webnovel

Interogasi

Di kediaman rumah Alif suasana agak sedikit menghebohkan. Terlihat Eyang kegirangan sambil menatap seprei yang di jemur Alifah tadi pagi sebelum ia berangkat ke sekolah. Eyang kembali membolak balikkan seprei seolah mencari sesuatu. Lebih tepatnya mencari bukti untuk mengungkapkan persepsinya.

Tadi ia ingin menginterogasi cucunya, tapi yakin dan pasti Alif tidak bakalan mengaku dengan jujur. Mau bertanya dengan Alifah takut Akidahnya malu. Jadi lebih baik ia akan cari sendiri jawabannya. Kira-kira semalam apa yang terjadi sesungguhnya. Tapi jika persepsinya benar alangkah keterlaluannya ia membiarkan Alifah berangkat ke sekolah. Seharusnya izin dulu, kan kasihan Alifah kesakitan. Untunglah tadi dia sempat memaksa Alif untuk berboncengan dengan Alifah. Apa jadinya jika Alifah berangkat kesekolah dengan kondisi seperti itu.

"Mama ngapain sih membolak-balikkan seprei seperti itu? Mama cari apa?" tegur menantunya yang dari tadi melihat mertuanya membolak-balikkah seprei yang sudah di cuci. Kalau kotor lagi bagaimana.

"Hush....jangan pedulikan mama. Mending kamu berangkat ke kantor saja." Balas Eyang terus melanjutkan aksinya.

"Memangnya mama lagi cari apa? Kalau sepreinya kotor lagi bagaimana? Kan kasian"

"Mama itu lagi cari noda merah. Siapa tau curiga mama benar"

"Memangnya apa yang mama curigai dari seprei itu?"

"Kamu tau tidak ini seprei Alif"

"Iya tau"

"Nah itu. Apa kamu tidak curiga, kenapa seprei ini di cuci padahal baru kemarin dulu mereka memakainya?" Tanya mertuanya ambigu. Sok misterius.

"Kotor mungkin. Kan Alif tidak suka kalau seprei ya ada kotorannya" jawab sang menantu tapi masih di rasa kurang tepat. Belum memuaskan.

"Benar, tapi masih kurang tepat."

"Sudahlah. Kita kembali saja ke dalam."

"Tunggu dulu. Kalau kecurigaan mama benar, sebentar lagi kamu akan dapat cucu dan mama akan dapat cicit" balas mama sumrigah.

"Apa Ma? Ko' mama berbicara seperti itu?" Tanya Mama Alif horor melihat ekspresi mertuanya.

"Makanya dari itu mama lagi cari bukti, siapa tau dalam seprei ini ada noda darahnya. Kamu tau itu artinya apa? Berarti mereka sudah melalui malam pertama"

***

Alifah tiba dalam kelas dengan keringat bercucuran plus suara nafas yang ngos-ngosan. Seperti di kejar anjing gila. Tidak. Dia tidak di kejar anjing gila, tapi dia berlomba dengan guru Killer yang ontime. Terbukti, baru beberapa saat dia mendaratkan pantatnya di bangku, sang guru sudah nongol depan pintu dan memberi salam. Kemudian langsung menyuruh siswanya mengumpulkan tugas yang sudah di berikan minggu lalu, dan melanjutkan materi pelajaran.

Sementara Fira menatap Alifah curiga. Di otaknya masih menimbulkan banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya atas apa yang di saksikan tadi.

Andaikan posisinya tidak berseberangan jalan mungkin tadi dia tidak perlu melihat sahabatnya berlarian. Tapi tadi itu apa beneran Alifah atau bukan ya? Tapi jika Alifah, masa sih dia mau berboncengan dengan laki-laki?. Dan siapa laki-laki tadi? Apa teman sekolahnya juga? Ahh tau ah....pusing. Sebentar saja dia menanyakan langsung ke Alifah, tidak boleh bersoudzon dulu. Percaya sama teman sendiri, tidak boleh menuduh sebelum kebenarannya terungkap.

***

Kembali di kediaman Alif, ternyata kecurigaan Eyang meleset total. Ah tidak jadi deh dia menggendong cicit, padahal dia sudah sangat bahagia.

Flash Back

"Ya ampun mama, itu belum tentu. Siapa tau aja itu noda darah haidnya Alifa. Lagian mereka itu masih sekolah, jangan berharap yang berlebihan deh mama. Alif saja mau menikah sudah syukur. Mengharapkan anak dari mereka, pasti mereka akan berpikir seribu kali dulu. Lagian mereka menikah itu di jodohkan di paksakan. Rasa yang timbul untuk keduanya itu butuh proses Ma." Pernyataan mama Alif menohok perasaan Eyang. Memang benar sih apa yang di katakan menantunya, tapi berharap itu boleh kan. Siapa tau aja kecurigaannya benar. Perkataan menantunya juga belum tentu benar kan.

"Tapi kan itu bisa saja terjadi kan?" tanya Eyang kurang yakin. Tapi kentara dari tatapannya yang masih sangat berharap. Mama Alif jadi kasihan melihatnya.

