Seketika sunyi melanda, bahkan dentuman lagu tadi terhenti. Eva menunduk karena merasa tak ada yang senang dengan kehadirannya, namun semua itu terhempas begitu anak Black Moonlight ribut.
Mereka tak menyangka pemimpin Black Moonlight yang terlihat lebih menyeramkan daripada pemimpin Gold Moonlight adalah seorang pemalu, dengan cepat mereka semua mengakrabkan diri pada Eva.
Eva kini tertawa dan bercanda ria bersama anak anaknya, Misha puas melihat kebersamaan adiknya. Ia menatap anak anak nya dan berkata dengan kencang.
"Ayolah! Kemana dentuman musik barusan?!"
Semua orang segera bersorak sorai, malam itu adalah malam yang menyenangkan bagi semua orang.
***
Kedatangan Misha di sekolah menggemparkan seluruh warga sekolah, mereka berbisik-bisik saat melihat bekas jahitan yang ada diwajah cantik Misha. yang geram bukannya Misha malah adiknya, Eva.
"Mereka kurang kerjaan amat!" ketus Eva masam.
Misha mengacak rambut adiknya, melenggang pergi tanpa memperdulikan bisik-bisik mereka. Eva akhirnya menyusul Misha setelah menatap semua orang tajam.
Srekk..
"Kak! Lo kok bisa bisanya gak marah?!" seru Eva saat memasuki kelas.
Kakaknya itu sama sekali belum mengeluarkan suara sejak tadi malam, apa ia berbuat salah semalam?
"Jangan memikirkan yang tidak-tidak Eva," nasehat Misha mengusap kening Eva yang berkerut bingung.
"Lu gak risih sama mereka tadi? Gue aja pen gampar satu satu rasanya!" geram Eva.
Eva menggebrak meja, Aixa yang baru masuk tersentak kaget. Ia berdecak dan melangkah mendekati Misha.
"Bushet Va, lu lagi dapet kah?" tanya Aixa sambil meletakkan sebotol yogurt strawberry di meja Misha.
Eva menatap Aixa kesal, apa jika ia marah berarti sedang datang bulan? Ia menghembuskan nafas panjang dan menutup wajahnya .
"Udah, gak papa Eva.. Kalau gue capek ya gue tanggepin aja nanti," ujar Misha membuat Eva mengangguk.
Pelajaran olahraga di mulai. Setelah berganti baju, mereka semua di minta pergi ke lapangan. Misha, Eva, duo A dan E mendudukkan diri dibawah pohon mangga yang rindang.
Lebih baik mereka menyelamatkan diri dari sinar terik matahari. Hari ini memang cuaca sangatlah panas, tak heran para siswa mengeluh pada pak Darwin.
Mata elang pak Darwin menatap mereka, "Hei! Kalian ngapain di sana?! Cepat berbaris!"
Dengan langkah gontai ke-enamnya menjauh dari area pohon rindang, cuaca terik langsung merembes ke wajah putih mereka.
"Panas pak," keluh Aixa menyeka keringat nya.
"Ini itu bagus untuk kita! Cepat pemanasan sebelum kita bermain basket!" titah pak Darwin.
Helaan nafas terdengar dari mulut mereka, akhirnya ke-enam siswi itu bergabung dengan teman sekelasnya yang lain. "Selamat menjalani kesengsaraan," sambut teman sekelas mereka.
Misha berdecak kesal karena panas mendera, setelah melakukan pemanasan sebentar pak Darwin datang dengan bola basket ditangan.
"Ayo bagi kelompok! Kita tanding basket!" seru pak Darwin membuat semuanya mendesah lelah.
Di kelompok satu berisikan Misha, Eva, Lue, Anes dan Sera. Aixa angkat tangan ketika di suruh ikut dengan kelompok satunya. Dia sangat yakin pak Darwin tak semata-mata menyuruh mereka tanding, pasti yang kalah akan di suruh macam macam oleh guru olahraga itu.
Sangat jelas sahabatnya lah yang akan menang, pasalnya Misha dan Eva sendiri sudah seperti dua kelompok yang digabungkan.
Prittt..
Hap..
Dak..
Dak..
Dak..
Begitu peluit pak Darwin berbunyi, bola basket itu dilempar ke atas. Misha dan Lena selaku ketua di masing-masing kelompok sontak meloncat untuk berebut bola.
Misha yang berhasil menangkap bola langsung membawa nya berlari ke arah ring lawan, Eva dan Anes tampak ikut menyusul Misha.
"Kiri!"
Bak..
Seruan Eva terdengar keras, Misha mengangguk cepat dan melempar bola pada sang adik.
Drakkk..
