webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Manja

"Sayang, aku haus mau minum...".

"Sayang, tolong lap keringat aku dong...".

"Sayang, laperrrrrr...".

"Huh!". Unaya mendengus. Jeka jadi super manja padanya. Pemuda itu tak henti menyuruhnya ini-itu.  Rasanya Unaya ingin menyanyi; aku bukan boneka-mu bisa kau suruh-suruh dengan seenak mau-mu. Una bukan boneka... boneka, Huft! Bukannya mau protes, hanya saja Unaya merasa Jeka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Bahkan pemuda itu hanya mau ditemani Unaya saja, semua antek-anteknya diusir dari ruang rawat. Menyebalkan!

"Aaaa...". Unaya mencokolkan jelly ke dalam mulut Jeka dengan penuh emosi. Kalau Unaya memperlakukannya dengan kasar, maka Jeka akan berakting seolah-olah tersiksa seperti ini;

"Uhuk... aduh jelly-nya nyangkut, gak bisa ketelen. Kamu kasar banget sih". Rengek Jeka sok menderita sehingga Unaya akhirnya jadi merasa bersalah.

"Aduh... maaf, sakit ya?". Tanya Unaya lembut. Jeka mengangguk sembari mengerucutkan bibirnya. Saat Unaya mengusap-usap rambutnya, Jeka cengengesan dan tidak kesakitan lagi.

"Sakitnya pasti sembuh kalo di-cup disini". Sahut Jeka sambil mengetuk-ngetukan jarinya dipipi. Secara reflek Unaya menampol pipi Jeka hingga pemuda itu memekik kesakitan, ini kesakitan beneran kok. Kan muka Jeka bonyok.

"Wadidaw!!! Sakit Unaya!". Jeka meringis menahan sakit.

"Ihh... tuh kan reflek nampol. Tangan aku nih udah otomatis bakal nampol kalau ada cowok yang mau modusin!". Jawab Unaya dengan polosnya yang membuat Jeka menahan senyum. Jeka menarik tangan Unaya sehingga gadis itu terduduk dipinggir ranjang.

"Bagus, pertahankan. Jadi cewek harus bisa jaga diri, aku saranin kamu masuk ekskul Taekwondo". Jeka mengacak-acak poni Unaya.

"Taekwondo? Yaelah aku gak ada passion disitu. Lagian aku kan udah punya kamu yang bakal selalu lindungin aku". Kata Unaya dengan manja diakhir kalimatnya, gadis itu memainkan jemari Jeka hingga siempunya merasa gemas.

"Unaya?".

"Heum?".

"Jangan manis-manis nanti ketuker sama susu kental manis". Goda Jeka. Wajah Unaya bersemu kemudian seperti biasa, gadis itu memukul dada Jeka dengan manja.

"Apaan sih, gombalan kamu tuh pasaran tahu gak! Aku sering denger Abang-abang cendol depan sekolahan pakai gombalan kayak gitu". Protes Unaya.

"Yahhhh... ketahuan deh kalau plagiatin Abang cendol". Canda Jeka dengan wajah sok sedih.

"Tapi gak apa-apa, aku suka kok". Kata Unaya dengan suara amat lirih karena malu. Jeka menahan senyum, pemuda itu ikutan malu. Dia yang gombalin, dia yang malu sendiri.

"Kamu ngomong apa? Aku gak dengar". Tanya Jeka. Wajah Unaya semakin memerah, gadis itu bahkan tidak berani menatap Jeka.

"Aku suka kok".

"Suka apa?". Goda Jeka, mata pemuda itu mengejar mata Unaya namun siempunya justru terus menghindar.

"Suka digombalin kamu". Cicit Unaya sambil menangkup pipinya yang terasa panas.

"Coba deh madep sini ada sesuatu tuh dihidung kamu". Kata Jeka yang membuat Unaya reflek menyentuh hidungnya dengan kebingungan.

"Hah? Emang ada apaan?". Jeka tersenyum kemudian mencolek hidung Unaya, telapak tangannya dibuka dan sebungkus permen coklat ada di sana.

"Nih ada coklatnya, wah gak nyangka ya upil-nya Unaya berwujud permen coklat". Canda Jeka. Unaya terbahak kemudian menabok lengan Jeka dengan jengkel. Jeka selalu mempunyai cara untuk membuatnya tersenyum meski dengan cara konyol sekalipun.

"Ada-ada aja sih! Dapat dari mana coba permen coklatnya".

"Auk tuh, nemu di meja sini". Sahut Jeka asal. Keduanya terkekeh geli, saling bercanda sampai-sampai lupa waktu.

