Liffi melengguh begitu kasar saat Nakula mencium sekujur tubuhnya. Menghujaninya dengan rasa geli yang nikmat. Permainan mulut Nakula terasa begitu menggairahkan bagi Liffi. Berbeda dengan Sadewa yang cenderung melakukannya dengan pelan dan lembut. Nakula lebih cepat dan tak beraturan. Menimbulkan sensasi petualangan yang berbeda bagi Liffi.
Cara mereka mencintai Liffi memang berbeda. Sadewa dan Nakula memiliki pesona mereka masing-masing, dan keduanya sama-sama berarti dalam hidup Liffi. Sama-sama punya arti yang sama besarnya dalam kehidupan Liffi.
"Nakula." Liffi menjambak pelan rambut Nakula saat mereka mulai bersatu.
"Liffi, be mine, be my mate." Nakula membisikkan kata-katanya.
Deruan napasnya panas dan begitu bergairah. Peluh menetes membasahi keduanya. Pesona Nakula memang tak bisa Liffi tolak, aroma Liffi terus membangkitkan gairah Nakula. Nakula mengikuti alur lekuk tubuh Liffi dengan ciumannya. Membuat penyatuan mereka terasa lebih nikmat.
"Argh ...." Liffi mulai merancau, Nakula menyesap pelan leher Liffi, mengelus rambut hitamnya dengan jemarinya yang besar.
Jiwa mereka bersatu, menimbulkan kekuatan yang begitu besar. Nakula merasa energinya begitu melimpah, kekuatannya meningkat.
"Ah!!" Nakula merancau dan merebahkan dirinya di atas Liffi.
Ia melumatt sekali lagi bibir kekasihnya itu. Menyesapnya begitu dalam.
"Hei, Girl? Are you, Ok?" Nakula langsung menahan tubuhnya dengan siku tangan. Ia takut permainannya akan membahayakan Liffi. Liffi seorang manusia dan Nakula takut ia akan terluka.
"Aku hanya kelelahan." Liffi masih mencoba mengatur napasnya yang masih tak beraturan.
"Syukurlah, aku kira aku akan menyakitimu." Nakula tersenyum, gigi taringnya membuatnya terlihat manis.
"Kau memang menyakitiku, Naku." Senyum Liffi.
"Sakit yang nikmat bukan?" goda Nakula.
"Dasar." Liffi tersipu.
Nakula kembali merebahkan dirinya di atas tubuh Liffi, memeluknya penuh rasa sayang.
"Apa kau sudah bisa berubah sekarang, Naku?" Liffi teringat akan perubahan Sadewa setelah berhasil menandainya.
"Entahlah, aku belum mencobanya." Nakula melirik pada Liffi. Heran, bagaimana Liffi tahu kalau saat Nakula berhasil menandai matenya maka perubahannya akan sempurna?
Liffi memutar tubuhnya ke arah Nakula. Memandang wajah Nakula, melihat sinar mata Nakula yang menyala keemasan. Warna manik mata Nakula memang coklat hazel, tapi entah kenapa selalu saja berkilat keemasan saat terkena cahaya.
"Naku." panggil Liffi lirih.
"Ya?"
"Bisa kau menghadap ke arah dinding?" pinta Liffi.
"Kenapa?"
"Lakukan saja."
"Ok."
Nakula memutar tubuhnya ke arah dinding. Liffi melihat dengan miris banyaknya bekas luka pada punggung Nakula. Kenapa werewolf bisa punya begitu banyak bekas luka?!
"Kenapa bekas lukamu begitu banyak?" Liffi mengelus punggung Nakula dengan lembut. Mengikuti garis alur bekas luka nya.
"Dari Ibuku."
"Apa??" Liffi terperanjat.
"Dia mencambukku saat depresinya kumat." Nakula melirik pada wajah Liffi yang maaih tercengang.
"Tapi aku tak pernah menyalahkan nya. Dia melakukan itu karena punya alasan sendiri." Nakula merangkul Liffi.
"Aku dulu begitu merindukan sosok kedua orang tuaku, Naku. Aku berharap aku bisa mengenal mereka. Kadang aku mencoba membayangkan bagaimana rupa mereka? bagaimana rasanya saat mereka menggenggam tanganku?" Liffi memejamkan matanya. Dulu ia selalu melakukannya setiap malam sebelum tidur, berharap menemukan mereka di dalam mimpi.
"Kemarilah, Girl. Aku berjanji akan selalu menggenggam tanganmu sebelum kau tertidur," kata Nakula.
"Terima kasih, Naku."
"Tidurlah, Liffi. Kau pasti lelah."
"Selamat tidur, Naku."
"Selamat tidur, Liffi."
ooooOoooo
Sorenya.
Nakula masuk ke dalam hutan, ia merasa kekuatannya begitu meluap setelah menandai Liffi semalam. Kini Nakula ingin mencoba perubahannya. Transformasi sempurnanya sebagai seorang werewolf, menjadi seekor serigala sejati.
Nakula melepaskan baju dan juga celananya. Setelah mengambil napas panjang Nakula merubah dirinya menjadi wujud werewolf, tapi ternyata ia tak berubah.
"Kenapa tidak berubah?" Nakula mendelik kaget.
Ia kembali mencobanya, dan tetap tak berubah. Membuat Nakula begitu frustasi. Nakula memukul sebuah pohon pinus dengan sekuat tenaga sampai batangnya roboh. Deburan daun kering dan debu berterbangan saat dentuman pohon itu menyentuh tanah.
"Br***sek! Apa yang terjadi?! Kenapa aku tidak bisa berubah?!" Nakula memandang kedua telapak tangannya dengan marah.
Nakula menghela napasnya panjang. Mencoba mengendalikan emosi dan juga perasaannya. Setelah pencarian panjang terhadap matenya kenapa tetap saja Nakula tak bisa berubah dengan sempurna.
"Apa Liffi bukan mate-ku?" Nakula bertanya-tanya dalam hatinya.
"Kenapa aku tidak berubah? Aku sudah menandainya. Kata Gin aku akan berubah saat aku bertemu dengan mate-ku?" Nakula kembali memakai pakaiannya.
"Sialan." umpatnya penuh kesedihan.
Nakula berjalan dengan lesu keluar dari hutan. Ia begitu frustasi dengan keadaannya saat ini. Mungkin benar kata Ayahnya, tidak ada manusia yang bisa menjadi mate bagi bangsa werewolf.
ooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana