webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Private Number

Dan pada akhirnya Unaya benar-benar mengikuti saran Ririn. Gadis itu akan mencoba bersikap cuek dan biasa saja ketika berpapasan dengan Jeka. Mau berfikir realistis saja, kalau pemuda itu sudah tak mau dengannya, ya kenapa harus dipaksa? Meski berat, tapi jika memaksakan sesuatu juga hasilnya tidak akan baik. Dan karena kejadian epic di lorong sekolah tadi, Unaya sukses menjadi bahan gunjingan murid-murid di sekolah.

Oke, berpura-pura tuli pada saat seperti ini memang-lah pilihan yang tepat. Unaya memilih bodo amat, biarlah mereka semua sibuk membuat spekulasi-spekulasi aneh tentang hubungannya dengan Jeka. Toh, kalau ia hendak meluruskan apa yang sebenarnya terjadi, semuanya masih abu-abu. Ia dan Jeka berakhir atau tidak, belum jelas.

"Ambil buku paket Fisika di perpus ya". Perintah Clarissa dengan seenak jidatnya. Gadis itu mulai berulah kembali sejak melihat secara langsung bagaimana Jeka memperlakukan Unaya. Sudah tidak ada pawang-nya, buat apa takut mem-bully Unaya lagi? Begitulah batin Clarissa.

"Kenapa harus gue?". Tanya Unaya dengan berani. Clarissa memutar bola mata jengah, gadis itu menatap Unaya datar.

"Jangan mentang-mentang jadi anak kesayangan guru, terus gak mau disuruh-suruh ya. Gue ketua kelas di sini, dan ini jadwal piket loe. Jadi gak salah dong gue merintah loe". Sahut Clarissa dengan sewotnya. Daripada membuat ribut, Unaya memilih mengalah. Gadis itu berlalu begitu saja dan sengaja menabrak bahu Clarissa.

Unaya berjalan menuju perpustakaan dengan malas. Gadis itu celingukan mencari sosok Ririn yang mendadak hilang beberapa menit yang lalu. Tubuhnya sedikit terhuyung lantaran murid-murid lelaki entah kelas berapa berlarian kearahnya dengan mengenakan seragam olahraga. Dan lagi begitu murid-murid itu melihatnya, mereka semua saling berbisik menggosipkan dirinya. Unaya mendengus malas, gadis itu mempercepat langkahnya agar segera sampai ke perpustakaan.

"Hari ini pelajaran-nya tentang permainan bola basket...". Pak Tejo guru olahraga menjelaskan teori permainan bola basket yang membuat Jeka sukses bosan. Pemuda itu berbaris di barisan paling belakang, sengaja agar bisa bersender di batang pohon. Kalau tidak salah, tadi ia sedikit melihat siluet Unaya masuk ke dalam perpustakaan, namun pemuda itu buru-buru mengenyahkannya. Mungkin efek kangen jadi suka berimajinasi aneh-aneh.

"Jeka! Coba kamu berikan contoh pada teman-teman cara memasukkan bola basket ke dalam ring dengan teknik yang benar". Kata Pak Tejo tiba-tiba sukses membuyarkan lamunan Jeka.

"Ha?". Ujar Jeka yang langsung menegakkan tubuhnya. Pemuda itu sedikit kikuk lantaran ditatap oleh semua teman sekelasnya.

"Coba berikan contoh cara memasukkan bola ke dalam ring dengan cara yang benar. Kamu melamun saja dari tadi, mikirin Unaya ya?". Ledek Pak Tejo. Bukan rahasia umum jika hubungan Jeka dan Unaya mendadak viral hingga guru-guru pun mengetahuinya.

"Cieeeeeee...". Ledek yang lain hingga membuat Jeka salting.

"Eh? Enggak Pak. Saya udah gak sama dia". Ujar Jeka dan langsung mengambil bola basket dari tangan Pak Tejo. Gadis-gadis teman sekelas Jeka mendadak heboh begitu mendengar jawaban dari mulut pemuda itu.

"Yes! Jeka jomblo!". Pekik para gadis kegirangan.

