webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · Teen
Not enough ratings
114 Chs

Chapter 81

Kaito

Lampu yang bersinar terang, rak rak buku besar yang berbaris rapi. Keheningan yang jarang ditemukan di kota ini. Dan juga aroma kertas dan pendingin ruangan yang khas ini tak pernah berubah sejak tiga tahun lalu.

Entah ini takdir atau kebetulan, aku duduk di bangku yang sama lagi. Suasana ini tak pernah berubah. Semua coretan yang ku buat di meja ini masih melekat di kepala ku.

Apa aku ingin mengulangi kejadian itu?

Apa aku akan kehilangan orang yang duduk di samping ku ini?

Rasanya aku kembali duduk di sini disamping Ame. Berapa kali pun aku ingin melupakan kenangan ku, kenangan itu selalu membekas di hati ku.

Sudah lah ... yang disamping ku saat ini adalah Ai.

Jangan buat kutukan itu kembali lagi ...

Ai menarik lengan jaket ku dan membangunkan ku dari lamunan ku.

"Apa?", tanya ku lalu menoleh ke arah nya.

"Apa kau suka akhir yang sedih?", tulisan nya di buku catatan kecil nya yang biasa dia gunakan untuk berkomunikasi dengan ku.

"Hmm ... kalo di pikir semua novel karangan ku itu bad ending, tapi bukan berarti aku suka sama akhir yang sedih sih ...", jawab ku sembari mengingat semua novel karangan ku.

Setelah mendengar jawaban ku Ai kembali menulis dengan pulpen nya di halaman buku catatan kecil nya yang masih putih bersih.

"Oke kalau gitu novel kita ending nya bahagia ya?", tulisan yang kembali ia tunjukan padaku.

"Terserah kamu aja ..., terus nama tokoh utama nya?", lanjut ku bertanya.

Setelah mendengar pertanyaan ku Ai menunjukan jari telunjuk nya ke arah ku dan ke arah diri nya sendiri secara bergantian.

"Maksud mu? ...", ujar ku bingung.

Ai hanya menganggukkan kepala nya dengan senyuman manis nya. Dan saat itu juga aku mengerti apa yang ia maksud.

"Pake nama asli kita berdua?", tanya ku memastikan tebakan ku.

Ai hanya mengangguk dan tersenyum pada ku seperti biasa nya.

"Serius?, apa kamu ga malu?", tambah ku bertanya.

"Ngak, cuma biar gampang aja cari inspirasi nya", tulisan di buku catatan kecil nya yang ia tunjukan di depan wajah ku.

"Ohh ... ya udah, kamu buat aja dulu daftar nama tokoh tokoh nya, terus genre cerita nya apa, latar nya, pokok nya siapin semuanya, entar prolog nya biar jadi urusan ku", kata ku menjelaskan tugas kita masing masing.

Ai langsung mencoret coret kan pensil nya ke buku tulis yang ia letakan di atas meja sedari tadi. Sementara itu, bukan yang ia tulis yang ku perhatikan. Aku malah memperhatikan wajah cantik nya itu. Bola mata dengan warna biru seperti berlian nya itu sangat indah berapa kali pun aku melihat nya.

Rambut pirang panjang yang terurai nya itu sangat indah layaknya lautan emas. Seandainya aku bisa mendengar suara nya.

Kenapa dia menyembunyikan suara nya ya?

Sejak adik nya meninggal ...

"Ai ... aku ... aku ingin ngomong serius sama kamu", kata kata ku yang membuat Ai langsung menoleh ke arah ku.

"Soal ... suara mu, kenapa kau selalu menyembunyikan nya?", tanya ku dengan wajah serius yang jarang aku tunjukan.

Wajah kami hanya berjarak sekitar 30 sentimeter saja. Kami saling menatap satu sama lain, dan terlihat jelas seluruh ekspresi dari wajah cantik nya itu.

Ai hanya menatap ku tanpa ekspresi apa pun selama beberapa detik. Aku menatap mata biru nya itu dan menyadari ia mulai mengeluarkan air mata nya.

"Eh?!, Ai?? ... ma-maaf ... aku gak ada maksud buat ...", sebelum aku menyelesaikan kalimat ku, Ai segera mengusap air mata nya dan menuliskan sesuatu di buku catatan kecil nya.

Aku menunggu Ai menyelesaikan kalimat yang ia tulis dengan perasaan bersalah. Sampai ia menunjukan tulisan nya.

"Kutukan, kutukan ini selalu mengikuti ku!", tulisan yang ia tunjukan pada ku.

Apa?!

"Apa kutukan itu ada setelah adik mu meninggal?", tanya ku.

Ai hanya menganggukkan kepala nya dan tetap berusaha mengusap air mata yang membasahi pipi nya menggunakan punggung tangan nya.

Aku melihat diri ku yang dulu, ketika aku penuh dengan rasa bersalah dan putus asa saat kehilangan Ame. Ternyata tak hanya aku yang bisa terkena sebuah kutukan yang dibuat oleh diriku sendiri. Syukurlah aku sudah terbebas dari kutukan itu, aku sadar aku masih memiliki orang lain yang ada di sisi ku.

Aku belajar untuk menerima takdir yang berjalan, walau itu kejam dan membuat ku ingin mengakhiri nafasku. Aku mulai menganggap hidup ini hanya sebuah game.

Game yang harus aku selesaikan. Aku pasti akan kehilangan sesuatu, aku juga pasti akan menemukan sesuatu yang baru. Tapi walau aku sadar akan semua itu, tetap saja aku membenci takdir.