELUM LIHAT JEKA MATI, INGAT ITU!". Bentak Mario kemudian kembali mengutak-atik ponselnya, menghubungi Jeka.

++

Sementara itu di markas Bangsat Boys, Jeka menunggu Unaya memberi kabar. Tiga puluh menit dari jam ekskul Tari Tradisional berakhir, tapi Unaya tak kunjung ada kabar. Jeka duduk di sofa sembari memejamkan matanya, antek-anteknya asyik bermain kartu remi namun pemuda itu tak tertarik untuk bergabung. Perasaannya tiba-tiba tidak enak, pemuda itu hendak menyulut sebatang rokok agar pikirannya lebih tenang namun dering ponselnya menginterupsi.

"Ngapain sih nih Anjing nelpon?!". Desis Jeka. Jeka tidak pernah menyimpan nomor telepon Mario, hanya saja pemuda itu ingat tiga digit akhir nomor telepon Mario. Dengan malas pemuda itu mengangkatnya.

"Ngapain loe Sat...".

"Ngomong cepat!". Perkataan Jeka terhenti saat mendengar suara Mario seperti tengah membentak seseorang. Jantung pemuda itu berdebar tak karuan, ekspresinya kaku. Di otak Jeka ada dua orang yang ia khawatirkan; Unaya dan Yeri. Siapa yang tengah bersama Mario?

"Heh setan! Ngapain loe nelpon gue?!". Bentak Jeka hingga membuat antek-anteknya mengalihkan tatapan kearah si Bos.

"Cepat ngomong! Mau gue tampar lagi?! Ngeyel banget loe ya kalau dikasih tahu! Ngomong....!". Jeka semakin tidak bisa tenang, tubuhnya gemetar. Ia benci dengan pikiran buruknya ini.

"Aw! Sa-kit".

Deg!

Jantung Jeka rasanya seperti berhenti berdetak saat mendengar suara rintihan seorang gadis yang ia kenal.

"Unaya?". Cicit pemuda itu dengan suara lemah kemudian bangkit dari duduknya.

"MARIO BANGSAT!!! LOE APAIN CEWEK GUE SAT?!!!". Teriak Jeka dengan emosi hingga antek-anteknya datang menghampiri dengan wajah khawatir.

"Ada apa Bos?!". Jeka tidak menjawab, pemuda itu menendang meja didepannya hingga terpental dan hancur berantakan.

"LOE DIMANA SEKARANG!!! MATI LOE DITANGAN GUE KALAU SAMPAI BERANI NYENTUH DIA!!!".

"Haha. Santai aja Jek, gue gak bakal apa-apain cewek loe kok. Paling gue takut-takutin aja...".

"Aaaaa.... jangan dorong gue, gue takut...". Teriak Unaya karena dengan sengaja Mario sedikit mendorong tubuhnya hingga hampir jatuh ke bawah.

"BANGSAT!!! MAU LOE APA HEH?! MASALAH LOE SAMA GUE SAT! BUKAN DIA! ARRRGGHHHHH....". Jeka meninju-ninju tembok disampingnya hingga punggung tangannya berdarah. Sumpah mati ia takut Unaya kenapa-napa, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau sampai gadis itu terluka. Mata Jeka berkaca-kaca, antek-anteknya khawatir dan penasaran dengan apa yang terjadi.

"Bagus gue suka pertanyaan loe Jeka. Kalau loe mau cewek loe baik-baik aja, jemput dia sekarang. Sendiri tanpa antek-antek loe, dan juga datang dengan tangan kosong. Gue kasih waktu lima belas menit, ah lima menit aja kan loe jago bawa motornya...". Kata Mario dengan nada mengejek. Jeka mengepalkan tangannya kuat-kuat, pemuda itu bersumpah akan menghabisi Mario sampai mati hari ini. Persetan dengan polisi, ia tidak suka milik-nya disentuh!

"Bangsat!".

"Haha. Makasih buat pujiannya. Kalau lima menit loe gak dateng juga atau ngelanggar aturan gue, cewek loe bakal berakhir ditangan gue. Kita impas kan, sama-sama kehilangan cewek yang kita sayangi".

"Loe emang udah sakit jiwa Yo! Gue bakal datang, gue pastiin itu. Dan gue datang buat bawa loe ke alam kubur! Ingat itu!". Ancam Jeka tidak main-main.