Sementara itu di depan ruang rawat, Pablo, Sonia, dan Yeri nampak mengkhawatirkan kondisi Jeka. Awalnya Ririn sempat merasa familiar dengan wajah Sonia, namun gadis itu lupa-lupa ingat. Matanya membulat sempurna saat mengingat sesuatu, ya Unaya pernah menunjukan foto mama kandungnya. Jadi ibu tiri Jeka itu? Ririn menutup mulutnya dengan telapak tangan, Ya Tuhan semoga pra-duga nya ini keliru.

"Jimi, gimana kondisi Jeka? Dia gak apa-apa kan?". Tanya Sonia yang justru kelihatan cemas sekali, sementara Pablo menampilkan wajah kaku-nya. Lelaki itu khawatir namun rasa marah lebih mendominasi, dengan cara apa lagi ia bisa membuat Jeka sadar dan berhenti melakukan hal yang tidak penting?

"Tante tenang Tan, Jeka gak apa-apa. Dia udah sadar dan lagi ditemenin pacarnya". Sahut Jimi.

"Pacar?". Sonia gugup seketika, ia belum siap bertemu Unaya. Apalagi kalau Unaya tahu jika dirinya adalah ibu tiri Jeka, runyam sudah semuanya.

"Ya udah yuk, kita ke dalam liat kondisi Bang Jeka". Ajak Yeri tidak sabar. Gadis itu belum tahu perihal masalah antara Jeka dan Mario hari ini.

"Eung... Papa sama Yeri masuk duluan aja ya, Mama mau ke toilet bentar". Pamit Sonia dengan gugupnya, tanpa menunggu jawaban dari Pablo dan Yeri wanita itu langsung pergi begitu saja.

"Ayok Pa". Yeri dan Pablo akhirnya masuk lebih dulu ke dalam ruang rawat Jeka.

"I-itu Mama-nya Jeka namanya Sonia bukan?". Tanya Ririn entah pada siapa. Gadis itu terlihat tegang dan sesekali meneguk ludahnya kasar.

"Lah kenal loe sama nyokap tirinya si Bos? Kenapa emang? Cangtip kan kayak model". Sahut Victor. Hati Ririn mencelos seketika, persetan dengan cantik bak model! Wanita itu ibu kandung Unaya, sekaligus ibu tiri Jeka?

"Hah?! Jadi beneran mama tirinya Jeka?!". Tanya Ririn dengan shock-nya.

"Kenapa sih? Ngerasa Insecure loe setelah ngelihat nyokap tirinya si Bos? Gak usah... Heh! Kutu kupret! Mau kemana loe?! Gue belum selesai ngomong!". Teriak Victor saat Ririn tiba-tiba ngacir begitu saja.

++

"Abang!!!". Teriak Yeri begitu masuk ke dalam ruang rawat Jeka. Gadis itu langsung memeluk Jeka, Unaya menyingkir sejenak agar Yeri bisa lebih leluasa berinteraksi dengan kakak-nya. Pablo hanya berdiri kaku disamping Unaya tanpa mengatakan apapun.

"Aw! Sakit bego! Badan loe segedhe gorila gak nyadar apa ya!". Omel Jeka. Yeri terisak-isak, ingusnya juga menempel dibaju yang Jeka kenakan hingga siempunya mengernyit jijik.

"Huhu... gue khawatir banget sama loe Bang! Kok malah dikatain gorila sih! Kalau loe mati siapa yang nemenin gue main PS, siapa yang jadi tempat curhat gue..". Jeka terkekeh mendengar celotehan adiknya. Pemuda itu menepuk-nepuk punggung Yeri lembut.

"Idihhhh... udah jelek nambah jelek deh tuh muka". Ledek Jeka sembari menarik hidung Yeri yang memerah.

"Ihhhhh... gue cangtip gini, banyak yang bilang kalau gue mirip Ayu Ting-ting. Cuma loe doang yang bilang gue jelek Bang!". Adik-Kakak mulai ribut membuat Unaya dan Pablo tersenyum kecil.

"Sttttt... mau lihat bidadari gak?". Bisik Jeka sembari melirik kearah Unaya.

"Hah? Bidadari? Loe udah mau mati ya Bang sampai bisa ngelihat makhluk tak kasat mata? Ya Allah Bang, jangan mati napa huhu...". Sahut Yeri dengan kurang ajarnya. Jeka menoyor kepala Yeri dengan gemas, adiknya satu ini cantik-cantik sengklek juga.

"Belum pernah lihat wujud bidadari kan loe, tuh mitos bidadari pernah turun ke Bumi nyata Yer". Kata Jeka sembari menunjuk kearah Unaya. Unaya membulatkan matanya merasa kaget, sementara Yeri langsung shock karena baru menyadari keberadaan Unaya.

"Kak Unaya? Ya ampun Kak". Yeri beralih memeluk Unaya, gadis itu sudah dengar semuanya dari Jimi. Kabar jika Unaya ikut terluka bersama Abang-nya, namun gadis itu tidak tahu jika Mario yang menyebabkan dua sejoli itu terluka.

"Muka Kakak ikut bonyok gitu?". Pablo menatap Unaya dengan miris, gara-gara kebanyakan bergaul dengan Jeka gadis itu jadi kena imbas-nya.

"Unaya, Om minta maaf sekali. Gara-gara Jeka kamu jadi ikut terluka". Kata Pablo benar-benar merasa bersalah. Lelaki itu malah mengkhawatirkan orang lain ketimbang anak-nya sendiri.

"Eh?...". Unaya menatap Jeka yang tengah menundukkan kepalanya, pemuda itu malu lantaran apa yang dikatakan Papa-nya memang benar. Kalau saja Unaya bukan pacarnya tentu saja Mario tidak akan menyentuh gadis itu.

"Bukan salah Jeka kok Om, justru Jeka yang udah nolongin Unaya sampai luka parah gitu. Harusnya Unaya yang minta maaf Om, maaf karena Unaya bikin Jeka jadi begini". Kata Unaya dengan tulus.

"Sudah-sudah tidak apa-apa, anak itu memang...". Pablo menatap Jeka dengan jengkel kemudian beralih menepuk pundak Unaya lembut.

"Unaya maaf, bukannya Om ngusir. Tapi ini sudah malam, lebih baik kamu pulang dan istirahat. Orangtua kamu pasti nyariin, Yeri anterin Unaya kedepan ya". Yeri yang paham kode dari Pablo untuk meninggalkan-nya dan Jeka berdua. Lelaki itu pasti hendak memarahi Jeka, mau tak mau Yeri mengangguk saja.

"Ah... iya Om benar, Papa sama Mama pasti udah nyariin. Kalau gitu Unaya pamit dulu ya Om...". Kata Unaya sopan sambil menyalami tangan Pablo.

"Jeka aku pulang dulu, besok pagi sebelum ke sekolah aku kesini". Pamit Unaya pada Jeka. Jeka tersenyum kearah Unaya sebelum menjawab.

"Hati-hati, suruh Jimi atau Victor anterin kamu. Gak usah naik taksi, udah malam. Bahaya". Peringat Jeka yang diangguki Unaya. Setelah itu Unaya dan Yeri keluar dari ruang rawat menyisakan dua lelaki yang dirundung kecanggungan.

Jeka kembali menampakkan raut kaku-nya setelah Unaya dan Yeri pergi. Pemuda itu melengos kearah lain enggan menatap wajah Papa-nya. Pablo maju selangkah tepat disamping ranjang, lelaki itu menatap putranya tajam.

"Lihat! Karena ulah kamu anak orang jadi begitu!". Kata Pablo dingin. Jeka berdecih, tersenyum remeh kearah Papa-nya.

"Kalau datang cuma mau marahin, besok aja. Jeka ngantuk". Sahut Jeka tak kalah dinginnya, memilih berbaring membelakangi Pablo.

"Udah berapa kali Papa bilang berhenti berantem, berhenti bikin masalah Jeka! Kamu bisanya cuma bikin malu Papa aja, apa yang bisa Papa banggain dari kamu?!". Jeka memejamkan matanya menahan amarah. Hatinya bak dijatuhi batu beton, sakit sekali. Mungkin tak ada satupun hal yang membanggakan dari dirinya, namun ia sama sekali tidak pernah menggunakan uang yang diberikan oleh Papa-nya. Pemuda itu membiayai kehidupannya dengan uangnya sendiri, kasarnya ia hanya numpang tinggal dirumah Papa-nya. Selebihnya ia berusaha sendiri.

"Lihat keadaanmu sekarang! Kalau begini siapa yang repot...".

"Jeka gak pernah nyuruh Papa buat datang kesini. Gak minta direpotin juga". Kata Jeka dengan suara tercekat. Pemuda berandal sepertinya juga bisa sakit hati. Apa ada yang lebih sakit ketimbang diremehkan orangtuanya sendiri? Selama ia hidup, Pablo sama sekali tidak pernah memuji atau sekedar mengucapkan kalimat positif untuknya.

"Tetap saja Papa kecewa sama sikap...".

"Apa kalau Papa ada diposisi Jeka, Papa bakal diam aja saat tahu gadis yang Papa cintai dalam bahaya? Kenapa sih Pa, Jeka selalu aja jelek dimata Papa. Coba sekali-kali Papa nge-lihat dari sudut pandang Jeka. Jeka gak butuh omelan Papa, Ah... Papa pasti kecewa karena Jeka gak mati hari ini". Untuk pertama kalinya Jeka mengeluarkan unek-unek yang selama ini mengganjal di dalam hatinya. Dan untuk yang pertama kalinya juga hati Pablo berdenyut ngilu seakan merasakan kesakitan yang putranya alami selama ini.

