Tapi Elise juga merasa senang karena kakaknya pergi ke Bali jika tidak dia pasti akan merecokinya dengan banyak pertanyaan apa lagi selama ada Arsen di sini. Mengingat laki-laki itu tiba-tiba membuat Elise tersenyum. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk segera menghabiskan waktu seharian ber piknik keliling kota dengan kekasihnya, membayangkannya saja sudah membuatnya begitu bahagia
Elise mendekatkan cangkirnya ke mulut meniupnya beberapa kali, lalu menyesapnya pelan. Dia memejamkan mata merasakan jalaran panas cokelat hangat yang mengalir di tenggorokannya dan masuk kelambungnya, pagi-pagi seperti ini memang enak menikmati secangkir cokelat hangat.
Elise kembali menatap ke luar jendela dengan kedua tangan yang masih menangkup cangkirnya dia memandangi pemandangan alami di sekitar villa, hutan dengan kayu yang tinggi dan daun rimbun, meskipun kawasan villa tempannya tinggal tidak begitu ramai tapi di depan pintu masuk ada beberapa pedagang kecil yang mendirikan warung mereka di pinggir jalan. Elise merasa bebas tinggal di villa dari pada harus tinggal di rumah yang terasa seperti neraka bersama ibu tirinya. Lagi pula dia sudah dewasa dan bisa mengurus diri bersama kakaknya dia tidak perlu lagi perhatian yang penuh ke pura-puraan dari mereka yang hanya takut kehilangan kekuasan dan terus menjilat. Elise mantap taman bunga di hadapannya yang masih berembun terlihat segar dan harum.
Elise kembali melirik jam dindingnya. Pukul enam tiga puluh. Sudah setengah tujuh dia memicing ke pintu rumahnya, menunggu Arsen. Kenapa tidak juga terdengar bel pintu, apakah tidak terdengar dari tempatnya berdiri haruskah dia berdiri lebih dekat dengan pintu supaya terdengar suara bel ketika Arsen menekannya? Atau apa laki-laki itu masih tidur? Pikir Elise.
Elise mendesah, lalu buru-buru menghabiskan sisa cokelat hangatnya, melompat dari tempat duduknya menaruh coklat di atas meja makan lalu melangkah menuju pintu. Elise baru saja akan meraih gagang pintu ketika pintunya di ketuk dari luar. Dia kaget hingga harus melompat selangkah ke belakang "Aish. Orang ini mengagetkan ku saja." Gerutunya lalu segera membukakan pintu. Saat itu juga dia melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi tegap berisi dengan setelan sweater abu-abu kehitaman yang di padukan dengan celana jins hitam dengan potongan rambut yang sedikit basah dan di biarkan acak-acakan, dia berdiri di depan pintu rumahnya dan tersenyum manis pada Elise. Elise pun terpesona. Dia selalu terpesona pada Arsen. Sejak pertama kali mereka bertemu bertahun-tahun lalu.
"Selamat pagi, Elise.." sapanya lembut.
Elise tidak menjawab perhatiannya masih tidak beralih dari wajah sosok tampan di depannya, dia begitu terpesona dengan ketampanan wajah Arsen.
"Selamat pagi, Elise.." ulang Arsen lagi kali ini dengan mengibas-ngibaskan kelima jarinya di depan wajah Elise. Dan itu sukses membuat Elise tersadar dari lamunannya.
"Ah, eh.. ya.. selamat pagi.. Arsen.." balasnya terbata dan saat itu pula Elise merutuki dirinya sendiri yang bisa bersikap aneh seperti tadi. Memalukan sekali.
"Bagaimana kau sudah siap?"
Elise mengangguk "Tunggu sebentar!" Elise kembali masuk ke dalam, lalu lalu beberapa detik kemudian dia sudah kembali dengan menggunakan jaket lepis warna hitam dengan sehelai syal merah yang melingkari leher jenjangnya. Biar bagaimana pun udara di luar masih terasa dingin. Satu buah tas santai yang sudah di selempangkan ke sisi kanan tubuhnya dan tentu saja dengan satu buah keranjang yang penuh dengan makanan dan sedikit obat-obatan yang sejak tadi pagi sudah di siapkannya "Ayo berangkat.." serunya penuh semangat.
****
"Indah sekali.." ucap Elise takjub dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Hamparan laut luas dengan langit cerah warna biru,seakan menjadi cermin seperti mereka berada di tengah-tengah lautan dengan pasir putih. Pohon pinus berdiri kokoh menjulang berjejer berpuluh-puluh batang membuatnya terasa semakin sejuk di tambah hembusan angin benar-benar menyegarkan mata. Sungguh Elise merasa bagaikan berada di surga, di atas hamparan pasir putih beralaskan karpet hijau di kelilingi oleh pohon pinus yang tingggi dan rimbun, serta pemandangan laut yang biru di padu dengan langit cerah tanpa awan di langit, benar-benar indah.
Hari libur menjadi waktu untuk berlibur, terlihat beberapa keluarga juga sama seperti mereka sedang membentang karpet di atas pasir putih bersiap untuk piknik sambil menikmati laut biru dengan pasir putih. Ada juga yang datang berpasanga-pasangan di sekitar mereka menambah warna kebahagiaan di wajah gadis cantik itu. Arsen yang melihat senyujm bahagia Elise hanya bisa mengaguminya dalam diam, dia bahagia bisa melihat Elise sebahagia ini. Ini adalah kedua kalinya dia melihat senyum Elise yang lepas tanpa beban. Dia berharap untuk seterusnya dia akan lebih sering lagi melihat senyum mempesona gadis ini.
Elise tidak berhenti berdecak kagum dengan keindahan alam semesta ini. Benar-benar surga dunia. Seperti dirinya semua orang yang berada di lapangan luas itu tampak bahagia menikmati keindahan laut ketika ombaknya menyapa bibir pantai. Jarak perjalanan mereka ke pantai itu menempuh perjalanan selama dua jam lebih meskipun lelah tapi hasilnya memuaskan, Elise bisa saja lebih sering datang ke tempat itu tapi dia selalu tidak punya waktu dan sibuk dengan pekerjaannya. Mungkin karena itu juga kakaknya sering uring-uringan padanya karena terlalu memfokuskan diri pada pekerjaan sampai lupa untuk menyenangkan diri sendiri. Pantai memang menjadi salah satu icon di kotanya.
Andai saja masyarakat bisa menjaga lingkungan dan melestarikannya maka pemandangan ini akan terus dia jumpa kapan pun dia berkunjung ke pantai. Tapi sayang ada beberapa orang yang tidak bertanggung jawab, membuang sampah sembarangan di sekitar pantai membuat bibir pantai dan pasir putih menjadi kotor itu sangat mengganggu lingkungan. Elise menghela napas tidak henti-hentinya mengagumi keindahan sang pencipta, ini bukan yang pertama kalinya dia pergi piknik tapi, jika itu bersama Arsen maka berbeda lagi ceritanya. Namun entah kenapa kali ini dia merasa sangat menyenangkan dalam hidupnya menikmati keindahan pemandangan biru laut, apakah ini karena dia menikmatinya bersama laki-laki yang dia cintai? Atau karena dia merasa lengkap karena keberadaan Arsen di sisinya. Dua hal yang sama saja menurutnya. Tapi yang jelas dia sungguh tidak menyesal bisa pergi dengan Arsen.
"Elise.. kelihatnya kau sangat bahagia sekali.." Arsen menatap Elise lekat dan tersenyum lembut.
Elise nalas tersenyum memperlihatkan lesung pipinya "Bagaimana aku tidak bahagia, kau bisa lihat sendiri, sejauh mata memandang hamparan biru laut sangat memanjakan mata, indah sekali. Bahkan seandainya bisa aku ingin melihat semua ini setiap hari.."
Arsen semakin tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi oleh kebagaiaan yang di rasakan gadis di depannya menular kepadanya. Dia merenggangkan tubuhnya lalu meluruskan kakinya di atas karpet hijau yang menjadi alas duduk mereka di atas pasir. "Ngomong-ngomong apa kau sudah pernah pergi ke pulau itu, jika sedang airnya sedang surut kau bisa berjalan pergi ke sana." Tanya Arsen membuat gadis itu menatapnya antusias "Banyak yang bilang pemandangan di sana lebih bagus.."