8 Bagian 7. Sang pacar (1)

Bagian 7. Sang pacar (1)

'Tuk-Tuk' terdengar suara ketukan dari pintu kaca. Aku sedang duduk di dalam ruangan kerjaku. Dari mejaku, aku dapat melihat Month sedang mengetuk pintu kaca ruanganku. Aku mengangguk mempersilahkan Month masuk. Month membuka pintu kaca ruanganku dan duduk di bangku di hadapanku.

"Gel,gel.." panggilnya, "..menurut lu, Rani gimana?". Sejak awal, aku sudah dapat menduga bahwa Month akan menanyakan hal tersebut.

"oke kok.." jawabku singkat tanpa memalingkan muka dari laptop. Aku sedang mengerjakan beberapa dokumen di atas meja dan membandingkan datanya dengan data di laptop.

"Lu gimana sama Vele?" lanjutnya.

"ya ga gimana-gimana. Gue antar Vele balik terus gue balik terus gue tidur." jawabku cuek.

"lu ga ada perasaan Klop atau gimana gitu sama Vele?"

Aku menghentikan pekerjaanku sesaat dan menatap Month. "Month, lu kan tau gue udah punya Beth. ya ga mungkin dong gue tertarik sama Vele."

"ya kali aja kan?" Jawabnya sambil tertawa. "By the way, hutang gue berapa?"

"hitung sendiri aja,bro. Gue lupa catat juga" jawabku sambil kembali melanjutkan pekerjaanku.

Month mengambil Token Bank BCA dari kantongnya dan mengutak-atik Handphonenya. "Done yak,Gel!" Month menunjukkan layar handphonenya. Dalam layar handphonenya tersebut, muncul resi pengiriman uang. Month telah mengirimkan sejumlah uang ke rekeningku melalui handphonenya. Handphone miliknya merupakan smartphone Samsung. Sepertinya jaman mulai berubah, handphone blackberryku masih belum bisa bertransaksi seperti smartphonenya. Apa aku beli hp baru ya? Aku mulai berfikir untuk mengganti handphone blackberryku yang sepertinya mulai ketinggalan jaman. Sepertinya aku sudah boleh mengganti handphone menjadi smartphone.

"Oke,Month." Jawabku, "Thank you."

"Dih..gitu doank reaksimu?" Sindir Month. "Gue habis bayar hutang lho"

"Ya terus gue mesti gimana? Ya say thank you kan? Masa gue harus joget-joget sambil sembah sujud gitu?"

Month hanya tertawa sambil berjalan keluar dari ruanganku.

Aku menghentikan pekerjaanku. Aku meletakkan dokumen dari tanganku ke atas meja dan merenggangkan badanku. 'Krek-krek', sendi-sendiku berbunyi. Pegal juga, pikirku. Aku mengambil handphone blackberryku dan membuka pesan BBM. Aku mencari-cari chat dari Beth. Beth tidak mencariku sama sekali.

Aku menghela nafas panjang. Aku membuka profile Beth dan melihat profile picturenya. Beth memasang foto dirinya yang sedang berada di taman rumahnya. Di dalam foto, ia tersenyum lebar. Entah kapan terakhir kali aku tidak melihat Beth tersenyum, pikirku. Aku teringat masa-masa saat pertama kali berjumpa dengan Beth.

--

3 tahun yang lalu,

Aku bekerja di salah satu perusahaan auditor di Jakarta dengan jabatan 'associate'. 'Associate' merupakan level terbawah dari jejang karir di perusahaan ini. Aku baru 1 tahun bekerja disini dan dengan gaji masih UMR. Terus terang, menurutku gajiku disini masih sangat kecil. Namun jenjang karir disini cukup jelas. Apabila aku bekerja dengan giat, kemungkinan untuk naik jabatan ke level yang lebih tinggi dan mendapatkan gaji lebih tinggi bukan mimpi semata.

Dengan gaji yang kecil seperti sekarang, ditambah lagi dengan biaya kos yang harus kubayar setiap bulannya, aku memutuskan untuk mencari penghasilan tambahan. Aku memutuskan untuk mengisi waktu kosongku di malam hari dengan membuka kursus private mengajar adik-adik kelas. Cukup banyak mahasiswa dan mahasiswi yang ingin belajar bersamaku. Mungkin metode mengajarku yang agak sedikit berbeda dengan metode mengajar dosen di kampus membuat mereka lebih mudah mengerti dengan konsep mata kuliah mereka.

Aku membuka kursus mengajar mata kuliah umum dan keuangan selama beberapa bulan. Hal yang menarik di sini adalah Beth, salah satu murid kursusku. Hampir setiap malam Beth membookingku untuk mengajarinya mata kuliah keuangan. Kami sering mengobrol bersama selama proses belajar. Aku jadi tahu bahwa Beth berasal dari keluarga konglomerat. Harta kekayaan keluarganya tidak akan habis beberapa keturunan. Beth kurang dapat fokus dalam belajar di kelas, sehingga ia lebih memilih untuk mengikuti kursus belajar dariku agar dapat mengikuti pelajaran di kampusnya.

Hingga suatu hari, Beth datang ke rumah kos tempat aku tinggal untuk belajar. Ia akan menghadapi ujian akhir semester keesokan harinya. Ia sudah membawa buku catatan dan perlengkapan tulis lainnya. Materi pelajaran untuk dia pun sudah aku siapkan.

Seperti biasa, kami belajar di ruang tamu Kosan-ku. Namun, tidak seperti biasanya, Beth tidak terlalu fokus dalam menangkap pelajaran dariku. Sepertinya ada yang berbeda dari biasanya. Wajahnya Beth malam ini terlihat pucat dan ia berkeringat dingin. Padahal ac di ruang tamu menyala.

"Kamu kenapa?" Tanyaku.

"Ga apa-apa,kak.." Jawabnya ."..eh.eh...ini cara ngerjain yang gimana tadi kak?" Beth menunjuk salah satu soal dalam buku panduanku.

Aku menyadari pasti ada yang tidak beres. Biasanya Beth selalu dapat mengerjakan soal-soal dariku dengan mudah.

"Kamu lagi sakit?" Tanyaku.

Beth menggelengkan kepalanya. "Enggak kok, aku ga kenapa-kenapa,kak..." Jawab Beth.

Aku mencoba memegang dahinya. Panas. Fix Beth demam.

"Ga apa-apa gimana? Panas gini. Tunggu bentar." Aku langsung bangkit berdiri dan menuju ke kamarku. Aku membuka-buka laci meja belajar untuk mencari obat dan termometer. Yah, panadol biru seharusnya bisa meredakan demamnya. Pikirku.

Aku kembali ke ruang tamu. Kulihat Beth sedang mengistirahatkan kepalanya di atas meja. Pasti ia sedang puyeng. Pikirku lagi.

Aku menaruh termometer di mulutnya. "Stay!" Perintahku. Beth hanya mengangguk perlahan dan kembali merebahkan kepalanya menyamping diatas meja dan beralaskan lipatan tangannya. Termometer masih tertempel di mulutnya. Kemudian aku keluar lagi dari ruang tamu dan menuju keluar kos. Aku membeli satu botol air mineral dan kembali lagi ke dalam kos. Kebetulan ada warung yang buka 24 jam di depan kosanku.

Di dalam ruang tamu, aku mengambil kembali termometer dari mulut Beth. 38,5°C. Oke, dia demam. Sebenarnya, tanpa termometer pun,aku sudah tahu kalau Beth demam. 38,5°C itu cukup panas. Aku heran, bagaimana bisa Beth datang dalam keadaan demam begini. Seharusnya dengan demam setinggi ini, seseorang yang kuat sekalipun akan berbaring di atas kasur dan tidak sanggup bergerak.

"Astaga, 38,5 derajat,Beth??" Ujarku kaget."Kamu demam setinggi ini tapi masih bisa bela-belain datang buat belajar?"

"Iya,kak..habis mau gimana? Besok udah UAS." Jawabnya lirih menahan tangis. Beth menunduk sedih.

"Kalau kamu lagi sakit gini kan ga bisa konsen juga. Ini kamu minum obat dulu." Ucapku sambil menyodorkan sebutir panadol dan sebotol air mineral pada Beth.

"Ga usah,kak" Beth menolak. " aku beneren ga apa-apa kok"

"Kamu mau bikin sakitmu makin parah terus besok ga bisa ikut UAS?"

Beth terdiam sebentar. Kemudian ia menggelengkan kepalanya. Aku kembali menyodorkan panadol dan air mineral padanya. Akhirnya, Beth pun meminum panadol tersebut.

"Besok kamu UAS jam berapa?" Tanyaku lagi.

"Jam 10 pagi,kak"

Aku berpikir sebentar. Aku mencoba mencarikan solusi untuk Beth agar kesehatannya segera membaik dan dapat mengerjakan UAS nya dengan baik juga.

"Kamu kalau tidur di kamar kakak gimana?" Tawarku.

"Hah?" Beth terlihat kaget.

"Tenang aja, kakak ga akan ngapa-ngapain kok. Kamu istirahat di kamar kakak, terus kakak nanti tidur di ruang tamu aja. Yang penting kamu sehatan dulu" jelasku.

"Emangnya ga apa-apa,kak?"

"Iya, ga apa-apa kok"

Beth berpikir sebentar lalu menangguk.

Kami pun berjalan menuju ke kamarku. Beth terlihat berjalan sempoyongan. Wajar saja, ia sedang demam tinggi. Di dalam kamar, Beth merebahkan tubuh kecilnya di atas kasurku.

"Kakak tinggal ya, kamu tidur aja dulu." Ucapku sambil menyelimuti Beth dan mengusap kepalanya.

Aku bangkit berdiri dan berjalan menuju ke arah pintu kamar.

"Kak Gel.."panggil Beth.

"Ya?"

"Kakak di kamar aja. Ga apa-apa kok" ucap Beth. "Aku agak takut sendirian di kamar orang lain"

Bagaimana aku bisa tidur disini? Masa aku tidur di kasur bareng Beth? Beth itu muridku. Aku berpikir sebentar. Oh iya, aku masih ada kasur lipat cadangan. Biasanya kasur ini dipakai temen-temenku apabila datang menginap di kosanku.

"Yaudah. Kamu tidur sekarang ya. Kakak nanti tidur di kasur lipat di lantai saja kalau gitu." ucapku.

Beth mengangguk dan mulai memejamkan mata.

Kemudian aku duduk di meja belajar. Aku melihat jam, baru pukul 8 malam. Sebaiknya aku membuat ringkasan materi belajar untuk Beth agar dapat mengerjakan UASnya besok, Pikirku. Aku pun mulai membuat ringkasan-ringkasan belajar sepanjang malam. Aku mengerjakan ringkasan selama beberapa jam. Tanpa aku sadari, aku tertidur diatas meja belajarku.

avataravatar
Next chapter