webnovel

Rangga Gemilang

"Lepasin gue! Lo siapa, sih?"

"Ih, lepasin!" Arsena menghempaskan tangan lelaki yang membawanya ke gudang. "Lo siapa? Kenapa lo bawa gue ke gudang? Lo mau macem-macem sama gue? Jangan harap!"

Tanpa mengucapkan sepatah kata, lelaki itu berjongkok di hadapan Arsena yang masih berdiri, dengan sebuah kursi menempel di bokongnya.

Arsena bergerak mundur, untuk berjaga-jaga. "Lo mau ngapain?" tanyanya.

Tangan lelaki itu mulai terjulur ke arah paha Arsena. Membuat kedua mata gadis itu membola dan panik.

"LO JANGAN MACEM-MACEM! JAUHIN TANGAN LO! JANGAN PERNAH BERANI LO SENTUH GU----"

"AKH!"

Teriakan Arsena memenuhi seisi gudang. Gadis itu lalu meringis, setelah laki-laki tadi menarik paksa kursi yang menempel di bokong Arsena.

Lelaki itu spontan membalikkan tubuh, karena rok bagian belakang milik Arsena robek. "Gue beli rok yang baru buat lo. Sebentar," ucapnya pergi begitu saja.

Dengan sisa ringisannya, Arsena memperhatikan tubuh laki-laki yang sudah membantunya dengan seksama. "Dia siapa, sih? Kita nggak saling kenal, tapi kenapa dia mau bantu gue?"

"Akh.. bodo amat deh, sekarang bokong gue sakit banget." Arsena berjalan mendekati dinding, sembari memegangi pinggang. Dia bersandar di sana, merasakan nyeri akibat lem yang menempel di roknya.

Wajahnya mendongak ketika melihat pintu terbuka. Rupanya lelaki itu benar-benar membeli sebuah rok yang baru untuk Arsena.

"Lo beneran beli rok buat gue?"

"Iya. Cepet ganti, gue nggak akan liat," ujar laki-laki itu sembari berbalik.

Arsena melihat sekeliling. Gudang itu memang aman, juga gelap. Sepertinya tidak masalah jika dia mengganti pakaiannya di sana.

"Jangan balik badan lo." Arsena mulai melepas rok nya dan mengganti dengan yang baru. Sebenarnya dia takut jika lelaki itu berbalik badan dan melihat tubuh bagian bawahnya.

"Udah," ucap Arsena.

"Rok lama lo, mau dibuang?"

Arsena mengangguk. Nanti gue buang di rumah aja."

Keduanya terdiam. Arsena mengusap tengkuknya, dan merasa bahwa hawa di sekitar mereka berubah dingin. "Omong-omong, makasih ya. Kalau nggak ada lo, gue nggak tahu bakal kayak gimana."

"Sama-sama. Kalau gitu, gue anter ke kelas lagi. Sini kursinya, biar gue yang bawa."

"Eh, nggak usah," tolak Arsena cepat. "Kursi ini berat, lho. Lo nggak akan kuat, biar gue aja."

Lelaki itu tertawa geli, dan terlihat sangat tampan. Arsena sampai tidak berkedip melihatnya. Sudah tampan, baik, perhatian lagi. Sungguh paket lengkap yang diberikan Tuhan.

"Justru karena ini berat, biar gue yang bawa. Gue cowok, tenaga gue jauh lebih besar daripada elo."

Arsena menyengir seperti kuda. Akhirnya dia memberikan kursi tersebut. "Nama lo siapa?"

"Nama gue Rangga. Gue anak kelas sebelas IPA satu." Rangga melangkah keluar, diikuti oleh Arsena di sampingnya.

"Oh... anak IPA. Pantes aja lo keliatan rapi. Nggak kayak gue," ujar Arsena sambil terkekeh.

"Lo juga rapi, kok. Jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain."

Arsena terpana dengan rupa dan apa yang Rangga katakan. Sungguh, dia adalah lelaki yang sangat cocok untuk dijadikan pacar. Bahkan suami sekaligus.

"Lo sebelumnya udah kenal gue? Kenapa tiba-tiba lo bawa gue pergi?" tanya Arsena dengan kening mengerut.

"Gue tadi nggak sengaja lewat dan liat lo dikerjain sama Kala. Makanya gue bawa lo pergi."

"Lo kenal Arkala juga?" Arsena bergerak ke depan dan melangkah mundur di hadapan Rangga.

"Siapa sih yang nggak kenal Arkala?" tanya Rangga berbalik, di akhiri dengan suara kekehan.

"Lo bener juga, sih. Dia kan anak sultan, alias anak yang punya sekolah. Nggak mungkin banget semua murid di sini nggak kenal sama dia."