Jeka melakukan perintah Pak Tejo dengan sangat baik, bahkan pemuda itu mendapat tepuk tangan meriah dari teman-teman sekelasnya. Dan setelahnya murid-murid diminta melakukan praktek permainan bola basket. Sementara itu Unaya terlihat kesulitan membawa setumpuk buku paket Fisika. Biasanya ada dua anak yang pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku paket. Tapi memang dasarnya saja Clarissa itu nyebelin, gadis itu pasti sengaja mengerjainya.

"Huh! Gak heran sih sama kelakuan Clarissa. Tuh anak emang ya hobi banget cari gara-gara sama gue! Kalau bukan ketua kelas, udah gue bejek-bejek tuh mukanya!". Gerutu Unaya dengan mulut seperti bebek. Gadis itu sama sekali tidak menyadari jika kelas Jeka sedang berolahraga di lapangan.

"Arah jam sembilan ada bebek imut". Bisik Jimi pada Jeka kemudian merebut bola basket dari tangan pemuda itu dengan cepat. Jeka reflek menoleh kearah yang ditunjukkan Jimi. Senyum kecil terpatri di wajah tampannya, lebih tepatnya senyum geli. Unaya terlihat menggerakkan bibirnya dengan ekspresi sebal, Jeka tebak gadis itu tengah menggerutu.

"Aw!". Jeka sudah hampir berlari mendekati Unaya saat melihat gadis itu tersandung tali sepatunya sendiri hingga hampir terjatuh. Namun sekuat tenaga Jeka menahan diri, pemuda itu hanya mengawasi dari jauh dan memastikan jika Unaya baik-baik saja.

"Yaaahhh... tali sepatunya lepas...". Unaya hendak berjongkok untuk mengikat tali sepatunya namun terasa sulit karena ia membawa setumpuk buku paket. Belum lagi rambutnya yang beterbangan tertiup angin sangat mengganggu.

"Kalau bukunya ditaruh bawah nanti kotor, diomelin Bapak penjaga Perpus. Kalau sepatunya gak di tali, nanti gue jatuh plus bukunya juga bakal ikutan jatuh. Double sial dong". Gumam Unaya tidak jelas. Baru juga bergumam sendiri bak orang gabut, mata gadis itu membulat penuh kala ia melihat sosok pemuda yang berjongkok didepannya dan mengikat tali sepatunya.

Siapa hayo?

Dan orang itu adalah Pak Tejo :')

Ya bukan lah! Orang itu adalah Jeka. Unaya tertegun, ia sudah mirip manekin saat ini. Yang bisa ia lakukan hanyalah menahan nafas-nya saat Jeka mendongak kearahnya dengan tatapan super datar. Unaya meremat kuat buku paket yang ada ditangannya. Mau apa lagi sih ini manusia? Tadi aja nyakitin sampai bikin nangis, kok sekarang jadi manis sampai bikin diabetes.

Jeka berdiri hingga berhadapan dengan Unaya, wajah pemuda itu masih sama datarnya. Dan Unaya hanya bisa menatap wajah pemuda itu dengan ekspresi cengo, ia bingung dengan apa yang dilakukan Jeka. Belum lagi tiba-tiba pemuda itu mengikat rambutnya dari depan hingga terlihat seperti tengah memeluk dirinya. Jantung Unaya bertalu tak menentu, wangi aroma Jeka sudah seperti candunya dan hal itu sukses membuat-nya mau menangis. Kangen... kangen banget dengan aroma ini.

"Bogoshipoyo". Cicit Unaya. Gerakan tangan Jeka terhenti, bukan karena ia paham dengan apa yang diucapkan Unaya, melainkan ia tidak tahu artinya :') pemuda itu berdeham sekali untuk menghilangkan gugup, setelah selesai mengikat rambut Unaya, ia berlalu begitu saja. Sangat kurang ajar!

"Kenapa loe lakuin ini?". Ujar Unaya, Jeka berhenti ditempatnya. Pemuda itu memejamkan mata dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Menahan diri agar tidak berbalik dan memeluk Unaya saat ini juga.

