webnovel

A NASTY PIECE OF WORK

Tentang hidup Rabhita, mantan penulis yang berkali-kali gagal dalam menembus karyanya ke gerbong para penerbit. Dia melupakan enam novel yang dipublishnya dalam suatu aplikasi dan melanjutkan hidup sebagai manajer muda di salah satu perusahaan swasta ternama, namun impian lamanya tiba-tiba memanggil dan tanpa pikir panjang, Rabhita Ali langsung menyetujuinya. Siapa yang akan menolak jika sebuah karya yang bahkan belum terbit ditawarkan menjadi sebuah film? Jika ada yang menolaknya, tentu bukan Rabhita Ali. Rabhita bertemu aktris dan aktor terkenal bahkan, dapat menjalin hubungan (terlarang) dengan salah satu aktor favoritnya-Paul Paterson. Tapi, pekerjaan impian itu lama kelamaan mengacaukan dunia dan dirinya, bagaimana Rabhita bisa bertahan?

Andienkaef · Urban
Not enough ratings
7 Chs

3 - New Job

RANGGA MENGANTAR RABHITA dan Ella sampai ke bandara, "jaga diri ya, Bita, sampai ketemu lagi," kata Rangga tadi ketika akan berpisah dengan Rabhita. Rabhita memeluknya dan bilang kalau dia akan baik-baik saja, dan juga dia bilang kalau Rangga tidak perlu takut akan apapun. Rangga percaya Rabhita adalah orang yang setia.

Di dalam pesawat bersama Ella, Rabhita sendiri bertanya-tanya apakah pekerjaan barunya ini akan sesuai ekspektasinya, dan Ella bilang jangan terlalu berekspektasi dan berpikir semuanya akan indah karena nanti Rabhita bisa saja kecewa.

Perjalanan ke Filipina tidak memakan waktu yang sangat lama, tapi Rabhita tidak bisa bohong kalau dia lelah sekarang dan dia butuh tidur. Untungnya ketika sampai, ada seseorang yang telah menunggu mereka disamping mobil sedan hitam dan mengenalkan dirinya sebagai asisten Cathy yang bisa berbahasa Indonesia dan tahu banyak tentang Indonesia—Rabhita dan Ella bersyukur mendengarnya—Ella menjulurkan tangannya kepada asisten yang bernama Pia itu.

"Ella Dean, manajer Rabhita," katanya seraya menjabat tangan Pia dengan cengiran diwajahnya.

Pia sedikit mengernyit, penulis bisa punya manajer? Dalam hatinya dia masih bertanya-tanya, "Pia Alonso," jawabnya, melupakan pikiran yang tadi ada di dalam kepalanya, "baiklah, mari saya antar ke hotel kalian, setelah itu kita akan pergi ke tempat syuting pertama," jelas Pia.

Langsung saja mereka setuju dan mengikuti Pia, Rabhita pikir selama dijalan dengan kepala celingak celinguk melihat ke arah jendela, Filipina tidak jauh berbeda dengan Indonesia bahkan Manila tidak jauh berbeda dengan Jakarta, yah namanya masih wilayah Asia.

Sampainya di hotel, tidak, lebih tepatnya ini seperti apartemen kecil, ada ruang santai, dapur kecil dan balkon, tempat tidur ada diatas dengan lemari yang lumayan besar, dan satu kamar mandi. Rabhita yang tadinya tidak sabar ingin istirahat, malah menjadi semangat lagi untuk segera datang ke lokasi syuting.

Pia mengajak mereka pergi lagi, hari sudah lumayan sore, saat di perjalanan Rabhita berpikir keras bagaimana cara agar dia bisa memberikan kesan yang baik kepada semua orang disana, dan begitulah ketika tiba di tempat syuting, Ella langsung turun dari sana, namun Rabhita meminta izin untuk ke Starbuck sebelah untuk membeli sesuatu.

Rabhita memesan enam minuman yang dia pikir tidak terlalu manis dan pahit, mungkin orang akan suka.

- A NASTY PIECE OF WORK -

Paul Paterson berdiri di ruangan itu, dirinya masih dilanda kekesalan beberapa hari yang lalu, semuanya seperti mimpi buruk setelah dia menjalin hubungan lama dengan Jea, Michelle—ibu Jea—sangat ikut campur dalam hubungan rumah tangga antara Jea dan Paul. Paul sampai bertanya-tanya kapan Michelle akan mangkat, walau setelah itu dia meminta maaf kepada tuhan.

