"Gue denger, kelas kita kedatangan murid baru." tutur Trian yang duduk di bangkunya, kaki kirinya di tumpu kaki kanan.
Padahal Arkan yang mengetahui duluan sebelum Trian, cowok itu memang tidak pernah ketinggalan gosip terhangat.
"Cewek or cowok?" timpal Milano di depannya.
Trian berpikir, bibirnya nyamping. "Cewek."
"Oh." Galen tak peduli, lagipula mau perempuan atau laki-laki 'pun apa urusannya.
"Kira-kira...lebih cantik dari Nayla ga, ya?" Trian membayangkan, kepalanya keburu di toyor oleh Milano sang teman.
"Awas aja lo nyakitin sepupu gue." ancamnya.
Trian menyengir, dia mengelus kepalanya. "Ye maaf, gue ga akan pindah ke lain hati. Sepupu lo udah buat gue jatuh hati." ujarnya.
Milano mendesis, dia menatap malas. Trian mata keranjang, semua perempuan di kelasnya hampir terbuai oleh gombalannya.
"Gue mau jodohin sama Galen kalo itu cewek bening."
Arkan menoleh. Kepalanya dengan sigap bergerak tanpa di intruksi, padahal dia sudah mulai lupa. Tapi, kenapa hatinya tak rela.
"Kok gue si!" hardik Galen tak terima.
Milano menyembur, "Lo di kasih yang bening kaga mau?"
Galen menampik. "Buat apa modal bening doang kalo hati ga bening juga?"
Arkan tertegun, hatinya mencolos. Ucapan Galen barusan membuatnya ingat dengan seseorang yang pernah di kenalnya. Dia pergi, Arkan di tinggal sendiri. Begitu kesepian dan terpuruk di tinggalkan oleh orang tersayang, juga kekecewaan yang terbayang.
"Arkan. Lo ngelamun, ya?"
Cowok itu sedikit melongo, "Eum..engga kok, gue 'kan lagi dengerin kalian ngomong." ucapnya.
"By the way, Freya belum masuk juga." ujar Milano, dia melirik jam tangannya. "Sepuluh menit lagi masuk, loh."
Arkan tersenyum tipis, "Biasa. Paling ada kuman yang halangin jalannya."
Semuanya terkekeh, sudah menjadi kebiasaan Freya terlambat juga selain dia yang sering di keluarkan dari kelas.
Bel masuk terdengar nyaring, semua murid-murid yang masih berkeliaran di luar memasuki masing-masing kelasnya.
Bu Rini masuk dengan perempuan yang di maksud murid baru oleh Trian, cewek itu tersenyum manis. Senyuman yang tidak pernah berbuah sedikitpun.
"Pagi anak-anak, kalian sudah mengetahui kelas ini akan kedatangan murid pindahan dari belgia." tutur Bu Rini, dia menoleh pada murid barunya. "Silahkan kenalkan diri kamu."
Cewek itu masih mengulas senyuman, dia mengangguk. "Halo semuanya. Sebenernya aku asli indo si, tapi Papa asli Belgia. Bisa di bilang kalau aku...blasteran."
Arkan menatap jijik, cewek itu ingin introgasi atau pamer tentang keluarganya.
"Blasteran, man." cowok di kelas itu riuh, semuanya saling berbisik.
"Pantes cantik, blasteran toh." pujian yang terdengar...ejekkan. Cewek-cewek disana tak suka, kesannya seperti siswi itu mempunyai segalanya.
"Nama aku," cewek itu menatap Arkan, atensinya terkunci oleh cowok yang juga sedang menatapnya datar. "Celesse slania farahilde, semoga kita bisa menjadi teman yang baik."
Senyuman itu membuat cowok di kelas mabuk kepayang, murid yang baru saja mengenalkan diri itu begitu manis sehingga mampu memikat semua kaum adam, kecuali Arkan.
"Sorry, Bu. Telat."
Cowok–cowok berdecak sebal, Freya sudah menganggu suasana.
Freya yang tidak tahu apa-apa melirik teman-temannya, meminta penjelasan kenapa semuanya tidak suka Freya datang.
"Freya, kamu darimana?" Bu Rini bertanya.
Freya berjalan mendekat gurunya yang sedang berdiri. "Ibu melihat Bu Jena? Atau guru itu tidak masuk sekolah?" Freya dengan lantang bertanya, semua teman kelasnya juga sudah terbiasa, jadi tidak heran lagi.