"Mau main-main sama perasaan gue? Mau nyoba nge-tes sekuat apa gue bisa bertahan tanpa loe?". Tanya Unaya dengan suara bergetar.

"Balik gih ke-kelas". Ujar Jeka dingin kemudian kembali ke lapangan. Unaya menghentakkan kaki-nya sebal. Gadis itu gemas sekali dengan sikap Jeka. Kadang jahat, tapi kadang perhatian juga seperti barusan.

"Hih! Dasar cowok kurang ajar! Cowok kurang ajar jodohnya Mimi Peri ati-ati loe!...". Teriak Unaya dengan sengaja agar Jeka bisa mendengar ocehannya.

"Eh? Kalau dia jadi jodohnya Mimi Peri beneran, gue galau dong?! Aukkk ahhhh...". Lanjut Unaya sebelum kembali ke kelasnya. Jeka yang masih bisa mendengar ocehan Unaya-pun terkekeh geli kemudian buru-buru menghampiri Victor.

"Vi! Bogoshipoyo artinya apaan?". Tanya Jeka tak sabar pada Victor. Victor kan suka Korea-koreaan jadi Jeka pikir pemuda itu pasti paham bahasa Korea.

"Auuukkkk... kenapa loe nanya gue? Emang gue orang Korea? Ya meski banyak sih yang bilang kalau gue mirip Kim Taehyung BTS, padahal gue gak tahu Kim Taehyung BTS itu siapa". Sahut Victor dengan sombongnya. Jeka memutar bola matanya malas, pemuda itu beralih menghampiri Jaerot yang jauh lebih waras ketimbang Victor.

"Jae, Bogoshipoyo artinya apaan?". Tanya-nya pada Jaerot.

"Oh, Bogoshipoyo itu artinya merindukan-mu". Jawab Jaerot dengan muka adem-nya hingga membuat hati Jeka ikutan adem begitu tahu maksud perkataan Unaya tadi.

"Kalau aku juga merindukan-mu bahasa Korea-nya apa Jae?". Tanya Jeka lagi.

"Nado Bogoshipo". Jawab Jaerot tanpa curiga bahkan saat Jeka meminta pemuda itu untuk mengetikkan di ponselnya.

To: Kelinci Madu

From: private number

Nado Bogoshipo

Jeka meletakkan ponselnya diatas handuk kemudian berlari kearah lapangan dan kembali bermain basket.

Private number telah kembali!

Dikelas Unaya...

"Private number?". Gumam Unaya yang diam-diam memainkan ponselnya didalam laci. Otak gadis itu berputar untuk mengingat sesuatu, yang biasanya menghubunginya dengan private number kan Jeka?

"Ah masa sih?!". Pekik gadis itu dengan suara nyaring tanpa sadar. Semua murid di kelas menatapnya dengan tatapan aneh, begitu juga dengan guru Fisika yang tengah menjelaskan materi didepan.

"Eh?". Unaya tersenyum kikuk begitu menyadari jika dirinya tengah menjadi pusat perhatian.

"Ada apa Unaya?". Tanya guru Fisika.

"Eung... itu Bu... anu. Ini saya nyoba ngerjain contoh soalnya tapi ragu mau pakai rumus yang mana hehe". Sahut Unaya beralibi. Untung saja guru Fisika percaya-percaya saja dengan ucapannya, dan pelajaran Fisika berlajut dengan semestinya.

"Huft... aman".

--Bangsat Boys--

"Rin, tadi kok loe mendadak pergi gitu aja ninggalin gue pas lagi galau-galau-nya. Mencret ya?!". Tuduh Unaya. Saat ini keduanya tengah berjalan kearah kantin, jam istirahat pertama.

"Sembarangan kalau ngomong. Gue tadi ke kelas Jeka". Sahut Ririn dengan santainya. Unaya cengo, gadis itu menghentikan langkahnya.

"Hah?! Ngapain?!". Unaya benar-benar penasaran dengan apa yang Ririn lakukan di kelas Jeka.