"Three point!!" seru Aixa kencang saat Eva melakukan tembakan jarak yang lumayan jauh dari ring lawan.
"Haaah.."
Misha tampak menghela nafas. Ia menumpukan kedua tangannya di lutut dan memijit pangkal hidungnya.
"Kak, lo sakit?" tanya Eva khawatir, dia menghampiri sang kakak saat melihat Misha berperilaku aneh.
"Gak papa, cuma bekas jahitannya rada ngilu" jawab Misha menenangkan adiknya, tadi tak sengaja tangan Lena mengenai luka jahitannya.
Misha menenangkan Eva yang panik tak karuan, setelah beberapa lama mereka akhirnya melanjutkan pertandingan.
Dak..
Dak..
Dak..
Drakk..
Pritttt..
Peluit pak Darwin terdengar kencang. Menandakan waktu tanding mereka telah usai. Semuanya langsung saja tumbang ke tanah dan menormalkan nafas yang tak teratur.
Tes..
"Ah,"
Perasaan Misha tak enak saat ada sesuatu yang mengalir dari keningnya, begitu ia menyentuh kening guna memastikan, benar saja. Luka nya terbuka.
"Kak!" seru Eva, ia langsung menoleh ke arah Misha ketika merasakan sakit dikeningnya. Dia tidak memiliki luka, jadi Eva bisa langsung tau kalau itu adalah ikatan batin dari kakaknya.
Srekk..
Entah darimana asalnya, Ryan datang dan menggendong Misha bridal style. Semuanya terkaget-kaget melihat kedatangannya, Misha memukul dada Ryan dan bertanya "Apa yang lo lakuin?!" pekik Misha.
"Gendong kamu," jawab Ryan, ia membawa Misha pergi membuat Eva berteriak kencang. "Hei lo mau bawa kakak gue kemana?!"
Ryan tak menjawab teriakan Eva, ia terus melangkah pergi dari lapangan. Warga sekolah tampak berbisik sambil menatap Ryan dan Misha.
***
"Ngapain sih? Lo bikin malu njir," keluh Misha saat di dudukkan oleh Ryan ke kasur uks.
"Emang kamu bisa jalan setelah luka jahit itu terbuka?" tanya Ryan balik, ia mengambil peralatan untuk mengobati luka Misha.
Misha berdecak, "Kan yang berdarah cuma kepala, bukan kaki.."
Ryan mengacuhkan Misha, memfokuskan diri pada luka jahit Misha yang terlihat merenggang. "Sepertinya harus di bawa ke-Rumah Sakit lagi, jahitannya hampir lepas"
Dengan tegas Misha menggeleng, maaf saja. Dia tidak ada keinginan untuk menginap di Rumah sakit, makanan Rumah sakit menyeramkan bagi mulutnya.
"Gapapa, paling bentar lagi tertutup sendiri"
Helaan napas panjang terdengar dari Ryan, tak percaya akan perkataan Misha barusan. Bagaimana jahitan yang terbuka bisa menutup sendiri?
Saat hendak mengomeli sang pacar, Eva masuk dengan membanting pintu. "Kepala lu sakit kak?"
Misha mendesah lelah, apa ia tidak bisa di biarkan tidur saja? Kepalanya berdenyut kencang sekarang, ia ingin tidur. "Gak papa dek, bisa tinggalin gue aja? Pengen tidur,"
"Eit, kita belum menyelesaikan pembicaraan ini. Kamu harus di bawa kerumah sakit Sayang," omel Ryan, mata Eva membola saat mendengar kakaknya akan di bawa ke-Rumah sakit.
"Luka kakak gua parah?" tanya Eva shock. Misha menyahut, "Kagaa, cuma jahitan gue longgar."
"Enteng banget lu ngomongnya kak," ujar Eva menggelengkan kepalanya.
Misha menaikkan sebelah alisnya, enteng? Apa perkataannya barusan enteng? Perasaan enggak. "Sumpah gak faham,"
Tanpa suara Ryan kembali menggendong Misha ala bridal style, secara refleks Misha memukul kepala Ryan agak kencang.
Ryan meringis dan berkata, "Udah diem! Kalo gak gue cium!"
Tentu saja Misha terdiam mendengar itu. Melihat Misha terdiam, Ryan tersenyum puas. Ia menatap adik pacarnya yang tampak masih shock, "Mau ikut ke Rumah sakit?"
Eva tersadar dari acara shocknya dan menatap pacar Misha, "Enggak dulu deh, gue harus mengejar jodoh dulu"
Ryan maupun Misha melotot kaget, keduanya menatap Eva tak percaya. "Maksudnya?!"
***