"Hahahaha. Oke gue tunggu! Unaya mungkin ada yang mau loe sampaiin ke Jeka, barangkali dia nanti telat dateng dan loe gak sempat ngucapin apa-apa sebelum mati?". Tawar Mario dengan suara lembut menjijikkan. Jeka mendesis marah, pemuda itu memejamkan matanya saat mendengar isakan dari mulut Unaya. Hatinya sakit sekali.

"Unaya dengerin aku, jangan takut. Aku pasti datang, pasti...". Antek-antek Jeka semakin merapat begitu mendengar Bos mereka menyebut nama Unaya. Mereka mulai paham apa yang terjadi.

"Jangan nangis, kamu percaya kan sama aku?". Tanya Jeka dengan suara lirih. Unaya terisak-isak diujung sana.

"I-iya Jeka hiks... a-aku mau berhenti nangis tapi gak bisa hiks... aku takut". Jeka merasa sulit bernafas saat ini, suaranya tercekat menahan tangis.

"Kamu ingat permintaan aku saat dirumah sakit waktu itu? Aku ingin kamu selalu tersenyum meski dalam keadaan buruk sekalipun. Tunggu aku datang dan jangan nangis. Aku sayang kamu". Unaya hendak menjawab namun Mario buru-buru menjauhkan ponselnya dari gadis itu.

"Gak usah kebanyakan bacot! Gue share-loc sekarang. Waktu loe cuma lima menit Jeka!".

Pip!

"ARGHHH!! Sial!". Umpat Jeka sembari memakai jaketnya tergesa-gesa. Pemuda itu membuka pesan dari Mario...

"Bangsat emang Mario!". Ujarnya saat melihat titik lokasi Unaya disekap. Jaraknya lumayan jauh dari perkotaan dan Mario hanya memberi waktu lima menit? Memang sakit jiwa!

"Bos, ada apa? Bu Bos kenapa?!". Tanya Jimi bertubi-tubi.

"Gue gak punya banyak waktu. Unaya dibawa Mario, gue harus selametin dia!". Sahut Jeka yang terlihat stress sekali.

"Ya udah Bos, kita kudu cepetan...".

"Gak! Kalian gak bisa ikut, anjing itu bakalan sakitin Unaya kalau gue bawa kalian!". Jeka pergi begitu saja keluar dari markas dan langsung mengendarai motornya sekencang yang ia bisa.

"Ini gak benar, kita harus ikutin si Bos diam-diam. Sebagian stand by disini, nanti gue hubungin kalau butuh bantuan kalian". Kata Victor memberi intruksi. Victor, Jimi, Jaerot, dan Bambang bergegas mengikuti Jeka sementara yang lain bertahan di markas menunggu intruksi selanjutnya.

--Bangsat Boys--

Unaya menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong, gadis itu juga sesekali meneteskan air mata. Mario jahat sekali padanya, tiga kali ia ditampar dan pipinya masih terasa kebas. Bahkan telinganya sempat berdengung saat pemuda itu menamparnya dengan kasar. Ia tidak bisa melakukan apapun selain diam, karena sekali ia bergerak maka akan jatuh kebawah. Ia tidak mau mati sia-sia.

"Gue sebenernya gak mau libatin loe, loe gak salah apa-apa". Kata Mario tiba-tiba. Unaya langsung menatap Mario tajam, sudah benci sekali dengan pemuda itu.

"Cara loe tuh banci tahu gak. Dulu loe gunain Kak Helen buat jatuhin Jeka, dan sekarang gue. Chaca pasti sedih liat kakak-nya kayak gini". Mario tersenyum miris mendengar perkataan Unaya.

"Gue benci selalu kalah dari Jeka, gue benci ngelihat wajah pongahnya saat berhasil bikin gue tumbang. Dan gue benci saat dia bikin adik gue mati gantung diri! Sekarang waktunya kan Na, waktunya dia bayar kematian adik gue?". Unaya menggeleng dengan tegas menjawab pertanyaan Mario.

"Gak Mario! Ini gak benar! Loe seharusnya bisa mikir dengan jernih, Jeka gak sepenuhnya salah".

"Itu karena loe pacar dia Unaya, jelas aja loe belain dia. Loe gak melihat dari sudut pandang gue". Mario berjalan kearah Unaya, mendekati gadis itu dan sesekali melirik jam tangannya.

"Gak gitu Mario...".

"Dua menit lagi, kayaknya dia gak bakal sempat kesini kan Na?". Potong Mario mulai menakut-nakuti Unaya dengan senyum miringnya.