"Untuk apa kamu tanya, Bu Jena?" Ibu guru itu mengalihkan.
Freya menatap ke atas, tangannya terlipat di depan perut, cewek itu berbisik. "Rendy akan masukin sesuatu ke mobil Bu Jena soalnya."
Guru itu tersenyum miring, "Rendy, atau kamu yang lakukan."
Bibir bawah Freya ke depan, dia cemberut merajuk. "Tak percayeu tak apeu." Badannya berbalik melangkah ke bangku yang di duduki Arkan, mereka satu meja, satu bangku yang berdampingan.
Dua sejoli yang tidak terpisahkan.
Itu julukan untuk mereka dari satu sekolahannya.
Celesse yang melihat itu mengepalkan tangannya, dia tidak suka. Siapapun itu dia tidak akan pernah terima.
***
"Arkan."
Tangan cowok itu di cekal seakan tidak ingin terlepas dan pergi meninggalkannya untuk kedua kali. Celesse tidak ingin Arkan pergi darinya, dia sangat merindukan sosoknya.
"Aku bela-belain datang ke indonesia untuk kamu, Arkan."
Cowok itu bergeming, dia diam di tempatnya tanpa menjawab ucapan Celesse.
"Maafin aku." ucapannya terdengar lirih, cewek itu terisak dalam diam.
Arkan menghebuskan napas kasar, dia tidak bisa melihat perempuan menangis. Tapi, cewek itu sudah membuatnya kecewa. Arkan mana mungkin tak enak hati.
Celesse menangis, walau tidak sampai meraung, tapi itu membuat pertahanan Arkan runtuh. Cowok itu berbalik berhadapan dengan Celesse.
"Arkan, aku mohon..jangan diemin aku kayak gini." Celesse menatap sendu ke dalam manik Arkan, dia menggenggam kedua tangan Arkan. "Aku kangen banget sama kamu."
Freya berada disana dengan jarak kira-kira seratus meter dari dua orang di depannya. Dia mendengar karena mereka berdua berada di lorong yang sepi. Freya belum mengetahui soal Celesse, dia tidak sempat atau tidak penting juga berkenalan dengan siswi baru di kelasnya itu, karena memang tidak penting untuk Freya.
Tapi, saat cewek itu menjelaskan maksud tujuannya pindah ke sekolahannya karena dia merindukan seseorang, yaitu Arkan, teman dekatnya. Freya baru mengerti. Arkan mempunyai orang yang pernah di sayangnya, walaupun Arkan tidak pernah bercerita tentang cewek yang sekarang ada di depan Arkan, tapi Freya paham. Mungkin melupakan orang yang di sayang tapi di buat kecewa adalah hal yang harus di lakukan. Untuk apa bertahan memikirkan jika salah satunya melupakan.
>>>>
Trian tertawa hingga perutnya merasa tersiksa.
"Trian, kali ini tawa lo keterlaluan!" Guntur mulai memberanikan diri, dia akan menjadi Guntur yang dulu ceria.
Milano menggebrak meja hingga tangganya merasa perih, dua cowok ini memang selera humornya terlalu anjlok.
"Lagian kok bisa, si. Gue hampir aja keselek ludah sendiri tau ga!" gerutu Trian yang tawanya mereda.
Milano mengangguk, "Galen sempet-sempetnya liat si Fani nyemplung ke got, si? untung aja itu got kaga kotor-kotor amat."
Galen tertawa mengingat kejadian kemarin yang selalu membuatnya menahan tawa. "Gue juga ga sengaja, tapi orang itu mau tanggung jawab si, heran dah..itu pengendara motornya lagian pacaran mulu ampe ga liat jalan ada orang atau engga."
"Tapi si Fani kasian si, diakan cewek kalem gitu..pendiem. Pasti di maafin aja itu orang kaga minta tebusan abis serempet dia." tutur Trian.
Galen menggedik, "Ga tahu soal itu, soalnya gue udah ketawa sambil gas motor lagi."
"Harusnya lo tolongin." Freya ikut berkomentar.
Galen menggaruk kepala belakangnya, "Gue bukannya ga mau bantu, Ya. Fani mukanya serem banget serius."
Semua tertawa lagi, menghebohkan kantin kembali setelah dua hari kemarin ada perselisihan yang tidak begitu jelas bagi Trian, Milano, Galen dan Arkan.
Karena Freya dan Guntur masih sama-sama bungkam.