"Aku mencintaimu dengan segala kelebihan dan kekuranganmu, di saat kegelapan itu datang padamu aku akan mengembalikanmu ke dalam cahaya terang...." (Sheisha Cloee) William Franz (27 th) seorang CEO yang tampan dan baik hati, telah hidup kembali dari kematiannya, menjadi sosok yang berbeda. William yang lembut dan hangat telah berubah menjadi seorang yang dingin dan arogan bahkan melebihi dari seorang IBLIS. Sheisha Chloe (25 th) seorang artis cantik yang sangat terkenal, bertunangan dengan William. Sheisha sangat setia dan tidak pernah berpaling dari William walau mendapat kesakitan dan siksaan dari perubahan sikap William yang menjadi IBLIS. Harry Clifton (28 th) sahabat sejati sekaligus Manager Sheisha yang mencintai Sheisha begitu tulus. Harry tidak bisa menutup mata saat wanita yang di cintainya menderita hingga dia rela menjaga Sheisha selama hidupnya. Dengan sikap William yang seperti IBLIS, akankah Sheisha bisa mempertahankan hubungannya dengan William? Akankah Harry mendapatkan cinta Sheisha setelah William meninggalkan Sheisha dalam keadaan hamil? ikuti lanjutan kisahnya di novel ini...
"Sheisha!! kita harus cepat datang ke rumah sakit! William mengalami kecelakaan! keadaannya sangat kritis!!" ucap Harry asisten pribadi Sheisha.
Seketika tubuh Sheisha gemetar, mendengar ucapan Harry yang tak pernah terlintas dalam pikirannya kalau William kecelakaan.
"William kecelakaan? aku tidak percaya ini!! tidak mungkin William kecelakaan? William selalu berhati-hati dalam melakukan segala hal." ucap Sheisha dalam hati dengan perasaan panik dan ketakutan.
"Harry, bawa aku ke sana sekarang aku harus tahu keadaan William!" ucap Sheisha dengan air mata yang sudah mengalir deras di pipinya.
Dengan cepat Harry memberikan jaket pada Sheisha untuk melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan.
Di luar hujan begitu deras. Suasana hotel sudah terlihat sepi, waktu sudah hampir tengah malam.
Hanya di temani Harry, Sheisha pergi ke rumah sakit di mana William tengah melawan kematian yang tengah menghampirinya.
"Harry sedikit cepat." ucap Sheisha seraya menggigit bibir bawahnya menekan rasa takutnya.
"Kamu harus tenang Sheisha, sebentar lagi kita akan sampai." ucap Harry berusaha tenang menghadapi macetnya lalu lintas di saat cuaca hujan yang kurang mendukung.
"Aku merasa takut Harry, aku takut kehilangan Will. Aku tidak akan sanggup kalau terjadi sesuatu padanya. Apakah Will akan baik-baik saja?" tanya Sheisha seraya meremas kedua tangannya mengurangi rasa takut kehilangan yang begitu dalam.
"Berdoalah Shee, di setiap doa pasti ada suatu keajaiban. Semoga Will tidak akan apa-apa dan melewati masa kritisnya." ucap Harry dengan pandangan lurus ke depan melihat arah jalan.
Sheisha terdiam, hati dan perasaannya tak lepas dari dari William.
"Ya Tuhan, beri keajaibanmu untuk memberi keselamatan pada William. William laki-laki yang baik, yang lembut hatinya dan selalu menyayangiku. Aku tidak ingin kehilangan dia Ya Tuhan." ucap Sheisha dalam hati sambil memejamkan matanya.
Hati Sheisha semakin tak tenang saat mobil Harry memasuki halaman parkir rumah sakit.
Suasana rumah sakit tampak sepi, waktu sudah tepat tengah malam. Hawa dingin menembus jaket yang di pakai Sheisha hingga kulit tubuhnya terasa dingin membeku.
"Sheisha, kuatkan hatimu. Kamu harus kuat dengan apapun yang terjadi." ucap Harry seraya menggenggam tangan Sheisha.
Sheisha menganggukkan kepalanya, mengerti dengan apa yang di katakan Harry.
Sebagai figur publik, artis yang terkenal dan di kagumi banyak orang. Dirinya harus kuat dan tidak mudah terpuruk oleh rasa kesedihan yang dalam.
"Ayo... kita keluar." ucap Harry mengulurkan tangannya untuk memberi kekuatan pada Sheisha agar bisa menghadapi semuanya.
Kembali Sheisha menganggukkan kepalanya saat Harry sudah berdiri di hadapannya dengan tangannya yang terulur.
Dalam genggaman tangan Harry yang hangat, Sheisha berjalan lemas masuk ke dalam rumah sakit menuju ke ruang operasi di mana William sedang menjalani operasi karena kecelakaannya.
"Duduklah di sini. Aku akan ke kantin sebentar untuk membelikanmu teh hangat." ucap Harry penuh perhatian.