"Lo ada masalah sama dia?"

Arsena mengangguk. Dia kembali pada posisi semula. "Sejak gue masuk, kita udah berantem dan nggak akur sampai sekarang. Arkala itu cowok paling nyebelin yang pernah gue kenal!" tegasnya.

"Tapi dia ganteng, kan?"

Gadis itu menoleh dan menatap Rangga lekat. "Kok ada sih, cowok yang muji cowok?"

Rangga terbahak. Arsena benar-benar gadis yang realistis. "Lo nggak usah mikir yang aneh-aneh. Gue masih normal, dan gue masih suka cewek," beber Rangga, memberi klarifikasi.

"Hehe... lo tahu aja isi otak gue." Arsena terkekeh. "Dia emang ganteng, sih. Tapi sayang minus akhlak. Dingin juga, udah kayak kulkas berjalan. Ih, serem," imbuh Arsena sembari bergidik ngeri.

"Kalau lo dalam masalah, lo bisa panggil gue."

"Gimana caranya? Kelas kita kan jauh. Masa iya gue harus teriak-teriak."

Rangga menggeleng pelan dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Nomor Whatsapp lo berapa?"

Sontak kedua mata Arsena melebar. "Lo minta nomor Whatsapp gue?"

"Iya. Supaya gampang, kalau lo mau minta bantuan."

Arsena mengangguk mengerti. Dia menerima ponsel Rangga dan menyimpan nomornya di ponsel lelaki itu.

"Namanya Sena Cantik, supaya beda dari yang lain," ucap Arsena dengan percaya diri dan mengembalikan ponsel Rangga.

Rangga tertawa geli dibuatnya. "Oke. Kalau gitu gue balik dulu. Lo hati-hati."

"Siap!"

Setelah melambaikan tangan pada Rangga, Arsena berbalik dan kembali memasuki kelas sembari membawa kursi yang sudah membuat bokongnya perih.

"Sena!" pekik Aileen. Gadis itu berlari menghampiri Arsena dan membantunya membawakan kursi.

"Udah nggak apa-apa, Ay. Biar gue aja yang bawa," ucap Arsena.

"Biar gue aja. Tapi, lo baik-baik aja, kan?"

Arsena mengangguk. "Lo tenang aja. Nggak ada masalah yang nggak bisa gue atasi," jawabnya sembari melirik Arkala dengan sinis.

Dasar manusia tidak memiliki hati nurani, pikir Arsena.

"Syukurlah. Eh, lo ganti rok?" Aileen memperhatikan rok yang dipakai Arsena.

"Iya. Dibeliin Rangga." Arsena tersenyum lebar, membuat Aileen menatapnya curiga.

"Rangga ketua tim basket tadi?"

"Ketua tim basket?" Arsena duduk di kursinya dengan perasaan lega.

"Iya. Cowok yang bawa lo pergi tadi, kan?"

Arsena mengangguk. "Jadi, dia ketua tim basket?"

"Yoi. Namanya Rangga Gemilang. Sesuai namanya, dia adalah laki-laki yang paling gemilang di sekolah ini. Bersinar dan selalu jadi pusat perhatian!"

Arsena terdiam. Jika melihat ekspresi Aileen saat ini, pasti Rangga memiliki banyak penggemar. Apalagi lelaki itu adalah ketua dan kapten tim basket, terbayang bagaimana riuhnya suara penonton ketika melihat Rangga bermain di lapangan.

"Sena, lo pacaran sama Rangga?"

Arsena mengerjap. "Sejak kapan lo di sini, Baal?" tanyanya pada Iqbaal yang tiba-tiba berdiri di samping mejanya.

"Lima detik yang lalu, melalui langkah kaki yang lebar."

"Lo kira ini fitur Twitter. Melalui, melalui," sahut Aileen sinis.

"Diem lo, Ay. Gue lagi tanya Sena." Iqbaal memukul bahu Aileen pelan.

"Gue nggak pacaran sama si Rangga itu. Kita aja baru kenal," kata Arsena. Memang begitu faktanya.

"Tapi kenapa dia tolongin lo? Pasti dia ada sesuatu sama lo." Iqbaal mengusap dagu sambil berpikir. "Aha!" pekiknya, membuat Aileen dan Arsena terperanjat. "Jangan-jangan dia naksir sama lo!"

Arsena melihat sekeliling. Saat ini seluruh mata tertuju padanya, dan ada beberapa siswi yang mulai berbisik-bisik karena Iqbaal mengatakannya dengan begitu keras.

"Mana mungkin Rangga suka sama cewek bar bar kayak dia."