webnovel

Sebotol Air Untuk Arsena

"Sena, kasih gue bola!"

Arsena melempar bola basket yang tengah ia pegang pada Aileen. "Tembak, ay, tembak!"

Sesuai interupsi, Aileen langsung menembak bola ke dalam ring dan masuk tepat sasaran.

"Yes!"

Siang ini kelas sebelas IPS dua tengah melaksanakan permainan bola basket, sebagai materi pelajaran olahraga.

Arsena dan Aileen berada di dalam tim yang sama, dengan tiga orang teman lainnya.

"Jago juga lo," puji Arsena pada temannya.

"Iya, lah. Gimana? Lo terpukau sama permainan gue?"

Arsena mengangguk dan mengacungkan kedua jempol tangannya. "Diajarin siapa?"

Bukannya menjawab, Aileen malah mengusap tengkuknya. "Gue...."

"Lo kenapa? Gugup? Kan gue nggak tanya macem-macem."

"Oh, enggak. Gue nggak gugup. Gue bisa main basket karena sering latihan aja." Aileen menyengir lebar, sembari berdoa agar Arsena memercayainya.

"Oh.. pantes aja lo keliatannya udah biasa. Ternyata emang dari dulu lo bisa main."

"Ayo semuanya, sekarang giliran tim Arkala dan Eriko yang main."

Suara Pak Adi membuat Arsena dan Aileen menoleh. Mereka menepi dan duduk di pinggir lapangan.

"Liat deh, Arkala ganteng banget, ya. Nggak salah kalau gue ngefans sama dia sejak masih SD."

Kening Arsena mengernyit dan menoleh ke samping. "Apa lo bilang? Lo ngefans sama Arkala?"

"Iya, Sen. Gue sama Arkala itu satu sekolah waktu SD, dan dia itu udah cakep banget. Makanya gue ngefans sampe sekarang."

Arsena menoleh pada Aileen, dan kembali pada Sarah, teman sekelas mereka. "Sar, lo nggak salah pilih idola, kan? Cowok kayak dia lo jadiin idola. Nggak pantes, tahu."

"Ih, lo jangan gitu, Sen. Walaupun Arkala dingin dan kejam, tapi dia itu punya banyak pesona. Lo liat, dia kalau lagi keringetan, wajahnya mirip sama Xu Kai."

"Xu Kai? Xu Kai siape?" tanya Aileen yang sedari tadi hanya menyimak.

Sarah berdecak dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Xu Kai itu aktor Tiongkok yang cakepnya paripurna. Nih, kalian liat."

Kedua gadis itu merapatkan tubuh agar bisa melihat laki-laki tampan yang Sarah maksud.

"Gimana? Mirip, kan?"

Arsena meraih ponsel Sarah. Dia memperhatikan orang yang ada di dalam vidio dengan Arkala yang tengah bermain basket.

"Mana ada miripnya. Yang di hp lo emang cakep banget, tapi kalau si Arkala mah jelek. Mata lo siwer, ya?"

Sarah mendengkus, lalu merebut kembali ponselnya dengan kesal. "Terserah. Mata lo emang udah ditutup sama kebencian. Jadi nggak akan bisa liat kebaikan dan kegantengan Arkala."

"Lah... dia pergi," ucap Arsena sembari terkekeh.

Semua orang di kelas mereka tahu, bahwa Sarah adalah penggemar setia Arkala. Gadis yang menjabat sebagai bendahara kelas itu kerap kali mendekati Arkala secara intens. Namun hasilnya tetap sama, ia diacuhkan sebelum berhasil mengungkapkan cinta.

"Jangan curang lo, Eriko! Enak aja lo dorong-dorong gue."

"Gue nggak curang, Vin. Yang namanya main basket ya gini."

Perserteruan Gavin dan Eriko membuat Arsena menoleh. Dia berjalan ke garis pembatas lapangan dan berdiri di sana.

"Sena, kamu lagi ngapain di sini?" tanya Pak Adi, guru olahraga mereka.

"Saya cuma pengin liat aja, Pak. Katanya Arkala jago main basket."

"Menurut saya, yang jago itu Matteo. Coba kamu lihat, selain cerdik, tembakkan dia nggak pernah meleset."

Arsena memperhatikan Matteo baik-baik. Cara Matteo menembak ke dalam ring sangat persis seperti yang Aileen lakukan.

"Kayaknya si Aileen sering liat Matteo main, makanya gerakan mereka sama," gumam Arsena.

"Vin, jangan jauh-jauh!"

"Kasih Kala!"