Tanpa menjawab ucapan Harry, Sheisha menyandarkan kepalanya di dinding pilar dengan tubuh semakin lemas.
Harry menghela nafas panjang, hanya bisa melihat iba keadaan Sheisha yang diam dengan pandangan mata yang hampa.
Dengan berat hati terpaksa Harry meninggalkan Sheisha sendirian untuk pergi ke kantin.
"William, kamu harus kuat. Kamu harus bisa melewati semua ini. Aku tidak akan bisa hidup tanpa kamu Will." ucap Sheisha dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.
Sheisha memejamkan matanya, mengurai kembali kebersamaannya dengan William dua tahun terakhir dengan kisah cinta yang begitu indah.
William yang begitu tampan, dengan segala kelebihannya mampu membuat hatinya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
William yang terkenal dengan keramahan, kebaikan dan kelembutan hatinya semakin menjadi pujaan di kalangan wanita-wanita yang berkelas. Apalagi William sebagai seorang CEO muda yang memegang beberapa perusahaan yang sangat besar di kotanya.
Dengan semua kelebihannya, tidak membuat seorang William menjadi sombong atau tinggi hati. Karena itulah, hati Sheisha jatuh cinta dan menetapkan hatinya untuk menerima cinta William.
Sheisha menahan nafas, mengusap air matanya mengenang manisnya sikap William padanya.
"Will...kamu harus hidup, bertahanlah untukku Will." ucap Sheisha dalam hati dengan kedua matanya yang masih terpejam.
"Sheisha, bangunlah." panggil Harry yang sudah berdiri tegak di hadapan Sheisha.
Perlahan Sheisha membuka matanya dan melihat wajah Harry yang lelah.
"Minumlah ini, kamu akan sedikit lebih baik." ucap Harry seraya memberikan teh hangat pada Sheisha.
Sheisha tidak sanggup berucap selain menerima teh hangat dari Harry dengan tangan gemetar.
"Terima kasih Harry." ucap Sheisha melihat segelas teh hangat yang di pegangnya.
Harry menganggukkan kepalanya seraya duduk di samping Sheisha.
"Kamu harus yakin, semua ini akan berlalu." ucap Harry memeluk bahu Sheisha dengan perasaan sedih merasakan kesedihan yang di alami Sheisha.
"CEKLEK"
Pintu ruang operasi terbuka, tampak seorang Dokter keluar dan berdiri tegak dengan wajah terlihat lelah. Dokter tersebut membuka masker yang di pakainya, bersamaan dua asistennya mendatanginya.
Dengan hati gelisah dan sedih Sheisha menghampiri Dokter tersebut dengan menggenggam tangan Harry sangat kuat.
Dengan serius Dokter tersebut menatap wajah Harry dan Sheisha secara bergantian. Dada Sheisha terasa sesak dan berdegup kencang saat melihat Dokter tersebut menghela nafas panjang dengan tatapan yang rumit.
"Maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dengan menyelesaikan operasi tepat waktu, namun sayang jantung pasien bermasalah dan berhenti saat kami mencoba memompa bantuan pernapasan. Pasien telah meninggal beberapa menit setelah kami membantunya agar bisa bernapas kembali." ucap Dokter tersebut dengan suara berat.
"Tidaakk!! tidak mungkin! William tidak mungkin mati!! William... Willian!!" teriak Sheisha dengan histeris seraya berusaha masuk ke dalam ruang operasi.
Namun tangan Harry memeluk tubuhnya dengan sangat kuat, hingga Sheisha tidak mampu lagi bergerak selain berteriak memanggil nama William.
"William!!.... William!!.... William." Teriak Sheisha dengan berurai airmata masih berusaha masuk dan menerobos masuk dari halangan Dokter dan dua asisten Dokter yang menemaninya.
Hati Harry semakin sedih melihat keadaan Sheisha, tidak bisa lagi berkata-kata selain memeluk Sheisha agar sedikit tenang.
Air mata Sheisha sudah tak berbendung lagi, ratapan tangisannya tak bisa meluluhkan hati Dokter dan dua asisten Dokter yang melarang Sheisha masuk walau hanya melihat keadaan William.
"Harry, tolong aku.. lepaskan aku Harry. Aku harus melihat William. Tolong lepaskan aku Harry." ratap tangis Sheisha menghancurkan hati Harry yang begitu menyayangi Sheisha.
"Dokter, biarkan Sheisha melihat William. Mungkin dengan melihat William kesedihan Sheisha sedikit berkurang." ucap Harry pada Dokter dengan wajah serius dan tatapan memohon.
"Tapi Tuan, pasien masih dalam penanganan kami. Tunggu lima belas menit lagi setelah itu kalian bisa melihatnya." ucap Dokter tersebut kemudian masuk kembali ke dalam ruang operasi di ikuti dua asistennya yang membantu menangani William.