"Sabar ya Ma. Ada saatnya kok mereka akan punya cucu." Kata mama Alif menghibur mertuanya sambil memeluk mertuanya.

"Tapi kan umur mama tidak ada yang tau. Mama itu mau lho, sebelum mama meninggal, mama gendong anaknya Alif."

"Katanya mama, mama akan senang jika sudah melihat menikah. Kok permintaan mama bertambah ya" kata mama Alif menggoda.

"Isshhh kamu ini. Kamu berharap setelah Alif menikah mama meninggal aja begitu?" Protes Eyang sambil mencubit mama Alif, yang balas hanya tertawa melihat mertuanya cemberut.

Flash Back Of.

"Udah dong Ma. Jangan cemberut lagi." Bujuk mama Alif, merasa geli melihat mertuanya yang sudah berumur masih saja ngambekkan.

"Nyonya besar kenapa Bu?" Tanya Mbak Aty melihat majikannya membujuk nyonya besarnya seperti anak kecil.

"Nih Mbak, mama lagi sedih karena mengira Alif dan Alifah sudah melewati malam pertama karena tadi melihat Alifah menjemur seprei yang ada noda darahnya. Padahal kan itu belum tentu, Iyan Mbak?"

"Kalau itu sih memang benar Bu"

"Apa maksud kamu? Kamu setuju dengan pernyataan Tania?" tanya Eyang masih tak terima kalau kecurigaannya di bantah lagi.

"Sebenarnya tadi subuh itu, Den Alif mengetuk pintu kamar saya Bu..."

"Kenapa Alif mengetuk pintu kamar kamu?"

" Ya elah, jangan potong duku ayu Nya" protes Mbak Aty karena perkataannya di oleh sang Eyang.

"Ya sudah lanjutkan"

" Semalam itu Den Alif mencari pembalut nyonya buat Non Alifah. Jadi saya setuju dengan persepsi Bu Tania. Mungkin saja Non Alifah mencuci sepreinya karena tembus dengan darah haidnya Non Alifah, bukannya darah perawannya Non Alifah. Tapi Den Alif si Sweet banget lho Bu, sampai-sampai dia sendiri yang mencarikan pembalut untuk istrinya. Mirip cerita di film-film".

"Jadi beneran bukan ya" tanya Eyang lesu.

***

Suasana di kantin cukup ramai. Hampir di setiap kursi ada penghuninya. Berbagai makanan yang telah mereka pesan ia santap dengan nikmat. Mengisi kembali energi yang telah terkuras karena mata pelajaran yang lumayan susah dengan guru yang memaksakan otak siswanya agar siswanya bisa paham atas apa yang telah mereka terangkan.

Sekolah yang bertahap tingkat nasional itu memang memilih target agar setiap siswa yang bersekolah di sana memiliki otak yang Jenius. Bukan hanya sebagian siswa atau beberapa siswa yang memang sering mendapatkan peringkat, tetapi siswanya yang lainnya pun di paksa untuk mampu bersaing. Jadi yang bersekolah di sana bukanlah siswa yang memiliki otak yang biasa-biasa saja.

Sekalipun mereka tidak mendapatkan peringkat, jika otak mereka di adu dengan anak sekolah lainnya mereka masih yang terbaik. Bukan ha ya dari segala akademis tapi sekolah ini salah satu sekolah yang tidak pernah mendapat sorotan bahwa ada murid yang pernah ikut tawuran antar sekolah. Bahkan mereka rela ikut di hukum berjemur di lapangan atau lari sekalipun dari pada pulang ke rumah atau membolos.

Tiga sahabat yang tak pernah terpisahkan juga memakan makanan paforitnya yang suda mereka pesan. Mereka menyantap dengan lahap.

"Kamu kenapa sih melihat Alifah segitunya? " tegur Evi dari tadi melihat Fira melihat memperhatikan Alifah. Bahkan dari kelas pun Evi memperhatikan Fira yang tak biasanya pada Alifah. Ka biasanya jika ada sesuatu langsung di tanyakan, jarang Fira menunggu jika memang ada sesuatu hal yang menjanggal.

"Ada apa? Kok sebut-sebut nama aku?. Tanya Alifah penasaran. Bisa- bisanya sahabatnya menggosipkan dirinya sementara dia ada di depan mereka.

"Sebenarnya ada yang aku pastikan ke kamu, tapi kamu jangan marah ya" jawab Fira pada akhirnya.

Alifah masih diam menunggu pertanyaan Fira selanjutnya.

"Tadi kamu naik apa kesini?" pertanyaan Fira membuat Alifah cemas, apakah tadi dia terciduk?

"Kok kamu nanya kaya gitu ke Alifah sih. Ya jelas Alifah naik sepedanya. Naik apa lagi?" Itu suara Evi yang menjawab pertanyaan Fira.

"Soalnya tadi itu aku lihat kamu di bonceng seseorang?"

Deg... Tuh kan benar dugaan Alifah. Apakah ia harus menjawab jujur atau berbohong.

Next chapter