webnovel

TWIN’S PET

The Twins’ Pet (HIATUS) G: Fantasi Dark Romance. Dilarang mengcopy paste tulisan ini dalam bentuk apa pun!!! Tindakan plagiatan akan saya proses secara hukum. SINOPSIS: ========== Vol 1. Crescent Moon Perasaan yang dalam. Ikatan yang kuat. Cinta yang manis. Pengorbanan yang tulus. Membuat ketiganya bisa mengatasi tiap rintangan dalam kehidupan yang tidak masuk diakal ini. Saat gairah cinta yang menggebu melilit penuh harmoni bersamaan dengan nafsu yang membuncah. Kekuatan itu hadir, memenuhi jiwa, memenuhi tiap-tiap pembuluh darah dengan ledakkan adrenalin. “My soul will rise in your embrance,” ucap Sadewa saat memandang iris mata Liffi dengan penuh hasrat. “Sadewa,” lirih Liffi. “For I’m yours, and you’re mine!!” bisik Nakula penuh gairah, desah napas terasa hangat pada daun telinga Liffi. “Nakula,” desah Liffi. Black and White. Fresia and Hibicus Musk and Vanilla Fresh and Sweet “Mana yang kau pilih, Liffi?” Ikatan cinta yang kuat membuat Liffi enggan untuk memilih salah satu di antara keduanya. Lantas siapakah yang Liffi pilih? Nakula yang garang, liar, dan penuh kekuatan? Atau ... Sadewa yang pintar, dingin, dan penuh wibawa? Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa luar biasa.—BELLEAME. This cover novel is not mine. If the artist want to remove it, please DM, I’ll remove it. Terima kasih. Selamat membaca, Belle Ame.

BELLEAME · Fantasy
Not enough ratings
389 Chs

BLOOD

Sadewa kembali ke kediaman keluarga West. Emily langsung menyambut kedatangannya dan melaporkan seluruh jadwal Sadewa selama satu hari. Pria itu menyahut tablet pintar dari tangan Emily, memahaminya sesaat sebelum melemparkannya kembali ke tangan sang sekretaris.

"Bagaimana kondisi Naku? Apa dia bertanya di mana Liffi?" Sadewa melepaskan coat abu-abu, ia menggulung lengan kemeja putihnya. Dengan langkah cepat Sadewa menuju ke bagian sayap kanan mansion, ia akan meninjau lokasi latihan para beta di packnya siang ini. Sadewa memang sengaja menambahkan lima kali porsi latihan lebih ketat dan berat dari biasanya.

"Benar, Tuan. Saya menjawabnya sesuai instruksi Anda. Dia baru saja meninggalkan kediaman West setelah bercakap beberapa saat dengan Alpha." Emily kesusahan mengikuti langkah kaki Sadewa.

"Baguslah. Dia tak boleh mengetahui rahasia antara aku dan dirinya yang membagi seorang mate bersama. Dengan sifatnya yang kasar dan sembrono, mungkin Nakula malah akan menyakiti Liffi," dengus Sadewa. Memang berbeda dari kembarannya ini, Nakula cenderung menggunakan otot dibandingkan otaknya.

"Tapi ini sungguh sangat aneh, Tuan. Bagaimana mungkin kalian berdua hanya punya satu mate. Mungkin Nona Liffi bukanlah mate Nakula, bukankah ia tidak berubah seperti Anda saat menandai Nona Liffi." Emily benar-benar heran, pasalnya baru kali ini ada dua werewolve dengan satu orang mate saja.

"Aku pun berharap demikian, Emily. Tapi Liffi merasa berbeda, ia merasa Naku juga matenya." Sadewa mengamati pertarungan antara para warrior. Para warrior senior mengajarkan petaruangan pada warrior muda.

Emily menghela napas panjang, ia merasa ikut merasakan kekecewaan Sadewa. Manusia bisa menjadi mate saja sudah merupakan sebuah keajaiban, dan kini yang didengarnya lebih ajaib lagi, lebih tak masuk akal. Gadis itu harus membagi jiwanya pada dua manusia serigala. Jiwa Liffi pasti sangat kuat.

Sadewa turun ke lapangan. Padang rumput hijau yang dikelilingi hutan rimbun. Lahan luas itu tersembunyi dalam dinding kediaman keluarga West. Lahan yang luas itu kini tengah menjadi ajang adu kekuatan dan juga ketangkasan para warrior muda saat melawan senior mereka.

"Jangan lengah!! Pertahankan posisi!!" Sadewa memberikan arahan pada seorang werewolf remaja. Mungkin masih SMA.

"Baik, Tuan," jawabnya.

"Siapa namamu?"

"Ethan."

"Cabik dengan kuat, Ethan!! Ayun kan kukumu penuh tenaga. Kakak-kakakmu di sini bisa sembuh!! Jangan takut!! Jangan lemah!! Musuh kita kali ini juga berasal dari kaum kita, dan mereka sama sekali tak mengenal belas kasihan!!!" teriak Sadewa.

"Baik, Tuan!!" seru Ethan.

"Kalian juga! Cabik dan kerahkan seluruh kekuatan kalian. Keluarkan seluruh potensi kalian sebagai seorang manusia serigala!!" teriak Sadewa memberi perintah.

"BAIK, TUAN!!" teriak semuanya.

Sadewa menemui Gerry, dia yang bertugas menjadi pengawas latihan para warrior. Menjadi mentor dan juga esekutor bila ada yang membangkang.

"Tambahkan porsi latihan mereka, Garry!! Kita terlalu lemah, terlalu terbuai dengan kedamaian dunia saat ini." Sadewa menggeram saat teringat dengan tatapan Regal padanya. Sadewa sempat merasakan jurang perbedaan kekuatan di antara keduanya.

Regal punya kekuatan hebat yang tertempa dari pengalaman dan juga pertarungan keras. Berbeda dari Sadewa yang hanya kuat karena latihan bersama pack dan juga darah Ayahnya sebagai sang Alpha. Insting Regal sangat peka, jauh lebih peka dari Sadewa maupun Nakula.

"Sekuat apa musuh kita kali ini, Tuan?" Gerry bertanya, sorot mata Sadewa yang tadinya jeri perlahan mulai menajam.

"Mereka monster," jawab Sadewa.

oooooOooooo

Darah, komponen terbanyak dalam tubuh manusia. Mengalirkan kehidupan sampai ke seluruh pembuluh darah terkecil di ujung jari. Menghantarkan oksigen, energy, dan suhu. Mengantarkan jiwa, menghantarkan bebauan yang berbeda dalam tiap-tiap tubuh manusia.

Kampus terlihat lebih sepi dari biasanya. Liburan semester hampir dimulai, berbagai macam kegiatan pengajaran mulai menipis, berganti dengan kegiatan ekstrakulikuler dan perlombaan olah raga.

Liffi datang ke kampusnya, menyusun tugas ujian terakhir sebelum liburan. Sadewa mengantarnya pagi tadi. Setelah malam panjang yang penuh dengan berbagai macam peristiwa.

"Bukankah itu Jane??!! Jane dari Blink??!" Beberapa mahasiswa lain tampak antusias. Mereka berseru-seru riuh dengan kedatangan seorang artis papan atas ke kampusnya. Penyanyi bernama Jane, vocalis Blink. Mereka berlari ke arah lapangan parkir. Seluruh mahasiswa yang tadinya bercokol di dekat lapangan langsung menghambur. Mengelilingi sebuah mobil sport merah. Beberapa bodyguard Jane membentuk parameter agar keramaian itu tidak nekat sampai menyakiti Jane saat meminta tanda tangan dan foto bersama.

Jane?? Apa yang dilakukan Jane di tempat ini? Liffi ikut berlari dengan mahasiswa lain seangkatannya, sepertinya ia juga penasaran dengan kehadiran teman dari matenya itu.

"LIFFI!!!" seru Jane, wanita nyentrik itu melambaikan tangannya yang penuh dengan cincin begitu melihat Liffi. Ia langsung menghentikan prosesi tanda tangan dan beralih untuk mengejar Liffi.

"A—aku?" Liffi menunjuk batang hidungnya sendiri.

"Liffi, aku mencarimu kemana-mana. Semalam dan pagi tadi. Kau tidak pulang ke apartemenmu?!" Jane menggelayut manja pada lengan kurus Liffi, membuat wajah Liffi merona. Jane sangat cantik, rambutnya kini berwarna hitam dan dikuncir dua dengan riasan smokey seperti biasanya.

"Ka—kau mencariku?" Liffi tergagap, sebuah kehormatan bila seorang artis mencarinya.

"Iya, tentu saja."

"Kenapa?"

"Kenapa? Tentu saja karena kau mate dari Black. Dan Semalam aku meninggalkanmu di rumah Grey. Aku harus meminta maaf bukan?!" Jane menggandeng Liffi menjauh dari kerumunan. Semua orang yang sadar tak bisa lagi meraih perhatian Jane mulai menyerah, yang tadinya mengelilingi mereka perlahan mulai membubarkan diri.

"Itu bukan hal yang besar, Jane." Liffi tersenyum.

Hal besar bagiku gadis bodoh!! Aku bahkan hampir bertarung dengan Grey karena ia melepaskanmu semalam, batin Jane.

"Apa kau mau menemaniku berbelanja sore ini, Liffi?? Aku ingin menebusnya, kau boleh berbelanja apapun yang kau mau!! Aku akan membelikannya untukmu!" Jane mendorong Liffi masuk ke dalam mobilnya tanpa mengindahkan penolakan Liffi.

"Jane sungguh tidak perlu!!" Liffi menolak ajakan Jane.

"Ayolah!! Please!!" Jane mengiba, wajah cantinya membuat Liffi luluh.

"Baiklah, aku akan menemanimu berbelanja. Tapi sungguh, kau tak perlu membelikanku apapun." Liffi tersenyum.

"Asyiikk!! Yang penting kau ikut denganku." Jane terkikih.

Liffi menurut, ia memasang seat belt dengan kencang. Jane menyeringai sebelum menginjak pedal gasnya. Membawa mobil sportnya pergi meninggalkan area kampus Liffi. Beberapa orang bodyguardnya mengikuti dengan mobil lain.

Dari kejauhan Gilang melihat kepergian mereka. "Liffi?"

oooooOooooo

Perjalanan cukup asyik, Jane menyanyi untuk Liffi. Concert tunggal, membuat Liffi ikut bernyanyi sekuat tenaga juga.

"Hei suaramu bagus juga, Liffi!! Kau berbakat," puji Jane, Liffi menggoyangkan telapak tangannya tanda tak setuju dengan pujian Jane. Nyanyian Liffi hanya mengasal, tak punya teknik dan suara khas seperti milik Jane.

"Ah, jangan merendah, Liffi. Kau membuatku gemas." Jane tertawa, Liffi menunduk malu.

"Oh, Apa kau melihat beritanya kemarin? Seekor serigala mengacaukan kota. Mereka bilang itu film baru Black! Puft, bagaimana mungkin semua orang percaya begitu saja?" Jane memutar setirnya ke arah sebuah apartemen mewah.

"Bukankah ini ke arah apartemen Nakula?" Liffi mengenali jalanan itu.

"Gedung apartemenku bersebelahan dengan gedung milik Black." Jane menerangkan.

"Oh, begitu." Liffi mengangguk paham.

"Mampir ke rumahku sebentar, aku harus mengambil ponsel yang tertinggal." Jane mengajak Liffi mampir ke apartemennya. Liffi menurut saja.

Apartemen Jane tak berbeda dari milik Nakula, luas dan mewah. Pihak management artis memberikan penthouse untuk Jane sebagai previlagenya atas segala prestasi dan uang yang dihasilkan saat menjadi model, bintang iklan, maupun vokalis Blink.

