webnovel

Teror

Hiii...

Happy Reading

****

Eva sigap memberikan sebotol air mineral ada sang kakak, gadis berusia 17 tahun itu menatap Caroline, pelaku yang telah membuat kakaknya tersedak sinis.

"Lu ada masalah apa sama kakak gue?" sarkas Eva, berdiri dari duduknya dan mengintimidasi Caroline.

Kenapa gadis itu tiba-tiba mengancam Misha setelah lama menghilang? Perasaan, hubungan kakaknya dan Ryan sudah berjalan lebih dari 4 bulan, kenapa gadis itu baru datang sekarang?

"Jauhi saja My Ryania! Dia punya gue!" desis Caroline, gadis yang sepantaran dengan keduanya itu menatap Misha sinis. "Jauhi, atau hadapi akibatnya!" kecam Caroline dan pergi dari kantin.

"Apa apaan anak itu... Lama ngilang, tiba-tiba mengusir..." gumam Eva tak senang, ia kembali duduk, menatap Misha yang mengeringkan keringat di keningnya. "Jangan di hiraukan, kita abaikan saja... Tidak penting," ujar Misha tenang.

Nyam!

"Kaak!" protes Eva karena kakaknya dari tadi tidak berhenti makan, bahkan walau ada masalah, bisa bisanya Misha makan dengan tenang!

"Ini mangkuk terakhir Eva," tegas Misha membuat adik kesayangannya itu menghela napas.

Setelah Misha menghabiskan satu mangkuk seblak, keduanya melangkah pergi menuju kelasnya, mereka berjalan tanpa ada pembicaraan yang terjadi. Biasalah, Eva sedang malas bicara, dan Misha yang jarang membuka obrolan tak penting.

"Ngomong-ngomong..."

Misha menoleh untuk mendengar kelanjutan Eva, keningnya terangkat tanda bertanya, ada apa? Apa yang ingin adiknya itu omongkan.

"Lu gak masalah, soal ancaman Caroline?" tanya Eva ragu. Tawa Misha menyembur keluar, ia tertawa keras tanpa menjawab pertanyaan Eva.

"Emang Caroline itu berbahaya? Lebih berbahaya dari Pendiri Clan Gold Moonlight?" tanya Misha balik, Eva menggeleng tanda hal itu tidak akan mungkin terjadi.

"Nah, sekarang tau kan? Jadi buat apa mengurusi orang sepertinya, lebih baik gue melakukan hal yang bermanfaat..." tukas Misha tersenyum miring.

Benar juga, Caroline hanyalah gadis kaya biasa. Sedangkan mereka berdua adalah pendiri Clan Gold Moonlight dan Black Moonlight, untuk apa takut pada gadis itu? Kalau mereka takut, itu sama saja merendahkan dua Clan besar!

"Misha!" panggil seseorang dari belakang, dua gadis kembar itu menoleh untuk mencari tahu siapa kah yang memanggil Misha.

"Dean? Ada apa?" heran Misha. Seolah mengetahui apa yang akan terjadi, bibir Eva mengerucut kesal. "Minggu depan nge-date, jam sembilan pagi, aku jemput..." ujar Ryan tersenyum manis.

Kan! Eva menggerutu kesal, "Minggi dipin ngi-diti, jim simbilim pigi, iki jimpit..."

Plak!

"Va... Diem bentar," tegur Misha menepuk bahu Eva pelan, adik tersayangnya itu malah mengejek perkataan Ryan, dia tahu, Adiknya sedang kesal dengan pembicaraan dirinya dan Ryan.

"Oke, ke Cafe itu kan?" tanya Misha memastikan, Ryan mengangguk untuk membenarkan. "Kalau begitu, daah!"

Seraya melenggang pergi, Ryan melambaikan tangannya kepada Misha dan Eva, menyusul temannya yang memanggilnya dari tangga.

"Lo mau jalan sama dia kak? Tega banget..." keluh Eva menunduk. Kening Misha berkerut ketika mendengar keluhan Eva, ia berkata, "Tega? Maksudnya apa Va? Perasaan gue gaada nyakitin elu,"

"Lo berdua jalan, padahal hati gue lagi sakit... Kurang jahat apalagi coba," gerutu Eva mengacak rambut panjangnya.

Misha hanya menggeleng, ada ada saja adiknya itu, bagaimana adik kecilnya cemburu hanya karena Misha di ajak nge-date oleh Ryan? Dasar anak muda. Ehh? Tunggu, dirinya kan memiliki umur yang sama dengan Eva? Akh, Misha berbicara seolah sudah berumur saja!