Sementara itu Jeka sudah berada di depan bangunan kosong tempat Unaya disekap. Pemuda itu berlari masuk kedalam gedung dengan tergesa-gesa, antek-antek Mario langsung menghadang langkah Jeka lantaran melihatnya membawa parang.

"Dimana Bos banci loe?!". Tanya Jeka penuh emosi.

"Loe gak boleh bawa senjata!".

"Halah bacot! Minggir loe semua". Jeka langsung menerjang antek-antek Mario yang menghadangnya dengan brutal. Mengayunkan parang-nya hingga beberapa kali menggores bagian tubuh lawannya. Pemuda itu berlari mengelilingi gedung kosong mencari Unaya, namun gadis itu tak terlihat.

Hingga ia menatap tangga yang mengarah ke suatu tempat. Tanpa pikir panjang Jeka langsung menaiki tangga tersebut. Begitu sampai diatas, mata pemuda itu membulat melihat gadisnya diikat dengan wajah penuh luka.

"Unaya?". Panggil Jeka dengan suara lirih. Mario dan Unaya reflek menoleh kearah Jeka, Unaya membulatkan matanya sementara Mario tersenyum puas.

"Woah, pangeran loe udah datang tuh". Ledek Mario.

"Bangsat Mario! Loe apain cewek gue?!". Teriak Jeka dengan emosi hendak menerjang Mario namun pemuda itu buru-buru mengancam.

"Selangkah aja loe maju, cewek loe gue dorong kebelakang". Jeka sukses dibuat bungkam, mata pemuda itu menatap Unaya dengan sorot sedih. Pipi gadisnya lebam dan sudut bibirnya berdarah. Jeka sudah teramat sering mendapatkan luka semacam itu, tapi ia tidak bisa membayangkan bagaimana Unaya menahan sakitnya.

"Sakit?". Tanya Jeka dengan lembut pada Unaya.

"Hngggg... hiks". Unaya hanya dapat mengangguk sembari menahan tangis. Jeka ikut merasakan sesak di dadanya, pemuda itu menunduk sekuat mungkin bertahan agar tidak menangis. Ia tidak boleh terlihat lemah, ia harus kuat agar Unaya tidak ketakutan.

"Mario bangsat! Sumpah gue bakal habisin loe hari ini, keparat sialan!". Desis Jeka. Ia marah, marah sekali. Ia tidak suka milik-nya dilibatkan dalam permusuhan mereka.

"Tapi sayangnya hari ini jadwal gue buat habisin loe, Jeka".

Antek-antek Mario yang babak belur ditangan Jeka tadi naik keatas rooftop dan mengepung pemuda itu. Jeka tertawa remeh, Mario masih sama beraninya keroyokan.

"Cara loe masih sama, cih". Kata Jeka tanpa rasa takut. Padahal pemuda itu sudah dikepung beberapa orang dengan masing-masing kayu ditangan mereka.

"Wah masih berani nyombong ya loe? Nyawa loe udah ada diujung tanduk Jek". Jeka berdecih sebelum menjawab.

"Haha. Ngapain gue takut sama antek-antek loe, belajar berantem yang benar baru ngelawan gue!". Ledek Jeka sambil menendang perut salah satu antek-antek Mario.

"Hajar!". Perintah Mario. Jeka langsung dikeroyok, pemuda itu masih bisa melawan karena sama-sama membawa senjata. Sementara itu Unaya tidak bisa bernapas melihat Jeka berkelahi secara langsung, sesekali mata gadis itu terpejam saat Jeka memukulkan parang-nya ke-punggung lawan.

"Cowok loe emang hebat, tapi loe belum ngelihat sisi yang ini". Mario tiba-tiba mendorong kursi yang diduduki Unaya hingga membuat gadis itu menjerit karena hampir jatuh.

"Aaaaa...". Perkelahian sontak terhenti, Jeka membulatkan matanya dan bergerak mendekati Mario.

"Yo, loe...".

"Stop!". Jeka reflek menghentikan langkahnya, mata pemuda itu tak pernah lepas menatap Unaya yang menangis ketakutan.

"Hiks... jangan! Hiks...".

"Gue bakal lepas tangan gue, dia bakal jatuh...". Ancam Mario.

"Jangan macam-macam Sat!". Ujar Jeka dengan nafas tak beraturan.

"Kecuali loe buang parang loe".

"Gak, gue...".