Liffi menyapu mata ke seluruh ruangan. Berbagai macam piala penghargaan terjajar rapi. Piagam-piagam juga menempel rapi di dinding, bersanding dengan foto sexy Jane yang begitu besar, terletak tepat di tengah ruangan. Poin of interest bagi pengelihatan Liffi saat ini.

Sofa merah jambu dan hitam, juga telivisi besar dan poster grup band BLINK menghiasi sisi ruang yang lain. Liffi tersenyum saat melihat wajah tengil Black. Poster itu terbingkai apik dengan bingkai CD-CD album yang telah mereka hasilkan selama ini.

"Kau dekat dengan Naku?" Liffi mengamati foto-foto mereka, kebanyakan Jane berada di dekat Nakula.

"Kami memang dekat, jauh lebih dekat dari yang bisa kau bayangkan." Jane mengeluarkan sebuah bungkusan obat dari saku celananya.

"Oh, begitu," lirih Liffi.

"Minum?" tanya Jane. Liffi mengangguk.

Jane menuangkan satu sachet obat tidur bubuk ke dalam minuman Liffi. Jane memang ingin membuat Liffi tertidur agar bisa mengambil darahnya. Darah Liffi terbukti bisa menarik perhatian Nakula. Darah Liffi terbukti mampu mengeluarkan bebauan yang disukai Nakula meski pun berada di dalam tubuh Jane. Bagaikan candu yang memabukkan Nakula, Jane ingin memiliki darah Liffi agar Nakula kembali bersamanya.

"Ini, minumlah." Jane kembali dengan segelas air jeruk. Ia menyerahkan gelas kaca pada Liffi.

"Thanks," jawab Liffi, gadis itu langsung menenggak isinya sampai ludes. Liffi memang sangat haus karena menyanyi penuh semangat di dalam mobil.

Ck, gadis ini mudah sekali di bohongi. Jane tersenyum licik.

"Lagi?" tawar Jane.

"Sudah cukup, Jane. Terima kasih." Tolak Liffi.

"Duduklah, Liffi. Aku tau kau lelah." Jane mendorong Liffi agar duduk di sofa, kalau obatnya bereaksi Jane tak perlu susah-susah menggendong Liffi walaupun sebenarnya itu pekara mudah baginya.

Liffi merasa aneh, tubuhnya lelah sekali, juga berat dan berputar. Pelupuk matanya terus mengerjab seakan menahan rasa kantuk yang teramat sangat.

"Tidurlah, Liffi. Benar, tidur saja bila mengantuk." Jane tersenyum.

Liffi perlahan-lahan mulai kehilangan pengelihatannya. Pandangannya kabur dan akhirnya Liffi tak sadarakan diri.

"Wow, cepat sekali dia tidur? Apa aku terlalu banyak memberikan dosisnya?" gumam Jane.

"Ah, bodoh amat!! Kita mulai saja." Jane masuk ke dalam sebuah kamar dan kembali dengan perlengkapan donor darah. Ada jarum besar, selang, dan kantong. Dilengkapi dengan alat berputar yang menjaga agar darah tidak cepat menggumpal.

"Maaf, ya! Manusia tak bisa menjadi mate!! Cukuplah menjadi hewan peliharaan yang patuh, Gadis manis. Berikan tugas menjadi mate Nakula untukku!" Jane tersenyum sambil mengikat lengan Liffi, ia menancapkan jarum ke dalam pembuluh darah Liffi, alis Liffi refleks mengeryit. Setelah jarum tertancap sempurna, Jane melepaskan ikatan lengan dan darah langsung mengucur. Memenuhi kantong darah sampai penuh.

"Cukup untuk hari ini!" Jane tersenyum puas setelah mendapatkan sekantong darah. Meninggalkan Liffi yang memucat di atas sofa.

oooooOooooo

Hallo readers. Makasih sudah baca Nakula dan Sadewa ya.

Baca juga MI VOLAS VIN

KASIH P S di sana aja gaes mumpung masih masuk rank karya baru. Biar bisa nambah rankking.

Makasih banyak readers. I love you.

Nakula dan Sadewa akan update setiap hari Selasa dan Jumat ya. 😘😘😘