"Jika Ayah malu dengan hal itu, aku akan mengajak Yohanna tinggal di luar negri untuk menghindari pembicaraan yang tidak penting" kata William sembari beranjak dari duduknya meninggalkan Ayahnya di ruang baca.
Tuan Scott terdiam melihat reaksi Putra sulungnya itu, dia satu-satunya penerus keluarga. Jika William benar-benar pergi dia tidak mampu bertanggung jawab pada leluhurnya.
Setelah berpikir panjang akhirnya dia menghubungi keluarga Wilson untuk melakukan pertemuan keluarga malam ini.
~~
Yohanna sedang mengemas barang-barangnya ketika Ayahnya mengetuk pintu kamarnya beberapa kali dan memanggilnya pelan
"Yohanna" panggil James pelan
"Masuklah" sahut Yohanna masih sibuk dengan barang-barang yang dia pindah ke dalam koper
"Keluarga Scott barusaja menghubungi kita, malam ini mereka akan datang" kata James membuat Yohanna menghentikan kegiatannya
"Hah… aku sudah mengatakan padanya untuk tidak melakukan ini" guman Yohanna tapi James paham siapa yang di maksud Yohanna
"Apa kamu sudah membicarakannya dengan William?" tanya James hati-hati
"Ya… harusnya aku mengatakan saat makan siang tadi jika aku sudah mempuyai pacar" keluh Yohanna
"Jika kamu menggunakan alasan itu, Kakekmu tidak akan bisa menerima Jonathan" kata James
"Aku tidak peduli, seharusnya aku bisa melakukan lebih baik darimu" sindir Yohanna acuh pada hubungan Ayahnya dengan Ibunya dulu
"Kakekmu tidak semudah itu, Dia tidak akan mengalah untuk kedua kali" sahut James "Lanjutkan kemasi barangmu, kita tetap akan pergi" lanjut James lalu keluar dari kamar putrinya itu
James berpikir jika kali ini dia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah perjodohan itu, setidaknya dia masih bisa menundanya dan membawa putrinya pergi untuk sementara waktu.
Saat William dan keluarganya bersiap untuk pergi ke Kediaman keluarga Wilson, tamu tidak di undang datang menghambat perjalanannya, seorang utusan dari Keluarga Nicollin meminta waktu untuk membicarakan masalah penting secara rahasia dengan Tuan Scott ayah William.
Dan kini mereka sudah berada di ruang baca hampir satu jam lamanya. William dengan gelisah terus-menerus memeriksa jam yang melingkar di tangannya.
Baginya ini hari yang sangat penting sehingga dia tidak ingin terlambat sampai di kediaman keluarga Wilson. Tapi sepertinya situasi tidak mendukungnya, ketika dia sudah tidak sabar dan hendak mengetuk ruang baca Ayahnya ponselnya berdering.
"William ini aku" kata Yohanna di ujung ponsel
"Yohanna maafkan aku, mungkin aku akan sedikit terlambat" jawab William segera
"Tidak perlu datang ke Mansion kakekku, aku sudah di bandara" sela Yohanna
"Apa?" respon William kaget dia kembali melihat jam tangannya ini masih 45 menit lebih awal dari jadwal pertemuan keluarga mereka, tapi kenapa Yohanna sudah ada di bandara?
"Apa yang terjadi?" tanya William segera lalu dengan cepat mengambil kunci mobilnya dan berlari keluar Mansion melajukan mobilnya secepat mungkin
"Will, kamu tidak perlu datang ke Bandara menemuiku" kata Yohanna pelan mendengar suara William yang tergesa-gesa
"Aku akan sampai kurang dari 10 menit, kumohon tunggu aku" bujuk William yang terdengar sangat menyedihkan membuat Yohanna yang tengah berjalan menarik kopernya menghentikan langkahnya
"Oke" jawab Yohanna singkat lalu memutus sambungan teleponnya dengan William
William terlihat bergegas dengan langkah lebar segera memasuki terminal keberangkatan Internasional. Setelah beberapa kali mencari dia akhirnya melihat seorang gadis tengah duduk di samping dinding kaca lebar tengah melihat kearah luar tempat pesawat berjejer menunggu giliran untuk terbang
"Yohanna" panggil William pelan setelah berdiri tepat di samping Yohanna yang kini menoleh kearahnya
"Kamu sudah disini, duduklah" respon Yohanna pelan
William sedikit mengerutkan alisnya, gadis di depannya berbeda dari yang kenal selama ini. Terlihat dingin.
"Apa terjadi sesuatu? Dimana Ayahmu?" tanya William khawatir
"Ayah masih ada sedikit urusan disini, jadi aku kembali terlebih dahulu" jawab Yohanna
"Apa kamu pergi untuk menghindariku?" tanya William lagi
"Ya… itu juga termasuk alasan yang bagus" jawab Yohanna santai "Tapi sayangnya bukan karena itu" lanjutnya lalu meneguk kopi yang ada di depannya
Wajah William terlihat lebih khawatir mendengar itu, lalu dia mengingat orang suruhan Keluarga Nicollin yang kini tengan bertemu Ayahnya.