"Gue omelin Jeka! Terus gue tempelin tuh sticky note yang bertuliskan janji-janjinya ke-loe di jidatnya!". Sahut Ririn dengan menggebu. Unaya menganga dan menatap Ririn tak percaya, ia bukan terpesona dengan tindakan Ririn. Melainkan ia merasa malu huhu! Pantas saja tadi anak-anak kelas Jeka saling berbisik saat melihat dirinya.

"Sumpah loe ngelakuin itu? Di depan Jeka? Di depan teman-teman sekelasnya?!". Unaya mulai nge-gas, gadis itu menggoyangkan pundak Ririn hingga siempunya jadi pusing.

"Chill aja gak usah nge-gas!". Ririn menepis tangan Unaya yang berada dipundaknya.

"Gue ngelakuin itu biar dia tuh sadar. Kalau cinta butuh perjuangan, ya minimal dia gak kasar lagi sama loe. Kalau mau putus kan baik-baik bisa". Lajut Ririn sembari merangkul bahu Unaya.

"Eummm... iya juga sih Rin. Tadi pas gue papasan sama dia, sikap dia agak beda ke-gue, gak sengak lagi". Kata Unaya sembari mengingat-ingat kejadian tadi pagi di lapangan sekolah.

"Hah?! Serius? Emang dia ngapain?!". Tanya Ririn dengan antusias.

"Dia tiba-tiba ngiket-in tali sepatu gue plus ngiket-in rambut gue. Habis itu pergi gitu aja. Asli gue bingung banget sama dia, mau-nya apa coba". Unaya memijit pelipisnya lantaran mendadak pusing. Ririn menjentikkan jarinya sekali, kedua gadis itu melanjutkan langkah mereka.

"Fix sih Na, dia masih ada rasa sama loe. Cuma ya gitu, mending loe tunggu aja dia jelasin alasan kenapa mendadak ngejauh. Mana mungkin sih Na dia bisa move on secepat itu dari loe, jadi loe gak usah galau lagi". Kata Ririn panjang lebar.

"Heum... gitu ya?....".

Tling...

Ponsel Unaya berbunyi, tanda ada pesan. Gadis itu buru-buru membuka pesan dari...

"Private number lagi?". Dengusnya.

From: private number

Jangan lupa makan ya :)

"Kenapa Na?". Tanya Ririn begitu menangkap raut sebal dari wajah sahabatnya.

"Ini loh Rin, tadi pagi gue dapat SMS dari private number. Dan sekarang dia SMS lagi, mana sok perhatian gitu lagi". Unaya bergidik ngeri. Maklum nge-fans sama idol Korea, jadi mikir kalau yang SMS dia saesang fans :')

"Coba sini liat...". Ririn mengambil alih ponsel Unaya dan membaca dua pesan dari private number itu.

"Wuiiiihhhh keren nih sahabat gue punya pengagum rahasia". Teriak Ririn tanpa kira-kira hingga mau tak mau Unaya harus membekap mulut gadis itu.

"Ihhh... Ririn ember banget sih! Malu tahu! Ayo ah, udah lapar banget gue". Kata Unaya sembari menarik tangan Ririn dengan jengkel.

Sementara itu di depan loker Unaya, Jeka dan antek-anteknya berdiri tidak jelas. Mereka menunggu suasana sepi sebelum memasukan sesuatu ke dalam loker Unaya.

"Si Bos sok-sok an mau jadi secret... secret apaan tuh Jim, bahasa Inggrisnya pengagum rahasia? Secret garden?". Bisik Victor pada Jimi. Jimi ber-istighfar dalam hati. Ia bersyukur dianugerahi wajah tampan dan otak cerdas, tidak seperti makhluk yang ada di sampingnya ini hehe.

"Secret admirer, bukan Secret garden! Udah loe diem aja gak usah sok ngomong Inggris! Gak ada pantes-pantesnya!". Hina Jimi.

