webnovel

Mulai Bekerja

Angin semilir menyapa menyejukkan suasana malam yang sepi. Langit cerah dengan bertabur jutaan bintang yang berkelip indah, membuat siapa saja akan betah untuk memandangnya. Namun sayang, kali ini tidak ada seorangpun yang mempedulikan keindahannya, karena semua prang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Si kembar triplet sedang berkumpul di tempat yang sama, namun tidak ada seorangpun yang menatap indahnya bintang.

Di pinggir kolam pribadi di depan kamar mereka, ketiganya tengah asik dengan sendiri. Si sulung, Joni, dia sedang membaca sebuah buku mengenai bisnis yang sedikit menyimpang dari jurusan kuliahnya. Dia merebahkan tubuhnya pada bangku santai yang biasa digunakan oleh orang yang selesai berenang.

Si cantik anak tengah, Jeje, dia sedang mendengarkan musik dengan hearset dan menggambar sesuatu pada tabletnya. Fokus sekali, dia bahkan mengabaikan si bungsu yang sedang bergitar disampingnya.

Juno tengah mencoba gitar barunya yang masih mengkilap, sangat nampak kalau itu adalah benda mahal. Dia memainkan sebuah lagi dari grup band luar negeri kesukaannya, tidak seorang dari kembarannya itu yang menghiraukan walau sebenarnya mereka memiliki selera yang sama masalah musik.

Sebuah kolam berukuran besar membentang di bagian atap rumah keluarga Pambudi yang mewah. Di antai tiga, yang sekaligus merupakan bagian atap, suasananya tidak seperti sedang berada di atap, melainkan di sebuah hotel dengan pelayanan ekstra.

Tiga kamar yang dibangun seperti rumah saling berdempetan, nampak seperti bedakan namun dengan desain premium. Lantai tiga juga memiliki taman dan teras untuk bersantai, selain kolam renang yang biasa digunakan oleh ketiganya untuk mandi, atau hanya sekedar menyegarkan diri di siang yang terik atau saat malam tiba.

Jeje telah menyelesaikan satu gambaran tokoh karakter dalam animasi kesukaannya, pria berpakaian perang yang memiliki kemampuan hebat. Dia lalu melepas headsetnya, memamerkan karyanya itu pada kedua saudaranya.

Joni mengabaikan, pria pirang itu hanya mengatakan 'bagus' tanpa menoleh pada adiknya. Sementara Juno, dia hanya melirik sambil mengangguk dengan terus bernyanyi.

Senyum puas terpancar pada wajah Jeje, sudah lama sekali dia tidak melakukan hobi itu, ternyata dia masih dapat menghasilkan karya yang indah.

"Eghem, cuacanya sangat bagus malam ini." Terdengar suara berat seorang pria tua dari arah belakang.

Ketiga remaja itu segera berbalik untuk menyapa Papa yang baru saja naik.

"Papa senang sekali dengan cuaca malam ini. Hangat dan sangat menyenangkan," kata Papa yang masih berdiri dengan mengamati sekitar. "Kalian akur sekali, ada angin apa?" tamba beliau sembari menggoda ketiga anaknya.

"Eh kami memang selalu akur, Pa." Joni berpindah posisi, dia mendekat dengan dua saudaranya yang berjarak lebih dekat dengan Papa.

"Begitukah? Bagus kalau begitu," sahut Papa dengan senyum khasnya. Beliau lalu ikut duduk diantara para remaja itu.

"Gitar baru, Jun?" tanya Papa.

Semuanya segera menatap si bungsu. Juno cukup terkejut karena Papa sangat jeli dengan barang-barang yang dikenakan oleh anak beliau.

Juno mengangguk, lalu nyengir kaku pada Papa. Dia tidak memiliki jawaban lain untuk dikatakan. Cukup khawatir dengan omelan pria tua itu jika beliau sampai mengetahui kalau Juno menggunakan uang tabungan yang sangat banyak hanya untuk koleksi.

"Apa kalian ingin berlibur dengan Papa lagi nanti jika ada waktu libur?" tanya Papa.

"Tentu!" jawab ketiganya bersamaan. Sontak saja Papa terpukau.

"Wahh kalian benar-benar anak yang kompak," ujar Papa memuji.

Ketiganya hanya saling pandang, sama sekali tidak direencanakan atau apapun. kekompakan yang terjadi secara alami.