Tapi wajar saja kalau Paul seperti itu, masalahnya Michelle membatasi pertemuan Paul dengan orang tuanya tepatnya ibu Paul yang berada di Filipina, dan Paul sudah satu tahun ini tidak bertemu ayahnya yang berada di London. Bukan hanya itu, Michelle juga mengatur Paul jika ada MnG bersama penggemarnya, dan yang lebih parah, Michelle-lah yang memilihkan kontrak mana yang akan Paul ambil untuk karir sebagai aktor dan penyanyi.

Rasany benar-benar seperti di penjara, bahkan Jea sendiri sekarang sudah seperti orang yang sama macam Michelle, Paul sangat stress. Dengan terpaksa sekali Paul masuk audisi film yang dianggapnya payah ini—atau saat ini dirinya lah yang payah—Paul tidak bisa mengingat satu kalimat di naskah, satupun.

"Ayo Paul kita coba lagi," kata sutradara itu.

Paul yang emosinya sudah ada di ujung kepala, melemparkan kertas naskah ke lantai, lalu berkata dengan murka, "gue gak mau main di film ini, gak untuk lo," katanya tepat di depan wajah Jea lalu berjalan meninggalkannya.

Jea tidak ada rasa bersalah, malah dia melipat tangannya di depan dada, Jea yakin Paul tidak akan berani meninggakannya karena Cassian dan, karier Paul sendiri. Orang tuanya punya andil besar, ingat?

Paul berjalan keluar diikuti Shawn, manajernya, "kenapa Shawn?" tanya Paul yang sadar kalau dia iikuti.

"Ada tawaran kontrak lain," kata Shawn berhati-hati, "dari Direktur Cathy, dia bilang kalau bisa lo datang ke tempat syuting."

Paul berhenti berjalan dan menoleh kepada Shawn, "ayo kesana."

- A NASTY PIECE OF WORK -

"Here's your order Ma'am," kata pelayan itu seraya memberikan Rabhita pesanannya.

Rabhita tersenyum menerimanya dan membawa minuman itu ke tempat syuting. Di dalam, dia melihat Ella sedang duduk di pojok ruangan bersama Havy dan Dela, mengobrol seperti orang yang sudah lama kenal.

Rabhita hampir lupa kalau dia memasukkan Dela ke dalam novelnya, memang Dela hanya muncul sebentar, dan mungkin itulah juga alasannya scenes Dela akan lebih dulu diambil. 

Seseorang menepuk pundak Rabhita dari belakang, "Hei, are you the writer?" tanya gadis cantik itu, yang Rabhita tahu adalah Raine.

Rabhita langsung tersenyum, "oh yea," jawab Rabhita lalu dia memberikan minuman Starbucks kepada Raine, "Starbucks?"

"Yes please!" Raine memekik senang, "how did you know Starbucks is my mood booster," kekehnya. (Bagaimana kau tahu Starbucks bisa menaikkan moodku.)

Rabhita senang bukan main, lalu dia berjalan ke arah tempat dimana Ella, Havy dan Dela berkumpul, lalu mengenalkan dirinya, Havy menyapanya dengan ramah, namun sepertinya Dela—yang memandangnya dari atas sampai bawah—tidak menyukai Rabhita, namun dia tetap mengambil minuman Starbucks itu.

"What exactly you guys doing?" tanya Dela dengan menaikkan alisnya. (Apa sebenarnya pekerjaan kalian?)

"Oh, I'm a manager," jawab Rabhita langsung, "also Ella."

Dela menaikkan alisnya lagi, "oh so you guys work for people," katanya dengan nada mengejek. (Oh jadi kalian bekerja untuk orang)

Havy dan Raine langsung melemparkan tatapan marah kepada Dela, memang faktanya Dela lebih terkenal dibandingkan Havy dan Raine. Ella hanya diam, dia juga merasa kalau dari tadi Dela ingin menyampakkannya.

Tapi Rabhita tidak kesal, Alih-alih menatap Dela dengan tidak senang, dia malah merutuki dirinya kenapa memasukkan Dela di dalam bukunya.

Dela sendiri adalah mantan pacar Peter—pemeran utama lelaki—di film ini, Dela sudah hampir dekat dengan keluarga Peter yang ibunya dalah aktris dan ayahnya adalah pengusaha besar di Filipina. Mengapa hampir? Karena adik Peter, Hannah yang berkuliah di Sydney tidak menyukai Dela, karena Dela bodoh dan sebelas dua belas menyebalkannya dengan Jea, namun tidak sekejam dan selicik Jea. Tapi Dela benar-benar menganggu banyak orang. Wajar saja jika dia dengan bodohnya berkata seperti tadi karena dia memang pekerja keras.