"Nah itu maksudnya. Mogu-mogu sama bunga mawar plastik, yhaaaaa cheesy banget gak sih? Mana belinya di Indoapril depan lagi". Bisik Victor lagi, kali ini Jimi setuju dengan perkataan Victor. Keduanya cekikikan sembari menggosipkan Bos mereka diam-diam.

"Lagi pada ngobrolin apa? Seru banget?". Sindir Jeka hingga membuat keduanya kicep.

"Eh? Gak kok Bos, ini kita lagi gosipin Upin-Ipin yang gak pernah dewasa. Penasaran apa gitu resep-nya biar gak tumbuh dewasa, jadi orang dewasa itu berat Bos. Gue gak sanggup". Kata Victor dengan lebaynya, Jeka memutar bola matanya jengah. Suka-suka Victor dengan segala pikiran absurd-nya.

"Awasin sekitar, gue mau masukin hadiah-nya". Perintah Jeka saat suasana lumayan sepi.

"Siap Bos!". Semua-nya langsung sigap menjalankan perintah si Bos. Sementara itu Jeka langsung membuka loker Unaya yang tidak dikunci.

"Dasar ceroboh". Gumam Jeka begitu melihat isi loker Unaya. Ada laptop dan beberapa benda pribadi di sana. Pemuda itu meletakan Mogu-mogu dan bunga mawar di atas laptop Unaya. Jeka memutuskan untuk menunjukan rasa pedulinya pada Unaya dengan cara seperti ini. Setidaknya gadis itu bisa merasakan jika masih ada yang peduli padanya. Juga sebagai bentuk pengalihan agar Unaya bisa sejenak melupakannya.

"Cabut!". Komando Jeka. Bangsat Boys berlalu, bergegas menuju markas.

++

Jam pelajaran telah berakhir, Unaya yang baru saja hendak keluar kelas bersama Ririn mendadak dicegat oleh Clarissa. Unaya sampai menghembuskan nafas berat, mau apa lagi si ketua kelas satu ini?

"Unaya, loe yang piket siang ya. Gue dipanggil Bu Berta ke ruangannya". Kata Clarissa dengan seenak jidat-nya part dua.

"Loh kok gue? Gue kan udah piket pagi". Protes Unaya. Memang hari ini jadwalnya piket, tapi ia sudah piket kok tadi pagi. Lalu dengan seenaknya Clarissa memintanya piket lagi.

"Ya terus siapa?! Masa gue? Kan gue disuruh ke ruangan Bu Berta". Sahut Clarissa dengan judesnya.

"Heh Clarissa, kan emang sekarang jadwalnya loe piket. Unaya udah piket pagi, ya berarti elo dong yang piket siang!". Bela Ririn.

"Loe gak dengar ya tadi gue ngomong apa? Gue disuruh ke ruangan Bu Berta!". Ririn dan Clarissa malah adu bacot. Karena tak suka melihat keributan, akhirnya Unaya mengalah lagi.

"Oke-oke gue gantiin loe piket!". Putus Unaya yang tentu saja membuat Ririn tak terima.

"Kok loe mau-mau aja sih Na disuruh sama dia? Ini kan jatah piket nya dia".

"Unaya-nya aja gak masalah, kenapa loe yang ribut sih. Ya udah gue cabut dulu, bye". Clarissa melengos begitu saja hingga membuat Ririn ingin sekali menjambak rambut keriting gadis itu.

"Hih! Biar gue patahin lehernya!". Umpat Ririn dengan jengkel.

"Udah Rin, gak apa-apa kok. Gue bakal piket secepat kilat. Loe tunggu di kantin aja ya".

"Loe tuh jangan nge-iya in omongan dia terus deh Na. Loe gak nyadar ya kalau lagi dikerjain? Dia jadi tambah kurang ajar Na sama loe". Omel Ririn.

"Udahlah Rin, gue tuh males ribut tahu gak sih. Itung-itung ngurangin dosa, dosa gue pindah ke dia semua hihihi". Unaya dan Ririn malah cekikikan, akhirnya Unaya piket dibantu Ririn.

Diparkiran sekolah...