Tiga pelayan datang dengan membawakan empat cangkir minuman hangat, makanan ringan dan beberapa kaleng minuman dingin untuk tuan besar dan tiga anaknya.

Juno segera meraih satu minuman kaleng, sementara Joni, dia mengambil makanan ringan.

"Papa ingin kalian juga akan kompak dan sejalan dalam menggerakkan perusahaan keluarga kita. Ah lebih tepatnya, hotel keluarga kita."

Joni berhenti bergerak untuk sedetik, dia mendengarkan dengan seksama kalimat Papa.

"Menggerakkan hotel? Apa kita akan menjadi super hero atau semacamnya?" celetuk Juno yang cengengesan.

Plak!

Joni spontan memukul bahu kembarannya itu dengan buku yang masih dia pegang.

"Aish!" Juno kesal, dia segera meminum minuman kalengnya dan mengalihkan pandangan dari Joni.

Jeje telah meminum minuman hangat. Dia masih diam sejak tadi, belum sepenuhnya dapat memahami kalimat Papa.

"Jadi, maksud Papa. Mulai sekarang kami harus mulai fokus dengan hotel dan usaha lainnya?" tanya Jeje.

"Benar. Untuk beberapa waktu kedepan, Papa akan pergi ke Macau untuk mengurus cabang perusahaan disana. Maka dari itu, Papa akan meminta bantuan kalian untuk mengurus hotel yang ada di dalam negeri. Kalian tahu kan Papa tidak bisa melakukan semua itu seorang diri? Mungkin untuk sekarang Papa masih bisa dibantu oleh orang lain, tapi Papa juga ingin kalian yang akan memeimpinnya suatu saat."

Penjelasan Papa dicerna oleh ketiga remaja itu dengan baik. Suasana menjadi hening seketika. Pikiran mereka sedang tertuju pada bangunan-bangunan perusahaan dan juga segala jenis urusan yang selalu dihadapi oleh Papa.

Jika sejak awal, ketiganya berkenan untuk memfokuskan diri pada perusahaan, Papa kemungkinan besar tidak akan kerepotan seperti saat ini. Namun saat itu mereka bahkan masih berseragam putih abu-abu, untuk bangun pagi saja masih selalu bermasalah, sehingga mereka belum ingin untuk ikut direpotkan dengan urusan bisnis.

"Kapan kami mulai bekerja, Pa?" tanya Joni yang membuat semua orang segera menatapnya. Dari ekpresinya, sepertinya dia memang sudah siap untuk meninggalkan status mahasiswa dan berganti dengan status yang lain.

"Apa? Kita bahkan belum mengurus skripsi, Jon." Juno jelas sekali tidak menyetujui pernyataan si sulung.

"Kalian selesaikan saja dulu kuliahnya hingga benar-benar beres. Setelah itu baru ke hotel, Papa juga membutuhkan gelar sarjana kalian. Lagipula … Papa tahu kalian belum siap," kata Papa dengan senyum dan menatap ketiga anaknya itu bergantian.

Kling kling!

Ponsel Papa berdering, sebuah panggilan dari seorang rekan perusahaan. Papa segera berdiri dan sedikit kepinggir untuk mengangkat telepon penting itu.

"Kita akan mulai bekerja besok," celetuk Joni yang meminum minuman hangatnya.

"Hah? Apa kamu gila? Aku belum siap!" bantah Jee seketika.

"Aku juga," sahut Juno sambil mengemil.

"Kalian tidak kasihan dengan Papa?" ujar Joni. "Sejak Mama meninggal, Papa selalu melakukannya sendirian. Semuanya. Beliau mengurus hotel dan semua usaha seorang diri, sementara kita hanya menikmati hasilnya saja. Beliau juga tidak pernah mengeluh atau menceritakan tentang kesulitan beliau selama ini. Tapi hari ini, beliau dengan terang-terangan meminta kita untuk bergabung. Apa kalian tidak berpikir ada yang aneh? Papa pasti sangat membutuhkan bantuan. Aku berharap semuanya baik-baik saja, namun aku sedikit berfirasat tidak baik. Aku mau membantu Papa meskipun aku masih sangat pemula. Jika kalian ingin ikut, ayo. Tapi jika tidak, itu adalah pilihan kalian."

***

Next chapter