Sebuah bangunan yang lebih mirip dengan gedung gereja terlihat sedang direnovasi. Beberapa orang laki-laki sibuk memasang plangkan nama dari papan kayu.
PANTI ASUHAN
CAHAYA KASIH
Panti Asuhan itu berada ditengah
-tengah perumahan. Dulunya bangunan ini memang adalah sebuah gereja. Setelah beberapa pertimbangan akhirnya pihak gereja menyumbangkannya pada yayasan amal. Gedung itu kini berubah fungsi menjadi sebuah Panti Asuhan.
Bangunan ini terlihat begitu kokoh karena memang merupakan bangunan lama. Dindingnya masih menggunakan batu alam dan juga kapur gamping sebagai perekat bata. Warna putih dan Abu-Abu mendominasi pada cet tampak depan bangunan itu.
Beberapa anak kecil terlihat sedang berlari- lari pada tanaman di belakang gedung itu. Bermain dengan riang, yang lebih besar mengawasi mereka yang lebih kecil. Sedangkan para orang tua sibuk menata, memasak, dan ada juga yang sedang merenovasi bangun.
Seorang gadis kecil dengan wajah yang sangat imut terlihat memegang sebuah bonekah kelinci. Gadis kecil itu punya mata yang bulat dan hitam, rambut yang lurus sebahu. Dua buah gigi tengahnya besar dan membuatnya mirip dengan seekor kelinci. Ia berjalan berjalan mendekati pagar besi yang membatasi bangunan panti dengan rumah milik tetangganya
Di balik pagar seorang anak laki laki kecil yang seumuran dengannya sedang berdiri mengamati mereka. Sepertinya anak laki-laki itu ingin tahu dan juga penasaran dengan anak-anak di Panti Asuhan. Mereka bermain dengan sangat riang.
"Hei," sapa gadis kecil itu.
"Hei."
"Kau melihat kami terus? Apa kau mau ikut bermain?"
"Tidak, Ayah akan menghukumku kalo aku tidak berlatih," ujar lelaki kecil itu.
"Memangnya kau berlatih apa?" tanya gadis itu penasaran.
"Memburu tikus dan kelinci."
"Wah, kasihan, dong! Bukankah kelinci begitu lucu?" tanya gadis kecil itu sembari melirik ke arah boneka kelincinya.
"Kata Ayah aku harus belajar memburunya untuk bertahan hidup. Sudah menjadi tugas keluarga kami untuk melakukannya."
"Memangnya apa tugas keluargamu?" Gadis itu duduk bersila pada rumput hijau, menyangga kepalanya dengan siku. Mendengarkan bocah seumurannya bercerita.
"Membunuh iblis."
"Kau percaya?"
"Entahlah aku sendiri tak pernah tahu seperti apa wujud iblis itu." Bocah laki-laki tadi juga ikut duduk.
"Siapa namamu?"
"Aku sendiri tidak tahu siapa nama asliku. Mereka semua memanggilku Rabbit. Kalau kamu?"
"Namaku Yoris."
"Nama yang bagus."
"Oh, ya, menurutku itu nama yang jelek."
"Setidaknya kau punya nama."
"Memangnya kau tidak punya nama?"
"Aku tidak ingat, aku baru bergabung dengan mereka seminggu ini."
"Kau tidak punya orang tua?"
"Tidak, mereka mengambilku dari tempat pembuangan sampah."
"Bagaimana kau bisa ada di situ?"
"Aku tidak tahu, yang aku tahu badanku terasa sangat sakit saat mereka menemukanku." Gadis itu mengangkat bahunya.
"Apa kau mau aku memberimu nama?"
"Boleh, tapi harus nama yang cantik, ya."
"Tentu saja, kalau begitu namamu...."
•
•
•
BLINK...
Yoris membuka matanya. Ia berkedip beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya.
Mimpi. Yoris mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Ia tertidur di sofa depan TV.
"Apa aku begitu merindukannya sampai bisa bermimpi tentangnya?" Yoris bangun dan berjalan menuju ke lemari es, mengambil sebotol bir berukuran besar.
