Cairan merah pekat mengalir dari kantong melewati selang bening dan masuk ke dalam pembuluh darah Jane. shewolf itu menikmati tiap-tiap tetes darah Liffi yang masuk ke dalam pembuluh darahnya. Bercampur dan melebur menjadi satu dengan darahnya.
"Kau beruntung sekali Gadis Bodoh. Kau tak harus melakukan hal merepotkan ini sebelum bercinta dengan Nakula." Jane melirik kearah Liffi yang masi tertidur pulas di atas sofanya. Sementara Jane, wanita serigala itu tengah duduk di kursi ruang makan sambil menunggu satu kantong darah Liffi selesai tertrasfusi ke dalam tubuhnya.
Entah sudah berapa banyak obat tidur yang diberikan Jane, Liffi tertidur sangat nyenyak. Wajahnya terlihat pucat karena baru saja kehilangan satu kantong darah. Jane tampak acuh, andai saja ia tak memerlukan darah Liffi untuk menggoda Nakula, sudah pasti ia akan membunuh Liffi detik ini juga.
"Bye, Liffi. Serahkan Nakula padaku hari ini. Kau tidur saja sampai esok!" Jane tersenyum licik, begitu isi darah di kantong habis ia langsung meloncat bangkit dan mencabut jarum. Tak lupa wanita itu membuang bukti kantong darah ke dalam tong sampah.
Jane meninggalkan Liffi yang mengeryitkan alis saat tertidur di dalam apartemennya seorang diri.
ooooOoooo
Nakula membanting badan ke atas ranjang empuk. Menatap langit-langit ruangan yang saat itu terang benderang karena lampu. Bak ombak yang bergemuruh, begitu pula perasaan Nakula saat ini. Hatinya bergetar, masih terkukung dalam kesesakkan karena teringat akan masa kecilnya yang menyedihkan. Bekas luka pada sekujur tubuhnya berdenyut pelan, nyeri dan menyakitkan. Rasa nyeri akibat psikotraumatis itu sungguh menyiksa batin dan fisik Nakula.
"Aku merindukan, Liffi. Hei, di mana dia sekarang? Kenapa tak menghubungiku saat berangkat dan pulang kuliah?" Nakula meraih ponselnya, sudah hampir pukul lima sore, sudah seharusnya Liffi kembali ke apartemen. Setidaknya gadis itu harusnya telah memberinya kabar.
Nomor yang Anda tuju tidak ...
Tut ...
Nakula mematikan ponsel karena Liffi tidak menjawab panggilannya.
"Apa aku ke apartemennya saja?" gumam Nakula. Perasaan Nakula yang gundah membuatnya ingin lekas bertemu dengan Liffi. Tanpa menunggu lagi, Nakula menyahut jaket bommber dan memakainya.
Alangkah terkejutnya pria itu saat melihat Jane begitu ia membuka pintu. Jane tersenyum, memamerkan deretan gigi dan bibir tipis yang terpoles dengan warna merah menyala. Ia berdiri tepat di depan Nakula dengan membawa kentalnya aroma bunga fresia pada tubuhnya.
"Aku baru saja ingin memencet bel pintu," ucap Jane, ia juga kaget dengan kebetulan barusan.
"Liffi?" Nakula mengeryitkan alisnya, bau Jane sama dengan Liffi, matenya. Sampai-sampai Nakula merasa Liffi lah yang bertandang, bukan Jane.
"Jane, Black. Aku Jane," gerutu Jane. Ia mendorong Nakula masuk kembali ke apartemen dan menutup pintunya.
"Jane? Ah, benar, kau Jane." Nakula menelan ludahnya dengan berat, otaknya mulai mengenali Jane bukan nya Liffi.
Nakula merasa terbius oleh aroma Jane yang tercium semakin pekat, menggelitik hidung dan bergetar sampai ke sekujur syaraf-syarafnya. Naluri Nakula sungguh menyukainya, aroma yang merangsang milik Liffi itu kini ada pada Jane.
Jane merangsek maju ke arah Nakula. Nakula mundur beberapa langkah untuk menghindari rayuan dari aroma yang seakan terus memanggilnya untuk datang. Memanggil Nakula untuk menghisap aroma manis itu dalam-dalam, lalu menghabiskannya dalam balutan geliat sensual yang penuh keintiman.
Sembari berjalan Jane melepaskan satu persatu kain yang menempel pada tubuh indahnya. Melepasnya sampai polos tanpa sehelai benang pun. Perut ramping, kulit putih pucat yang terlihat halus dan lembut, dua buah tonjolan dada masih tertutup rambut panjangnya.
"Jane?" Nakula semakin terbius ke dalam jerat nafsunya.
"Kemarilah, Black. Apa kau tak ingin mengendusnya? Menghirup aroma ini dalam-dalam? Membagi jiwa dalam persatuan yang intim?" Jane melangkah semakin dekat dengan Nakula, sampai akhirnya tubuh keduanya saling bersentuhan. Tanpa kesusahan Jane merobek pakaian Nakula dengan kukunya yang tajam.