"Seriusan Clar loe nyuruh Unaya piket? Wah parah sih, kan dia udah piket pagi". Jeka menghentikan gerakan tangannya yang hendak memakai helm begitu mendengar nama Unaya disebut. Pemuda itu menatap kearah sumber suara, merasa familiar dengan gadis berambut keriting yang tengah menggosipkan Unaya itu.

"Itu kan cewek yang nge-bully Unaya waktu itu. Bikin ulah apalagi tuh orang". Gumam Jeka yang memutuskan untuk menguping pembicaraan Clarissa.

"Haha. Serius lah. Gue bilang aja kalau gue gak bisa piket karena dipanggil Bu Berta padahal mah enggak. Dan dia percaya gitu aja dong, bego banget ya Haha".

"Haha. Gak nyangka juga sih. Katanya murid teladan kesayangan guru, tapi dungu gitu". Clarissa dan teman-temannya tertawa ngakak. Puas sekali karena bisa kembali mem-bully Unaya.

"Ekhem...". Deheman Jeka membuat mereka kicep seketika. Jeka tiba-tiba sudah berdiri didepan mereka sembari bersedekap dada.

"Kenapa mendadak kicep? Seru banget tadi kayak-nya, lagi bahas Unaya ya?". Tanya Jeka lembut namun menusuk. Clarissa meneguk ludahnya susah payah.

"Eh? I-itu...".

"Berani nyuruh Unaya piket? Lupa sama perkataan gue waktu itu?". Jeka berbicara dengan nada tenang namun tatapannya mengintimidasi. Tidak ada yang berani menatap pemuda itu, tubuh mereka gemetaran. Rasanya ingin menghilang saat ini juga.

"KALAU DITANYA JAWAB!". Jeka mulai nge-gas. Bukan hanya Clarissa dan teman-temannya saja yang terkaget-kaget mendengar bentakan Jeka, melainkan orang-orang yang ada disekitarnya juga sama kagetnya.

"Ta-tapikan loe udah gak sama Unaya lagi? Ya gak masalah dong kalau gue nge-bully dia". Jawab Clarissa dengan berani.

"YA JELAS MASALAH BUAT GUE!". Sahut Jeka langsung. Matanya berkilat marah, meski ia sudah tidak dekat dengan Unaya lagi, bukan berarti mereka semua bisa seenaknya dengan gadis itu.

"Gantiin dia piket sekarang! Kalau sampai gue lihat loe nge-bully dia lagi, gue pretelin motor loe! NGERTI?!". Ancam Jeka yang langsung diangguki oleh Clarissa.

"CEPAT!". Bentak Jeka lagi.

"I-iya....". Sahut Clarissa cepat-cepat dan ngacir begitu saja diikuti teman-temannya.

"Bikin emosi aja tuh manusia". Gerutu Jeka.

--Bangsat Boys--

Meski sedikit heran dengan sikap Clarissa yang mendadak manis padanya, Unaya memilih untuk tidak peduli. Mungkin Clarissa tobat, begitulah batin gadis itu. Sebelum menyusul Ririn yang pamit ke kantin untuk beli minum, gadis itu menuju loker-nya untuk mengambil laptop.

"Dari siapa nih?". Gumam Unaya dengan wajah bingung sembari mengambil Mogu-mogu dan setangkai bunga mawar plastik yang ada di dalam lokernya.

"Untuk tuan putri?". Unaya terkikik geli begitu membaca kata "tuan putri" sebagai pembuka note yang ditulis oleh si pengirim.

Untuk: tuan putri

Jangan lupa tersenyum, nanti bunga mawarnya layu kalau kamu sedih :)

Private number ;)

"Apaan sih, ini kan bunga mawar plastik mana bisa layu. Ada-ada aja". Unaya terkekeh sembari geleng-geleng kepala. Ya ampun setelah sekian lama akhirnya ia bisa tersenyum dengan tulus, dan semua itu berkat private number.

"Siapapun kamu private number, makasih udah bikin gue tersenyum hari ini". Gumam Unaya sembari mencium bunga mawar plastik dari private number kemudian tertawa sendiri.

--Bangsat Boys--