Orang tuanya hanya orang biasa, namun dia dapat menjadi tulang punggung dengan menjadi aktris terkenal dan banyak penggemar. Tapi orang tua Havy dan Raine juga begitu, namun mereka tidak seperti Dela. Entah setan apa yang merasukinya.

"Hei guys!"

Sapaan itu membuat mereka berempat menoleh, Peter berdiri dengan senyumnya, Rabhita langsung saja menghampirinya dan mengenalkan dirinya lalu memberikannya minuman Starbucks.

"Hai Rabhita, you're a great writer," puji Peter dengan menyeruput minumannya.

Rabhita tersipu, dipuji bahwa dia adalah penulis yang baik, "thanks Peter," katanya.

Lalu berbarengan dengan itu Paul dan Shawn masuk ke dalam dan berbicara kepada Direktur Cahty dengan bahasa Tagalognya yang buruk, "Iya rasanya disana seperti neraka! Lebih baik saya disini Direktur," kata Paul dengan frustasi.

Rabhita yang memegang minuman Starbucks sendiri miliknya langsung menoleh ketika mendengar suara Paul, namun sayang, dia terlalu dekat dengan Peter dan minuman itu tumpah ke baju—yang pasti mahal—Peter pakai.

Dela yang melihat itu tertawa, "really like a fool," katanya. (Benar-benar seperti orang bodoh)

"Dela!" tepuk Havy di paha Dela dengan teriakan pelan.

Walau semua itu gumaman, Rabhita bisa mendengarnya, dia mengerjap dan membersihkan baju Peter.

"Maaf Peter," katanya masih dalam bahasa Inggris, "gue bener-bener minta maaf," Rabhita memberihkan dengan tissue, Rabhita rasanya ingin menangis saja sekarang.

Peter memegang tangan Rabhita untuk menghentikannya, "hei, gapapa, udah gausah dibersihin," kata Peter dengan lembut.

Rabhita berhenti dan bertanya dimana letak toilet, lalu Peter menunjukkannya, letaknya ada di sebrang lapangan rumput sekolah, dan tanpa pikir panjang, Rabhita langsung menuju kesana.

- A NASTY PIECE OF WORK -

Rabhita menarik nafasnya berkali-kali dengan dalam lalu menghembuskannya, hari pertama dan semuanya kacau. Dia letih dan dia langsung begitu saja merindukan Indonesia.

Rabhita sedang duduk di tangga yang mengarah ke lapangan hijau, disebelahnya ada minuman Starbucks terakhir untuk Paul, tapi sepertinya Rabhita tidak akan memberikannya bahkan untuk masuk ke ruangan itu lagi dia sudah sangat malu.

Tiba-tiba saja ada seseorang yang tanpa babibu duduk di sebelahnya, dan mengambil minuman Starbucks terakhir itu.

Rabhita kaget setengah mati saat sadar ternyata Paul yang sedang duduk di sebelahnya.

"Pegawai Starbucks?" tanya Paul.

Sangking degdegan-nya Rabhita tidak bisa menjawab pertanyaan Paul walau dia ingin sekali berteriak dan bilang, "ENAK AJA NGATAIN GUE PEGAWAI STARBUCKS SIALAN LO, ARTIS GAK ADA ADAB!" Namu tentu saja Rabhita tidak akan melakukannya, orang ini adalah idolanya.

"B—buk—"

"Hahaha," Paul tertawa, "sudah pasti bukan, lo Rabhita Ali yang dari Indonesia kan? Penulis," kata Paul seraya menjulurkan tangan kanannya, "kenalin, Paul Paterson."

Rabhita mengerjap, tidak, tidak mungkin Paul Paterson yang sedang menjulurkan tangannya kepada dia saat ini, tapi Rabhita tahu ini nyata, ini Paul Paterson tampan idolanya! Oh tuhan ini Paul!

"Rabhita," jawabnya dengan menjabat tangan Paul.

"Sudah tahu," kata Paul dengan kekehan diakhir kalimatnya, "kenapa? Hari yang buruk ya?"

Bagaimana Paul bisa tahu? Pikir Rabhita, tapi Rabhita mengangguk, mengakui harinya buruk, "yap, hari pertama yang buruk."

Paul menyeruput minumannya, "yah sama, gue juga, tapi bedanya ini bukan hari pertama gue," jelas Paul dengan tertawa hambar.

Mungkin becerita dengan orang yang kelihatannya dapat dipercaya akan meringankan stressnya walau sedikit. Paul menatap Rabhita dengan senyuman,

"Senang bertemu lo, Nona Ali."

Paul dan Rabhita saling tatap dan tersenyum. Setidaknya hari itu berakhir dengan baik.

- A NASTY PIECE OF WORK -