"Sudah lah, ayo ke kelas."

Malas memperpanjang masalah ini, Misha mengajak Eva kembali ke asal mereka, yaitu kelas 11 Ipa 2.

****

Slurppp

Misha meminum jus nya dengan wajah kusut, melihat sang pacar yang seperti itu di hari mereka nge-date pun, memberanikan diri untuk bertanya.

"Apa ada masalah, Deera?" tanya Ryan. Bukannya menjawab, Misha hanya menggeleng cepat, ia mengganti raut wajahnya.

"Jadi, kami sekeluarga di teror!"

Doeng!

Misha dan Ryan sangat kaget dengan kehadiran tiba-tiba dari Eva, sejak kapan adik kembar Misha itu di sana?!

"Eva?! Sejak kapan lu di sana?" tanya Misha mengelus dada. Eva tersenyum sombong dan mengibaskan rambut panjangnya, "Ini bukanlah hal yang sulit..." ujar Eva.

"Soal teror... Apa maksudnya?" tanya Ryan membuat Misha menggeleng, ia menyuruh adiknya itu untuk diam. Bukan Eva namanya jika menurut begitu mudah pada sang kakak, "Jadi..."

Desas-desus terdengar di depan kelas 11 Ipa 2, membuat Misha dan Eva mengerutkan kening. Ada apa gerangan? Tepat saat mereka ingin bertanya pada siswi di sana, dua gadis kembar itu di hampiri Duo A dan E.

"Ada apa ini Nes?" tanya Misha bingung. Anes kelabakan sendiri menjawabnya, sehingga memaksa Aixa melanjutkan.

"Ada yang meletakkan bangkai kucing di meja lu," cerita Aixa membuat Misha mengangguk. "Ooh, gitu... Udah di buang?" tanya Misha, Aixa hanya menunjuk bak sampah yang berada di depan pintu kelas.

"Astaga, siapa pelakunya?! Gemes pen nyentil jantungnya," gerutu Eva marah.

Tanpa mencari tahu pun Misha sudah tau, ini semua pekerjaan Caroline. Seperti ancamannya kemarin, gadis itu meneror dirinya karena tidak kunjung menjauh dari Ryan.

"Lu gak masalah kak di teror dengan cara murahan kek gini?" tanya Eva kesal. Misha menatap adiknya yang gondok karena teror barusan, ia mengelus surai adiknya seraya berkata, "Selama yang di terornya bukan keluarga kita, gue gak masalah Va."

Eva tersenyum haru, kakaknya itu selalu saja membuatnya sedih. Memang di prioritaskan menyenangkan, namun, terkadang dirinya kesal melihat Misha membiarkan tubuhnya terluka demi melindungi keluarganya.

Setelah hari itu, Misha terus terusan di teror. Namun Misha mengabaikan itu semua, sampai di mana tadi pagi, ibunya diberi paket seekor mayat anjing yang sudah di mutilasi.

Misha sangat marah, dan amarahnya terbawa sampai dirinya berkencan dengan Ryan, pacar yang sedang Misha usahakan beri cinta.

"ITU CAROLINE!" pekik Eva ketika melihat Caroline memasuki Cafe, ia segera berlari dan menangkap gadis licik itu, menyeretnya ke hadapan Misha dan Ryan.

"My Ryania! Tolongin aku dar--"

Rengekan Caroline terhenti saat melihat wajah marah dari Ryan, matanya terpejam saat merasa Ryan akan menyemburnya.

"LO MENEROR KELUARGA MISHA?! BUAT APA ANJ!" bentak Ryan kencang.

"Udah bagus lo gak muncul selama 5 bulan ini! Ngapain lu malah meneror pacar gue?!" bentak Ryan. Caroline menggeleng, dengan tergagap ia berkata, "E-engga My Ryania... Aku tidak pernah meneror mereka! Mereka itu ngefitnah aku!"

Ryan tidak menghiraukan gadis itu, ia lebih memilih mengajak Misha pergi dari sana. Kehadiran Caroline membuat suasana menjadi buruk, ia tidak suka ini.

"Mulai sekarang, jangan tunjukin muka lo di depan gue. PAHAM?!" kecam Ryan diakhiri bentakan super keras.

"My Ryania! Tunggu---"

****

Makasih masih stay, luv yuu all...