"Aaaaa...". Jeka tercekat melihat Mario semakin mendorong Unaya kebelakang.

Treeeengggggg...

Jeka melepaskan parangnya hingga jatuh ke lantai dan mengangkat kedua tangannya keatas.

"Oke, gue ngalah. APA MAU LOE BANGSAT!!!". Teriak Jeka dengan emosi. Mario tersenyum puas, pemuda itu menarik kursi Unaya kedepan dan menutup mata gadis itu dengan kain.

"Kasihan nanti trauma ngelihat cowok loe dihajar sampai mati". Ujar Mario dengan sadisnya.

"Bangsat!". Umpat Jeka. Tangan pemuda itu sudah dipegang oleh antek-antek Mario dikanan dan kirinya.

"Jeka? Hiks... Jeka? Jangan apa-apain Jeka!". Rengek Unaya terdengar pilu. Mario tak menggubris perkataan Unaya, Mario berjalan mendekati Jeka dan langsung menendang perut pemuda itu.

"Akh!". Pekik Jeka sembari memuncratkan darah dari dalam mulutnya.

"Jeka!". Jerit Unaya. Gadis itu menangis mendengar pekikan kesakitan dari mulut Jeka. Ia tidak bisa melihat apa-apa, ia hanya bisa mendengar Jeka dihajar sampai memekik beberapa kali.

Pemuda itu hendak menerjang Mario namun punggungnya dipukul dengan balok kayu hingga tubuhnya luruh kelantai. Perut Jeka ditendang, diinjak hingga pemuda itu sulit bernafas. Ia mencoba bangkit, menerjang antek-antek Mario dengan sisa tenaganya namun berakhir limbung tepat dibawah kaki Mario.

"AKHHHH!!!". Pekik Jeka keras sekali, nafasnya putus-putus. Pemuda itu menatap kearah Unaya yang terus berteriak memanggil namanya. Punggungnya diinjak kuat, ia memejamkan matanya rapat-rapat. Jika memang ini akhir hidupnya maka Jeka ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan Mario.

"Sebelum gue mati, gue mau ngomong satu hal sama loe...". Mario berjongkok kemudian menjambak rambut Jeka, menatap wajah pemuda itu yang dipenuhi darah.

"Gue minta maaf soal Chaca, gue gak pernah sekalipun berniat bikin dia mati... Uhuk...". Jeka terbatuk, mulutnya mengeluarkan banyak darah.

"Asal loe tahu aja, gue merasa menyesal seumur hidup gue karena udah nyakitin Chaca saat itu dan juga...". Jeka kembali menatap kearah Unaya yang menangis terisak-isak.

"Gue sayang banget sama dia, jangan sakitin dia, jangan bikin dia luka. Kalau tujuan loe emang buat hancurin gue, maka gue akuin loe udah berhasil Mario". Ujar Jeka susah payah. Mario sama sekali tak bergeming, merasa iba pun tidak. Mario justru mengangkat tubuh Jeka dengan paksa kemudian menonjok pipi pemuda itu untuk yang kesekian kalinya hingga kembali limbung. Jeka pasrah karena memang ia tak sanggup melawan lagi, seluruh tubuhnya sakit sekali.

"Hajar dia sampai mati, gue mau lihat dia jadi seonggok mayat". Perintah Mario.

"Jekaaaaaa...". Teriak Unaya dengan pilu, hati Jeka sakit sekali mendengar jeritan gadis itu.

"Unaya hiduplah dengan baik setelah ini, meski tanpa aku". Batin Jeka. Hari ini ia pasrah, setidaknya ia bisa melihat Unaya-nya untuk yang terakhir kali jika seandainya ia benar-benar mati hari ini.

++

"Telepon polisi sekarang! Gue share-loc!". Perintah Victor dari telepon. Mereka telat dan baru menemukan lokasi Unaya disekap setelah Bos-nya terkapar tak berdaya.

"Jangan gegabah kita tunggu polisi datang, kalau kita nekat yang ada Bu Bos kenapa-napa". Victor menahan teman-temannya yang hendak naik keatas rooftop.

"Semoga gak telat, anjing emang si Mario". Umpat Jaerot. Keempatnya hanya bisa menatap Bos mereka yang dihajar membabi-buta secara diam-diam. Mario duduk disebelah Unaya sembari tertawa puas, menyaksikan musuhnya dikeroyok bak tengah menonton film Comedy.

Gugur atau tidak?

--Bangsat Boys--