webnovel

MY TRUE FAMILY

Author: snaisy_
Teen
Ongoing · 27.6K Views
  • 30 Chs
    Content
  • 5.0
    21 ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

Tiga remaja kaya dengan segala permasalahan hidupnya. Jhony Pambudi, memiliki dua adik kembar yang memiliki karakter berbeda-beda. Dirinya yang ditunjuk sebagai Kakak, harus mampu bersikap dewasa diantara ketiganya. Namun apalah daya karena mereka tetaplah seumuran. Dia adalah salah satu pemain sepak bola di kampusnya. Zea Pambudi, satu-satunya perempuan diantara kembar tiga anak dari tuan Pambudi. Dia adalah pemain basket putri. Herjuno Pambudi adalah si bungsu, dia adalah pemain drum dari grup musik di kampusnya. Dia adalah idola para mahasiswi terlebih dia memiliki sikap yang ramah kepada semua orang. Sebuah keluarga yang hangat, mulai rumit semenjak mereka memutuskan untuk bergabung dengan urusan bisnis keluarga dengan kemampuan yang masih sangat kurang. Hubungan mereka bertiga juga menjadi goyah karena adanya konflik sana sini, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bisnis keluarga.

Tags
4 tags
Chapter 1Pagi Cerah di Hari yang Indah

Di pagi yang cerah, lebih cerah dari perona bibir selebriti papan atas. Tiga remaja tengah memanasi mobil mereka di halaman depan rumah mereka yang sangat luas. Ketiganya akan bertanding, memperebutkan posisi pertama dan kedua untuk mendapatkan traktiran dari yang juara terakhir.

Sebuah rutinitas setiap kali hendak berangkat ke kampus, para pelayan dan penjaga rumah tidak lagi merasa heran dengan pagi mereka yang cukup bising karena suara mobil yang bersahutan.

"Kalian siap?" teriak salah seorang remaja yang berambut gelap yang mengikat rambut gondrong selehernya. "Go!"

Ketiganya segera menginjak gas dengan kekuatan penuh. Mobil mereka melaju dan melesat di celah kemacetan jalanan ibu kota. Sengaja memilih jalan memutar, karena mereka tidak mungkin akan berhasil jika melewati poros utama menuju kampus mereka.

Tanpa mempedulikan bahaya apa yang menunggu mereka di tikungan depan, juga tidak memikirkan hal buruk apa yang akan mereka hadapi jika kelakuan mereka ini diketahui oleh ayah mereka.

Yang mereka pikirkan sekarang hanyalah kesenangan dan akan mendapatkan traktiran dari saudara yang kalah.

Mereka saling menyelip, sesekali mereka meneriaki saudaranya yang lain dan semakin mempercepat laju mereka dengan sama sekali tidak meremehkan lawan.

Tikungan terakhir menuju kampus semakin dekat, saat ketiga remaja itu semakin menjadi-jadi. Seolah tanpa ampun, ketiganya menerabas angin dan segera memarkirkan mobil dengan apik setibanya di halaman parkir kampus.

"Huhh!" seorang remaja laki-laki berambut pirang mehela napas panjang dan menyeringai girang saat mendapati dirinyalah yang pertama kali memasuki arena kampus. Dia segera menoleh pada kedua saudaranya lain yang berhenti setelahnya.

Si bungsu berada diurutan kedua, lalu si perempuanlah yang terakhir. Nampak jelas ekspresi kesal dari perempuan berambut panjang nan ikal itu, dia hanya berdecak dan harus memukul pelan kemudinya.

"Baiklah. Karena kali ini Jeje yang terakhir sampai, maka untuk seharian penuh Juno yang akan mentraktir kita," ujar pria berambut pendek pirang yang bernama Jhoni alias Joni itu seraya keluar dari mobil mewahnya.

Seketika Zea, anak tengah, satu-satunya perempuan yang biasa dipanggil Jeje, menyeringai licik saat sang kakak mengatakan hal itu. Berbeda dengan Juno, si bungsu yang langsung saja merajuk, ia merasa tidak adil.

"Jangan konyol! Kenapa aku harus mentraktir kalian? Yang kalah kan Jeje, Jon?" gerutu si bungsu yang bingung sekaligus kesal.

"iya lah … karena kemarin kamu tidak kuliah, jadi hari ini kamu yang traktir aku sama Jeje. Yahh bisa dibilang kamu bayar hutang gitu …," sahut Joni yang menepuk pelan bahu kembaran bungsunya itu.

Juno berdecak kesal.

"Nah aku setuju sih, sip banget itu, Jon. Hehe," ujar Jeje yang kegirangan. Dia segera menghampiri kedua saudaranya yang sudah sejak tadi turun dari mobil mereka.