++

Sementara itu di toilet wanita, Ririn terlihat gelisah menunggu Sonia keluar dari sana. Entah apa yang hendak dilakukan gadis itu, namun ia sungguh penasaran dengan pra-duganya. Jika Jeka dan Unaya adalah saudara tiri, berarti tak seharusnya mereka bersama kan?

Cklek!

Ririn langsung menolehkan kepalanya kearah bilik toilet yang baru saja dibuka Sonia. Wanita cantik itu berjalan kearah wastafel tepat disebelah Ririn. Sementara itu Ririn ragu hendak menyapa Sonia atau tidak. Tapi bagaimana ini, bukankah Sonia berhak tahu dimana keberadaan Unaya? Teringat Unaya yang pernah bercerita padanya jika gadis itu tidak tahu dimana keberadaan ibu kandungnya setelah bercerai dengan Papa-nya. Ririn merasa iba, sudah saatnya Ibu dan anak itu dipertemukan.

"Ta-tante?". Cicit Ririn takut-takut. Sonia menoleh kearah Ririn dengan tatapan bingung.

"Ya, kamu kenal saya?". Ririn menggigit bibirnya kuat-kuat, gadis itu meyakinkan diri jika apa yang ia lakukan ini tidak salah.

"Saya Ririn Tante temennya Jeka sama Unaya". Sahut Ririn langsung. Gadis itu bisa menangkap wajah Sonia yang mulai memucat.

"Temennya Unaya?". Tanya Sonia memastikan, mata wanita itu berkaca-kaca. Ririn menganggukan kepalanya sebelum berkata;

"Tante mama kandungnya Una kan?  Iya benar, nama Tante Sonia kan?". Sonia menatap Ririn dengan air mata yang mulai jatuh di pipinya.

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau saya ibu kandung Unaya?". Tanya Sonia dengan suara tercekat.

"Una sering cerita tentang Tante, Una kangen banget sama Tante. Kenapa Tante gak pernah temuin dia?". Tubuh Sonia lemas seketika, wanita itu berpegangan pada wastafel.

"Saya juga rindu sama anak saya, tapi situasinya tidak memungkinkan untuk bisa bertemu dengannya". Kata Sonia semakin terisak.

"Karena hubungan antara Jeka dan Una? Mereka belum tahu jika Tante Mama mereka". Tebak Ririn. Sonia mematung ditempatnya, tebakan Ririn seratus persen benar. Ia tidak bisa membayangkan semarah apa Jeka jika mengetahui dirinya adalah ibu kandung kekasihnya sendiri. Pemuda itu pasti akan semakin menganggap dirinya perusak kebahagiaan orang lain, ia tidak mau dianggap seperti itu.

"Hubungan saya dan Jeka sudah tidak baik sebelumnya, ditambah sekarang fakta dimana dia dan Unaya menjalin hubungan. Sudah pasti dia akan semakin benci saya, saya juga tidak tega melihat Unaya sedih karena ini". Sonia menutup wajahnya dengan telapak tangan, terus menangisi garis nasib yang ia jalani saat ini. Kenapa sulit sekali merasakan kebahagiaan di dunia? Kenapa dunia sesempit ini? bisa-bisanya yang menjadi kekasih Jeka adalah anak kandungnya sendiri.

"Tapi Tan, Una harus tahu masalah ini secepatnya. Semakin lama Tante menyembunyikannya, semakin sakit jika akhirnya mereka tahu. Apalagi Una...". Kata Ririn dengan suara tercekat.

"Una? Unaya kenapa?". Tanya Sonia tidak sabar. Ririn mengusap air matanya sebelum menjawab.

"Una sakit Tan. LCH-nya kambuh lagi, mumpung Una masih baik-baik aja Tan. Ririn gak mau Una nge-drop suatu hari nanti kalau tahu semuanya dari orang lain". Sonia semakin lemas dibuatnya, wanita itu bahkan nyaris limbung kalau saja Ririn tidak buru-buru menahan tubuh wanita itu. Sonia tahu Unaya pernah mengidap penyakit itu, dan demi menyembuhkan penyakit Unaya itulah ia rela mengorbankan diri untuk menikah dengan lelaki yang tidak pernah ia cintai, bahkan sampai saat ini. Namun wanita itu tidak menyangka jika penyakit itu akan kembali kambuh.

"Tan! Tante kenapa Tan?!". Ririn panik sekali, Sonia sudah hampir pingsan kepalanya terasa berputar.

"Unaya". Cicit Sonia sebelum benar-benar pingsan.

--Bangsat Boys--