Teriakan Gavin dan Iqbaal saling bersahutan. Berbeda dengan Arkala, Matteo dan Arvalo. Ketiga laki-laki itu terlihat tenang, dengan ditambah satu pemain yang Arsena kurang kenal.

"Kala, shoot!"

"Yes!"

Masuknya bola yang Arkala lempar bersamaan dengan bunyi peluit Pak Adi. Arsena yang masih berdiri di samping gurunya memberi tepuk tangan, sebagai apresiasi kepada tim yang menang.

"Kalian istirahat dulu, Bapak akan kembali dalam sepuluh menit."

"Siap, Pak!" teriak Gavin penuh semangat.

Arsena melambaikan tangan pada Gavin, membuat laki-laki itu menghampirinya.

"Selamat, ya. Tim lo emang keren!" puji Arsena.

"Itu semua karena Kala dan Matteo. Kalau nggak ada mereka, tim basket sekolah kita nggak akan sekuat sekarang."

"Eh, kenapa lo jadi ngomongin tim basket sekolah? Kita kan lagi olahraga kelas," ucap Arsena bingung.

"Gue tahu. Gue ngomong kayak gini supaya lo tahu, kita bisa menang karena ada dua orang itu."

Arsena melirik Arkala yang tengah menenggak sebotol air mineral. Pandangannya turun ke arah leher. Arsena termangu, ketika melihat jakun Arkala bergerak naik turun.

'Ya Tuhan... pemandangan macam apa ini?'

"Sena!"

Tubuh Arsena terperanjat, tatkala Gavin menepuk bahunya. "Kenapa?" tanya Arsena, ketika kesadarannya kembali pulih.

"Lo ngeliatin apa, sih? Gue lagi ngomong tapi lo malah bengong."

Arsena menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sori, Vin. Gue nggak sengaja, hehe."

"Sena."

Arsena dan Gavin menoleh. Mereka mengerutkan kening, karena Rangga sudah berada di hadapan mereka.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Gavin sinis.

Rangga hanya melirik Gavin sekilas dan kembali menatap Arsena. "Buat lo. Lo pasti haus."

Arsena menatap tangan Rangga yang tengah menyodorkan sebotol air mineral padanya. Dia melirik sekitar, semua teman sekelasnya tengah memperhatikan ke arah mereka. Termasuk Arkala.

"Rangga, lo nggak usah repot-repot," ucap Arsena. Dia merasa tidak enak, karena diperhatikan oleh semua orang.

"Nggak. Cuma sebotol doang, nggak akan bikin repot."

"Gila... sejak kapan lo perhatian sama cewek? Bukannya lo selalu nolak kalau dideketin cewek?" Gavin menyela. Dia menatap Rangga sinis, seperti tidak suka pada lelaki itu.

"Gue cuma mau kasih minuman ini buat Arsena. Lo mau juga?"

Gavin berdecih dan tertawa sinis. "Gue masih punya duit. Nggak usah sok kaya lo!"

"Kalau gitu, gue terima minumannya, ya." Arsena menerima minuman tersebut dari tangan Rangga.

"Hm. Kalau gitu, gue pergi dulu."

Arsena melambaikan tangan hingga tubuh Rangga semakin menjauh.

"Sena, lo punya hubungan sama Rangga?" tanya Gavin, antusias.

"Nggak. Kita aja baru kenal."

"Tapi, kenapa dia perhatian banget, ya? Kemarin dia nolongin elo, sekarang ngasih minum. Kayaknya dia yang suka sama lo."

Arsena kembali menoleh pada Rangga yang sudah tak terlihat. "Nggak usah ngadi-ngadi lo. Duduk, ah."

Gavin mengangkat kedua bahu dan menghampiri teman-temannya.

"Vin, Arsena pacaran sama si Rangga?" tanya Iqbaal dan Eriko. Sepertinya kedua makhluk itu sudah penasaran sejak tadi.

"Arsena bilang sih, enggak. Tapi gue yakin, si Rangga yang naksir sama itu cewek."

Iqbaal menggeleng takjub. "Arsena emang cantik. Dia juga baik dan pemberani. Kalau dia mau jadi pacar gue, udah gue embat!"

Gavin dan Eriko menoyor kepala Iqbaal bersamaan. "Jangan kebanyakan halu, lo! Arsena itu nggak suka sama cowok modelan kayak lo!"

"Lha, emangnya lo tahu isi hati Arsena?" Iqbaal mencebik pelan. "Yang namanya cinta itu nggak bisa ditebak. Siapa tahu, Arsena emang sukanya sama gue."