Tubuh penuh otot-otot kokoh terlihat indah di mata Jane, dada bidang Nakula bergerak naik turun untuk menahan gelora hasrat yang terus memuncak. Jane mengeluskan telapak tangannya menggerayang pelan dari abs-abs Nakula dan naik ke dada sampai akhirnya berhenti pada tengkuk Nakula.
Jane berjijit utuk menggigit pelan telinga Nakula seraya berbisik. "I want your body, Black!"
Nakula mengecup cerukan leher Jane, mengendusnya dalam, memastikan sekali lagi aroma yang pekat itu. Benarkah aroma fresia yang tercium saat ini adalah milik matenya? Nakula lagi-lagi merasa terbius masuk ke dalam jeratan nafsunya sendiri, pertahanannya kian runtuh. Kenikmatan aroma yang memabukkan itu memacu dan membuat hormon-hormonnya bekerja.
"Sentuh aku, Black, aku tahu kau juga menginginkannya." Jane membawa tangan Nakula ke depan dadanya.
Nakula kehilangan pengendalian dirinya, ia memeluk dan mendaratkan sebuah ciuman pada bibir merah Jane. Tanpa jeda, Nakula melumatnya dengan cepat dan tak beraturan. Nakula merasakan aroma bunga fresia yang tajam semakin menggelitik nalurinya. Nakula menghujani Jane dengan ciuman pada sekujur tubuh wanita itu, memberikan kenikmatan yang selalu ia inginkan.
"Argh, Black!" Jane mengerang karena rangsangan yang diberikan Nakula pada tubuhnya.
"Mate?" lirih, Nakula seakan bertanya.
"Benar, aku matemu!! Liffi, gadis bodoh itu hanyalah manusia. Dia pet, bukan mate mu. Aku bisa menjadi matemu, Black!" Jane kembali meraup bibir Nakula, ia menyesap penuh gairah. Tubuh keduanya saling bergulat, menghasilkan gerakan-gerakan yang kian sensual. Peluh mulai menetes, uap panas itu membuat aroma bunga fresia semakin tercium. Nakula merasa kekuatannya semakin meluap-luap karena jiwa Jane.
"Fuck me, Black!! Fuck me harder!" Jane tersenyum lalu mendorong tubuh Black ke atas sofa.
ooooOoooo
Liffi perlahan mulai mengerjabkan matanya, dorongan rasa mual membuatnya terbangun dari pengaruh obat tidur. Dengan lemas dan kepala berkunang-kunang gadis itu bangkit. Berjalan sepoyongan menuju wastafel dan mulai muntah
"Hoek!! Hoek!!"
Setelah menyalurkan semua rasa mual dari perutnya, Liffi merosot lemah ke bawah. Kepalanya terasa berat dan pandangannya berkunga-kunang. Kelopak mata itu seakan digelayuti oleh beban berat sampai enggan untuk terbuka.
Jane?? Di mana Jane? Kenapa sepi sekali?
"Jane? JANE?!" seru Liffi, tak ada jawaban.
Apa yang terjadi padaku? Apa aku tertidur? Dimana ini? Apa aku benar-benar masih di rumah Jane? Lantas di mana dia sekarang? Aduh, Jam berapa ini? pikiran Liffi berkecambuk, berjuta-juta pertanyaan membuatnya tetap terjaga. Sesaat kemudian ia mulai cemas. Selain tubuhnya yang menderita karena kekurngan darah, dada Liffi juga bergemuruh karena sesuatu yang ia sendiri tak tahu apa penyebabnya.
Nakula? batin Liffi.
Cepat-cepat gadis mungil itu bangkit dan menghimpun tenaga, ia mencari keberadaan ponsel dan juga barang-barangnya yang lain. Benar saja, ada sepuluh lebih misscall dari Nakula.
Pukul lima sore, Nakula pasti sangat cemas padaku. Aku harus cepat-cepat menemuinya. Pikir Liffi.
Dengan bergegas gadis itu membereskan semua barang-barangnya. Ia juga menenggak sebotol penuh air agar tubuhnya lebih segar. Setelah menepuk pipi beberapa kali agar tersadar dari kantuk, Liffi mulai meninggalkan apartemen Jane menuju ke apartemen milik Nakula. Kebetulan sekali, apartemen Jane bersebelahan dengan gedung apartemen Nakula. Liffi hanya perlu berjalan beberapa meter untuk menempuh jarak antar lobby. Hanya perlu sepuluh menit baginya untuk sampai ke lobby sebelah.
Pintu Lift terbuka, benda itu otomatis mengantarkan Liffi menuju ke lantai penthouse Nakula begitu pintunya tertutup kembali.
Walaupun masih lemas dan belum sadar seratus persen, Liffi tetap meneruskan langkah kakinya dan sampai di depan pintu apartemen Nakula.
"11102000," lirih Liffi berusaha mengingat-ingat passcode pintu penthouse milik Nakula, kode itu adalah tanggal lahir Liffi.
Klek, pintu terbuka.
"Naku, apa kau di dalam?"
oooooOooooo
Waduh!!! Kira-kira Liffi bakalan tahu nggak ya Nakula selingkuh???
Vote please.
Baca Mi Volas Vin
💋💋💋💋