"Apakah keluarga Nicollin datang menemuimu?" tanya William
"Ya… tapi aku kabur terlebih dahulu" Yohanna tersenyum
"Kemana kamu akan pergi? Tolong beritahu aku"
"Negara A, aku harus melanjutkan sekolah kan?" jawabnya santai
"Berikan tiketmu" kata William tegas
"Will, aku baik-baik saja" elak Yohanna
"Yohanna, tidak aman jika kamu pergi sendiri. Mereka tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja" jelas William
"Aku akan aman ketika sampai di Negara A, jadi jangan khawatir" bantah Yohanna
"Aku akan ikut bersamamu kesana" sela William serius
"Will, kamu tidak perlu sejauh itu. Aku tahu mungkin kamu akan berpikir aku hanya beralasan untuk menghindarimu, tapi aku memiliki pacar disana" jelas Yohanna membuat William membeku
"Aku pikir itu tidak akan nyaman untukmu ataupun pacarku jika kalian bertemu" lanjut Yohanna
William tidak bisa mengatakan apapun selama beberapa saat hanya dapat memalingkan wajahnya dengan kecewa, selama ini gadis yang duduk di depannya benar-benar tidak memiliki perasaan apapun untuknya
"Aku hanya akan mengantarmu, aku akan pergi setelah memastikan kamu baik-baik saja" jelas William sembari menatap Yohanna dengan tulus memastikan bahwa masih ada sedikit kepercayaan dari gadis itu.
William mengeluarkan ponselnya untuk melakukan resgristasi pemesanan tiket pesawat dengan jadwal penerbangan yang berbeda dengan jadwal penerbangan Yohanna. Mereka berdua tidak akan menuju Negara A untuk saat ini.
Yohanna mengerutkan kening saat mengetahui William mengganti Negara tujuannya tapi dia tidak mengatakan apapun hanya dengan patuh mengikuti langkah William
"Kenapa kamu mengganti tujuan penerbanganku?" tanya Yohanna setelah mereka berdua sudah duduk di kabin pesawat
"Ayahmu yang memintaku mengantarmu kesana" jawab William menatap Yohanna yang kini duduk di sampingnya
"Terima kasih" ucap Yohanna pelan
~~ Di Kediaman Keluarga Wilson
"Aku pikir akan disambut dengan baik disini, tapi ternyata calon istriku pergi menghindari kedatanganku" kata Laurent Nicollin terdengar santai tapi sangat tidak enak di dengar
"Aku sudah menyuruh orang untuk membawanya kembali" sahut Tuan besar Wilson
"Untuk apa? Bukankah dia pergi bersama kekasih kecilnya?" timpal Laurent sembari melirik Tuan Scott yang kini juga berada di kediaman Keluarga Wilson
"Mereka hanya berteman" sahut James dingin dia bahkan tidak peduli dengan keluarga Nicollin
"Teman? Bukankah hari ini kalian berniat melakukan pertemuan keluarga untuk membahas pernikahan mereka" sindir Laurent dengan sinis
"Aku yang mengundang keluarga Scott datang" sela Tuan besar Wilson yang juga tidak tahan dengan sikap Laurent yang terlihat arogan
"Jadi, Tuan rumah ingin membatalkan perjanjian Pra Nikah untuk kedua kali?" tanya Laurent "Anda pikir Keluarga Nicollin hanya lelucon?" lanjutnya dengan amarah
"Bukankah Anda sendiri tidak menyetujui pernikahan ini?" kata Tuan besar Wilson
"Aku sedang mempertimbangkannya" sahut Laurent lalu lalu mengambil sebuat bingkai foto kecil yang ada di meja sudut "Dia terlalu manis untuk diabaikan" ujarnya dengan senyum sinis melihat foto masa kecil Yohanna dalam bingkai itu
"Aku akan membawanya sebagai jaminan" lanjutnya sembari melambaikan foto itu lalu melangkah pergi tapi terhenti tepat di hadapan Tuan Scott lalu menatapnya tajam "Anakmu sendiri yang akan membawanya kembali sebagai pengantinku"
Setelah Laurent Nicollin keluar dengan diikuti beberapa pengawalnya, kini hanya tersisa Tuan besar Wilson, James Wilson dan Tuan Scott ayah William.
"Tuan Scott, sebaiknya anda menghubungi putra Anda" kata Tuan besar Wilson terdengar emosi
"Aku yang meminta William menemani Yohanna pergi dari sini" sela James tenang
"Kamu mendukung mereka!" kata Tuan besar William marah
"Apapun itu aku akan mendukung keputusan putriku, dia yang akan menjalani pernikahan itu. Dengan siapa dia akan melakukannya aku akan mendukungnya" jawab James terlihat tanpa beban dia tidak peduli dengan murka Ayahnya