"Aish! Kamu ini sip sip terus, Je." Juno masih saja menggerutu. "Baiklah, aku akan mentraktir kalian. Tapi kalian harus membantuku … gimana?" Juno tersenyum, ada sesuatu yang ia pikirkan secara tiba-tiba.

"Bantuan apa?" tanya Joni yang mulai merasa tidak nyaman.

"Jangan yang aneh-aneh, ya. Awas saja!" ujar Jeje yang memicingkan kedua matanya.

"Hehe, tenang. Intinya aku perlu banget bantuan dari kalian. Nanti saat jam istirahat, kita bertemu di kantin, oke?"

Joni dan Jeje tidak merespon, keduanya hanya saling pandang lalu saling mengedikkan bahu. Mereka meragukan sikap si bungsu yang selalu saja menyebalkan.

Seperti yang sudah disepakati sebelumnya, ketga remaja itu berkumpul di kantin saat jam makan siang. Ketiganya bertemu di waktu yang nyaris bersamaan.

Juno mentraktir kedua kakaknya itu makan dan semua cemilan yang mereka inginkan, namun seolah semua itu tidak gratis karena dia berhasil membuat Joni dan Jeje sangat kesal kali ini.

"Terimakasih ya kakak-kakakku yang sangat baik, kalian sudah berkenan untuk membantuku mengerjakan semua tugas ini …," ujar Juno yang duduk diantara Joni dan Jeje yang sedang sibuk.

Keduanya sedang mencatat banyak tugas pada lembar kertas yang diberkan oleh si bungsu.

"Gila ya kamu, Jun. Sebenarnya kamu sedang meminta bantuan, atau sedang ingin mengerjai kami, sih?" Jeje menatap Juno kesal. Beberapa kali dia mendengkus untuk melampiaskan emosinya.

"Iya, Jun. Tugas sebanyak ini kenapa kamu baru mengerjakan sekarang? Maksudku, kamu baru meminta bantuan sekarang? Coba saja kamu dari kemarin-kemarin meminta bantuannya, kami kan bisa lebih tulus membantunya," sambung Joni yang sedang sibuk mengetik di laptop milik Juno.

"Oh jadi sekarang kalian sedang tidak tulus membantuku? Baiklah, itu tidak masalah. Kalian pergilah sekarang, aku bisa kok menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi kalian seharian ini jajan dengan uang kalian sendiri. Gimana?" Juno menatapkedua saudaranya secara bergantian.

Dia sungguh memberikan pilihan yang cukup berat untuk keduanya, hal yang harus dipertimbangkan dengan sangat matang.

'Kalau uangnya aku gunakan untuk jajan hari ini, maka aku akan kekurangan uang tambahan untuk membeli perangkat perawatan rambut …,' pikir Jeje.

'Kalau uangnya aku gunakan untuk jajan hari ini, maka aku akan menunda lagi untuk membeli sepatu bola …,' Joni juga berfikir keras.

"Jadi … gimana?" tanya Juno lagi yang membutuhkan keputusan segera dari kedua saudaranya.

"Baiklah!" ujar Joni dan Jeje yang nyaris bersamaan, Juno bahkan hingga terkejut mendengarnya.

"Kami akan menyelesaikan tugas kamu ini dengan baik dan benar," ujar Joni dengan semangat perjuangan.

"Wah kalian mengajakku berkelahi? Kenapa mengejutkan begitu!" geram Juno. "Baiklah … aku menyukai semangat pantang menyerah dan jiwa hemat kalian. Kalau begitu, selesaikanlah segera. Aku pergi dulu," ujar Juno seraya bangkit dari kursinya.

"Eh Jun, memangnya tugas kamu ini kapan dikumpulnya?" tanya Jeje seraya memijat pelan jemarinya yang mulai lelah menulis.

"Ah iya, aku lupa memberitahu kalian. Semuanya dikumpulkan hari ini jam tiga. Tapi khusus untuk yang matematika itu boleh sih jam tiga lewat tiga puluh."

"Apa? Jam tiga?"Jeje histeris. Segera dilihatinya jam tangan yang ia kenakan, mereka hanya memiliki waktu satu jam untuk empat tugas yang baru setengah jalan. Dia kesal sekali, dicengkeramnya tangan Juno dengan sangat erat.

"Kamu sengaja membuat kami begini? Sialan!" umpat Joni yang segera berdiri siap untuk memukul kepala si bungsu.