Yoris meneguknya dengan segera, menghabiskannya sampai tak tersisa. Setelah terdiam beberapa saat Yoris melemparkan botol kaca itu pada jendela dapur.
PYYYARRRR...!!!!
Bunyi pecahan kaca menggema. Membuat siapapun akan pasti tersentak saat mendengarnya. Emosinya seakan tersulut karena mimpi barusan.
"F*ckk!!! F*ckk!!!!" umpatnya berkali-kali. Airmatanya mengucur dengan deras. Hatinya begitu sakit dan terluka.
Teringat kembali kejadian hampir 20 tahun lalu, saat gadis itu berusaha merangkak kabur darinya. Berusaha menghilang dari pandangannya. Berusaha lepas dari genggamannya.
•
•
•
Dok!! Dok!! Dok!!
Seorang wanita dengan rambut hitam sebahu dan bola mata yang besar menangis sambil menggedor-gedor pintu besi. Yoris memang sengaja mengurungnya dalam kamar bawah tanah.
"Yoris!! Buka pintunya, lepaskan aku!!!"
"Tidak!!!" teriak Yoris.
"Yoris!! Kumohon!! Kumohon ...!" Ibanya, air matanya terus mengalir dengan deras.
"Kau milikku. Aku tak akan pernah melepaskanmu."
"Dia pasti terluka, Yoris, dia pasti sangat bersedih saat ini. Hatinya pasti begitu sakit." Wanita itu tersungkur ke bawah.
"Tidak, aku tak akan melepaskanmu." Yoris pun tersungkur ke bawah. Air matanya pun tak terbendung lagi. Mendengar wanita yang begitu dicintainya menangis membuatnya bersedih.
"Kenapa kau tega padaku?! Kau sahabatku Yoris."
"Aku mencintaimu."
"Jangan gila!!! Kita tak ditakdirkan bersama. Lepaskan aku!!! Aku harus menemuinya!!!" Wanita itu terus menggedor pintu kamarnya.
"Kita ditakdirkan bersama, saat aku memberimu nama aku yakin kau adalah takdirku." Yoris duduk bersandar pada pintu besi.
"Yoriiiss ... bebaskan aku ...!" Suaranya semakin lirih dan bercampur dengan isak tangis.
"Kumohon. Terimalah aku."
"Kau tahu aku tidak bisa. Kau yang paling tahu itu!!!" jawabnya.
"Tidak, akan ku buat kau menerimaku." Yoris bangkit dengan wajah penuh kemarahan.
Yoris bangkit, dengan kasar ia membuka pintu besi itu. Wanita malang itu mundur beberapa langkah ke belakang. Yoris mengambil tembak pada pinggangnya, mengisinya dengan sebuah peluru ampul.
"Yoris ... apa itu? Yoris?!" Wanita itu ketakutan, ia terus mengangkat telapak tangannya mencoba untuk mencegah tindakan Yoris.
"Serum ini hanya akan melemahkanmu. Tak berbahaya." Yoris menarik pelatuk pistolnya.
"Jangan, Yoris, ku mohon!"
"Sebentar saja! Terimalah aku sebentar saja."
"Yoris!!!!"
Jleb!!
Jarum obat menempel pada leher wanita itu. Ia langsung lemas dan jatuh ke bawah. Kesadarannya masih, namun tubuhnya tak bertenaga. Yoris selalu melakukan hal ini saat ia menginginkannya. Tak ada cara lain untuk mengekang wanita ini selain serum dari tumbuhan wintergreen yang melemahkan syaraf-syaraf otot seorang werewolf.
"Aku mencintaimu, Sayang," bisik Yoris.
Yoris menggendong tubuh wanita malang itu ke atas kasur. Membuka semua pakaiannya dan menikmati setiap jengkal tubuh wanita itu. Wanita itu hanya bisa menangis pasrah saat tubuh Yoris menghujam tubuhnya berkali-kali.
Lelaki itu kini berkuasa atas dirinya. Tak ada tenaga baginya untuk melawan semua kelakuan biadab Yoris. Setidaknya dalam diam Yoris akan segera mengakhiri semua ini. Butiran bening mengalir dari sudut matanya.
"Maafkan aku."
ooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana