webnovel

Bab 03 - Kim Ji Eun

Seulgi dan Mingyu berakhir mencari gadis yang bersama pria asing itu. Mereka sudah mengitari jalan sekitar, bahkan sampai kembali ke titik awal keduanya menemukan si gadis. Namun, Seulgi maupun Mingyu belum menemukan titik terang di mana gadis tersebut.

Napas Seulgi dan Mingyu terengah-engah setelah beberapa kali berlari. Selagi mengatur napas, Mingyu mengedarkan pandangan. Pria itu melihat ada sesuatu di depan sana, tergeletak di aspal. Karena penasaran, Mingyu segera mendekat menghampiri benda itu.

Usai meraih benda tersebut, Mingyu membalikkannya. Rupanya yang ditemukannya adalah kartu identitas milik seorang gadis bernama Kim Ji Eun. Melihat foto dan identitas diri gadis itu, Mingyu sangat yakin bahwa Ji Eun ini adalah gadis yang sedang mereka cari.

"Detektif Han, kurasa Kim Ji Eun sengaja menjatuhkan ini," pikir Mingyu.

Dahi Seulgi mengernyit. "Apa? Kim Ji Eun? Siapa dia?"

"Gadis yang kita cari-cari."

"Sungguh?" Untuk memastikannya, Seulgi merebut KTP itu di tangan Mingyu. "Kau benar. Kalau ternyata memang benar, dia pasti sedang dalam bahaya."

"Lalu, bagaimana?"

"Kita berpencar. Pasti Ji Eun tak jauh dari sini." Sebelum itu, Seulgi menahan tangan Mingyu yang hendak pergi. "Tunggu, aku butuh nomormu untuk memberi kabar mengenai Ji Eun."

Mingyu merampas ponsel Seulgi, mencatat dan menyimpan nomor teleponnya. Kemudian, menyodorkan ponselnya ke arah Seulgi. "Ayo, kita tidak ada waktu untuk berdiam diri."

Keduanya lantas bergerak mengambil jalan yang berlawanan arah. Seulgi ke kanan, Mingyu ke kiri. Sembari berlari, mereka berteriak memanggil Ji Eun. Tanpa keduanya sadari, pria misterius itu berada di jalan tengah bersama Ji Eun. Pria itu merapatkan tubuh Ji Eun ke tembok pembatas, mencekik dan menikamnya beberapa kali di bagian tertentu. Tembok bercat putih telur itu kini terkotori oleh cipratan darah. Setelah puas menghabisi nyawa Ji Eun, pria itu membawanya masuk ke dalam mobil.

Sementara itu di jalanan berlawanan arah, Seulgi memutuskan mengambil jalan tengah. Dari kejauhan, Seulgi memperhatikan sebuah mobil hitam melaju pergi menjauh dari pandangannya. Ia mempercepat langkah sembari mengambil ponsel di saku jaket kulitnya.

Seulgi menekan nomor Mingyu. Detik kemudian, telepon pun tersambung pada Mingyu. "Kau menemukan Ji Eun?"

Seulgi mematung menatap tembok pembatas di depan matanya. Matanya hampir tak berkedip sama sekali.

"Detektif Han? Kau masih di sana, 'kan?"

"Ya. Aku tidak menemukan Ji Eun, tapi ... Aku menemukan ceceran darah di tembok," jawab Seulgi. "Sepertinya ... Pria itu sudah membunuh Ji Eun."

Seulgi menatap cipratan darah itu cukup lama. Ponsel di genggamannya masih tertempel di telinga. Perlahan Seulgi menarik napas, lalu menghembuskannya. Sekujur tubuhnya mendadak lemas. Ini memang bukan kali pertama ia melihat darah, justru ia sudah sangat sering melihatnya. Akan tetapi, ini kali pertamanya ia kecolongan. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada keluarga korban, terutama orang tua Ji Eun. Terlebih, jasad Ji Eun tidak ada di tempat.

"Apa di sana ada cctv?" Mingyu bersuara lagi.

"Cctv?" Seulgi menoleh ke sekitar. Ada tiga cctv yang hancur di tiang lampu jalan. "Apa ini hanya firasatku saja atau memang benar?"

"Apa maksudmu?"

"Pelakunya adalah orang yang sama."

Telepon pun terputus. Di kejauhan Seulgi melihat Mingyu berlari ke arahnya. Setelahnya, Mata Mingyu melebar begitu melihat langsung cairan merah membentuk bintik-bintik kecil terlukis di tembok pembatas. Ia meremas rambutnya frustasi.

"Di mana jasad Ji Eun?"

"Sebelum aku melihat ini, aku melihat mobil hitam pergi ke arah sana." Seulgi menunjuk ke tempat mobil hitam itu berada. "Aku yakin pelakunya membawa pergi jasad Ji Eun."

"Untuk semalaman, kau menginaplah di rumahku. Kita akan membahas ini besok."

Seulgi mengiyakan. Layar ponselnya tiba-tiba menyala, memperlihatkan persentase baterai yang hanya tinggal 10% lagi dan 3 pesan dari bibinya yang belum sempat ia balas.

Bibi Eun Song: Kau sudah menemukan tempat tinggal, 'kan?

Bibi Eun Song: Kalau sudah, jangan lupa berikan alamatnya padaku. Aku ingin berkunjung ke sana.

Bibi Eun Song: Kau jangan sampai telat makan, ya, jangan pula minum-minum terlalu sering.

Seulgi: Nanti akan aku kirimkan alamatnya.

****

Matahari telah muncul di ufuk timur. Seulgi melangkah keluar unit apartemen setelah si pemilik keluar. Mingyu mengizinkan Seulgi tinggal untuk sementara waktu, kebetulan ada kamar kosong yang tidak pernah ditempati.

Keduanya bergegas menaiki mobil. Rencana mereka hari ini ingin mengunjungi rumah Kim Ji Eun, mengabari hilangnya jasad gadis itu sekaligus memberitahu kejadian semalam. Barulah setelah itu mereka pergi ke kantor. Mingyu sudah menebak, pasti orang-orang kantor telah mengetahui hal ini dan marah besar. Masalahnya, Seulgi dan Mingyu gagal melindungi korban.

Sesampainya di rumah Kim Ji Eun dan mengetuk pintu. Keluarlah seorang wanita berparuh baya membukakan pintu untuk mereka. Seulgi dan Mingyu saling pandang, kemudian menunjukkan nametag yang mengalung di leher mereka. Wanita itu mempersilahkan keduanya masuk. Namun, Seulgi tiba-tiba berlutut di hadapan wanita itu.

"Aduh, Nak, kenapa kau begini. Ayo, bangun." Wanita itu membantu Seulgi berdiri. Begitu Mingyu ikut berlutut, wanita itu menatap mereka kebingungan.

Seulgi menundukkan kepala. Ragu-ragu ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Kim Ji Eun. Akhirnya, ia menjelaskan semuanya secara detail.

Setelah mendengarnya, wanita itu mengguncang tubuh Seulgi, pukulan bertubi pun mendarat di pundaknya. Derasnya air mata keluar membasahi pipi wanita itu. "Teganya kau meninggalkan anakku bersama bajingan itu! Seharusnya kau cegah dia. Kau ini polisi atau pembunuh yang sebenarnya, sih?!"

Mingyu menjauhkan wanita itu dari Seulgi, berusaha menenangkan suasana hati ibu Kim Ji Eun itu. "Jangan salahkan dia, Bu, tapi salahkan aku. Aku yang mengajaknya pergi meninggalkan Ji Eun."

"Kalian berdua sama saja!" Wanita itu berteriak, lalu mendorong Mingyu ke lantai. "Aku tidak mau tahu. Kalian harus menemukan jasad putriku dalam waktu dekat. Karena kalau tidak, kalian akan aku tuntut!"

Seulgi mengangguk. "Baiklah. Percaya pada kami, kami pasti akan menemukan jasad Ji Eun secepatnya."

Perdebatan itu akhirnya selesai. Seulgi dan Mingyu kembali ke dalam mobil. Hening beberapa saat. Tak lama, muncul panggilan masuk dari Kwon Jung Min, kepala polisi di kantornya. Terpaksa Mingyu menerima telepon itu.

"Mingyu, sebenarnya penyelidikan apa yang kau lakukan!"

Mingyu spontan menjauhkan layar dari telinganya. Untung saja Mingyu tidak menyalakan pengeras suara, bisa-bisa Seulgi yang berada di sebelahnya ikut mendengar ocehan ayahnya itu. Ya, Kwon Jung Min adalah ayahnya. Alasannya mengajak Seulgi berkerja sama agar ia dapat dipromosikan menjadi letnan. Orang-orang kantor tahu kinerjanya dalam menyelesaikan kasus sangatlah payah, bahkan ayahnya sendiri pun mengakuinya. Seperti yang ia lakukan sebelumnya, asal mengambil keputusan tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.

Maka dari itu, Mingyu ingin membentuk tim investigasi bersama Seulgi. Toh, akan lebih mudah dikerjakan bersama dibanding sendirian.

"Memangnya aku melanggar hukum sampai Ayah marah-marah seperti ini?" Mingyu menjawab dengan intonasi tenang.

"Kau memang tidak melaggar hukum, tapi kau membiarkan gadis yang tak bersalah bersama pelakunya."

Mingyu menyandarkan kepalanya ke kaca mobil. "Itu ... Aku memang mengaku salah, Yah. Aku ceroboh, andai saja aku mendengarkan perkataan Seulgi ... Pasti semuanya tidak akan jadi begini."

"Sudahlah. Ayah tidak mau mendengar alasanmu. Kau dan rekanmu di skors selama seminggu! Renungkan dan perbaiki cara kerjamu itu."

"Ayah ...." Baru akan menjelaskan, telepon sudah terputus. Mingyu melirik Seulgi dengan kikuk. "Sepertinya kita tidak usah pergi ke kantor hari ini."

Punggung Seulgi yang bersandar refleks menegak. "Kenapa?"

"Kita di skors selama seminggu. Jadi, selama seminggu ini, kita harus mengumpulkan banyak informasi tentang si pelaku."