"Ahh sudahlah kalian tidak perlu marah. Mending sekarang kalian kerjakan agar lekas selesai," ujar Juno yang menyeringai. "Aku ke kelas, ya. Dosennya sudah mau masuk sekarang. Dahh … semangat!" Juno melepaskan cengkeraman tangan Jeje dan menepuk pelan bahunya. Dia lantas pergi menuju kelasnya dengan menahan tawa karena merasa senang telah memperlakukan kedua saudaranya seperti itu.

Jeje mehela napas panjang. "Baiklah. Ayo kita lanjutkan. Masih banyak yang harus ditulis dan diketik …," ujarnya pada Joni yang masih berdiri kesal.

"Kok kamu mau diperlakukan seperti ini sama Juno, sih? Dia sangat tidak tahu terimakasih!" geram Joni yang kembali duduk.

Rambut panjang Jeje yang semula rapi kini menjadi bernatakan dengan beberapa helai pendek yang berdiri seperti baru saja tersengat aliran listrik.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Joni yang mulai khawatir dengan adik perempuannya.

Jeje mengangguk. "Dia adik kita, Jon. Sudah seharusnya kita berbuat baik dan membantunya," ujar Jeje. "Lagipula, ini demi uang …," sambungnya dengan helaan napas panjang pasrah.

Joni mengangguk pelan. Dia sangat menyetujui kalimat Jeje, karena mereka adalah tim hemat yang memang harus menabung untuk keperluan mereka.

***

You May Also Like

Was My Sweet Badboy

WARNING !! [cerita ini hanyalah fiktif belaka, semua setting tempat adalah fiktif! kesamaan nama tokoh, tempat, sekolah maupun scene dalam novel ini adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan!] ------------------------------------------------- Bimo namanya, anak baru pindahan dari Bandung yang tiba-tiba memberiku surat, isinya dia minta izin untuk menyukaiku. hah?! 'kenapa suka aku?' kuputuskan untuk tanya hal ini. lalu dia jawab begini ; 'aku tidak punya alasan, tidak paham juga kenapa bisa suka, hanya mataku tidak bisa berhenti melihat kemanapun kamu pergi, aku tidak bisa menahan senyumku dan rasa senangku kalau sedang dekat denganmu, aku suka lihat kamu ketawa dan tidak senang lihat kamu nangis, aku benci orang-orang yang bikin kamu sedih sampai-sampai ingin ku tendang pantat mereka biar sampai ke pluto, aku mau pegang tanganmu dan bilang pada cowok-cowok yang suka padamu untuk tidak lagi mengganggumu.' ku baca tulisannya yang panjang itu. aku deg-degan, sumpah kalau dia bisa dengar jantungku, itu seperti ada drum band di dalamnya. Dia orang yang unik, dan punya pendekatan berbeda padaku, orang yang percaya diri dengan bagaimana kepribadiannya, tidak kasar, berusaha dengar perkataanku, tapi sebenarnya dia juga adalah orang yang keras pada idealisnya, suka naik gunung bahkan bikin jantungku sering ingin lompat karena khawatir setiap kali dia melakukan hobinya itu. Bimoku... Elangku yang selalu terbang bebas tanpa peduli apapun.. Elangku yang selalu terbang menerjang badai... ini, adalah kisahku saat itu, saat dia bersamaku.. -------------------------------------------- VOLUME 2 : Menggapai kembali Ketika masa lalu menyesak masuk saat kau telah mulai lari darinya. Seseorang yang tetap berdiri di persimpangan hidup mereka. Yang tetap tegak di persimpangan waktumu dengannya. Kini persimpangan itu mempertemukan mereka kembali. Dengan segala keajaiban-keajaiban yang kau kira telah tiada. Dia berusaha menggapaimu sekali lagi. Berlari dari masa lalu, mengejarmu yang telah lama tertatih untuk bisa berdiri di titik ini. Mencoba meraihmu dengan senyumnya lagi. "Kamu masih punya hutang jawaban sama aku." "Apa?" "Yang mau kamu jawab 10 tahun lagi sejak waktu itu." "Hahah, kamu pikir itu masih akan berlaku?" "Tentu! Ray, marry me please ..." POV 3 ---------------------------------- Volume 3 : Langit dan Rindu Kisah si kembar buah hati Bimo dan Raya, akankan kisah mereka semanis kisah remaja kedua orang tuanya? Bagaimana jika Langit Khatulistiwa punya kecenderungan sister complex dan juga tsundere akut terhadap adik kembarnya? Intip yuk ... ---------------------------------------------- [karya ini bergenre romance-komedi, harap bijak dalam membaca, jika sekiranya tidak sesuai selera, silahkan close, gak usah masukin koleksi] [mengandung kata kasar, dan diksi tidak serius dalam penceritaan!] Credit cover : Pinterst cover bukan milik pribadi

MORAN94 · Teen
4.9
425 Chs