webnovel

Chapter 20 Your Favor

Ketika 10 menit terakhir penjagaan Caise akan selesai, tiba-tiba ada pelanggan masuk.

Ia langsung menyambut dengan sangat baik. "Selamat datang." Tapi ia terdiam ketika kalimat penyambutannya selesai, itu karena yang datang adalah Noah.

"Oh, Caise?" Noah menatap. Alasan Noah masuk ke kafe itu sangat terlihat, karena dia membawa pacarnya, Inei.

"Ah, halo... Mas Noah... Hehe.... (Aku baru saja berpikir soal dia hari ini dan kebutuhan sekali kami benar-benar bertemu...)" Caise menatap canggung.

"Aku baru tahu kau ada di sini, Caise."

"Noah, siapa dia?" Inei menatap.

"Ini pacar atasanku," kata Noah. Seketika Inei terkejut melihat wajah Caise.

"(Um.... Apakah selera atasannya Noah memang begitu? Wajah gadis ini bisa dibilang sangat imut... Tapi bukankah di luar sana banyak wanita yang sama seperti aku? Hm... Mungkin itu memang selera terbaik untuk menyukai seseorang, aku menghargai itu.) Salam kenal, aku Inei," Inei mengulurkan tangan ke Caise.

"Caise." Caise menerimanya.

"Kamu sangat imut," tatap Inei dengan senyumnya yang membuat Caise berwajah merah.

"Te... Terima kasih. Ngomong-ngomong, apa Mas Noah memang suka ke sini? Ke kafe kucing?" Caise menatap.

Seketika wajah Noah terdiam dingin. "Aku hanya menuruti kemauannya," dia menatap Inei.

"Hehe, kucing sangat lucu, bukan?" tatap Inei. Tapi suasana yang hening membuat Inei terkaku. "Um... Apakah tidak wajar wanita kantoran seperti ku suka kucing...." gumam nya dengan bingung.

"Ah, ngomong ngomong Caise... Bisa bicara sebentar?" tatap Noah.

"Tentu," Caise mengangguk.

Tak lama kemudian, ia bicara dengan Noah di meja kasir sementara Inei tampak asik sendiri mengelus kucing kucing yang kelihatan malas itu.

"Kau masih menjalin hubungan dengan Leo, kan?" Noah menatap.

"Um... Mungkin Mas Noah menyebutnya begitu juga bisa," Caise mengangguk dengan wajah yang merah.

"Haha... Kau mungkin harus tahu ini dari Leo sendiri, Caise. Aku tidak bermaksud membocorkan sifat 'harimau'-nya, tapi... apa kau tahu kenapa namanya Leo?" Noah menatap.

"Eh... Um... Kupikir itu hanyalah julukan semata karena tidak mungkin orang tuanya memberikan nama itu?"

"Haha, itu benar sekali. (Aku tidak menyangka gadis ini dapat berpikir begitu.) Nama 'Leo' adalah salah satu nama yang mewakili ketidaksukaannya pada orang tuanya. Dia benci keluarganya, tapi dia juga menyayangi keluarganya. Itu karena keluarganya bermarga," kata Noah. Seketika Caise terkejut.

"Kita tinggal di Jepang, dan pastinya ada yang namanya kediaman yang disebut kediaman yakuza.... Kau mengerti itu, kan? Leo berasal dari salah satu kediaman yang sangat berpengaruh pada kediaman lainnya, dengan istilah kediaman ini termasuk dalam kategori ilegal dan legal... Tapi jangan khawatir, Leo bukan bagian dari mereka. Dia mengakuinya sendiri. Jika dia tidak suka kediamannya, dia lebih memilih menjadi gelandangan di kota tanpa membawa nama marga apa pun. Itulah dia... Dia bekerja keras membangun dirinya sendiri hingga sampai saat ini. Dia masuk ke Fakultas Hukum juga karena usahanya sendiri. Kita sepihak tidak bisa menganggap dia hanya seseorang yang bisa memukul atau mengarahkan auman pada orang lain, tapi otaknya dalam memahami sudut pandang. Dia yang paling jago..." kata Noah.

Caise terdiam mendengar itu. "Apa Mas Noah mencoba memberitahuku soal sifat Mas Leo yang bekerja keras?"

"Yah, bukan hanya itu. Aku juga akan memberitahumu sikap Leo yang lain, sikap yang dia tunjukkan ketika tidak bersamamu," tatap Noah. Caise semakin menatap serius karena dia benar-benar ingin tahu.

"Ingat, Caise, setelah aku memberitahu ini, kau tak boleh membenci Leo. Dia dulu pernah menjalin hubungan dengan seseorang juga, tapi sikap mereka sama-sama keras dan pihak lain yang memutuskan Leo. Karena itulah, jangan buat dia kecewa akan hubungannya, karena dia benci jika harus mengakhiri hubungan yang sudah tahu sikapnya," kata Noah.

"Um.... Siapa itu, siapa wanita yang pernah menjalin hubungan dengan nya?" Caise menatap ragu tapi ia juga penasaran.

Tapi Noah hanya tersenyum tipis. "Akan ku beritahu kapan kapan... (Kecuali jika kau tahu sendiri.)"

"Um... Baiklah... Aku berjanji tidak akan membencinya... Karena aku yakin dia baik, benar, bukan?" Caise menatap.

"Haha, aku suka ekspektasimu. Sebenarnya itu sangat berkebalikan dengan ekspektasimu karena dia—

Belum selesai berbicara, ada yang membuka pintu, dan Caise yang menghadap ke pintu menjadi terkejut. Noah yang melihat ekspresi Caise menoleh ke belakang, dan ia juga berwajah terkejut karena yang datang itu adalah Leo.

"Caise~" dia melambai menyapa.

"Le... Leo...!" Noah terkejut melihat wajah ramah Leo yang menghadap ke Caise.

"Mas Leo..." Caise juga terkejut Leo datang.

"Jadi di sini tempatmu bekerja. Baiklah, ayo pulang," tatap Leo.

"Ma... Mas Leo... Datang untuk menjemputku?"

"Ya, mau apa lagi? Ayo," Leo masih di depan pintu. Ia tiba-tiba melirik ke Noah yang terkejut dengan auranya yang berubah.

"(Sialan... Dia menggunakan aura berbeda dalam satu tempat.)"

"Ba... Baiklah... Mas Noah, akan ada staf yang datang, jadi aku pulang dulu," tatap Caise masih panik karena tadi dia takut jika Leo mendengar pembicaraannya dengan Noah. Untungnya, Noah belum bicara soal sikap buruk Leo pada Caise.

"Ya, hati-hati," Noah mengangguk dengan wajah masih tak percaya.

Tak lama kemudian, terlihat Caise dan Leo ada di mobil.

"Caise," Leo menatap membuat Caise menoleh.

Lalu Leo memberikan kotak makan siang Caise padanya, membuat Caise bingung, tapi ia tersenyum senang. "Mas Leo memakannya?" Caise menatap.

"Ah soal itu... Yah, aku memakannya," balas Leo, tapi dia berbohong karena makanannya tadi sudah dibuang di tempat sampah hanya gara-gara wanita pelacur yang sudah mati itu.

"Ah bagus, bagaimana pendapatmu?" Caise menatap dengan manis menunggu jawaban Leo.

"(Meskipun aku hanya makan sesuap, tapi rasanya sangat enak, dan aku ingin makan lagi.... Aku belum makan dari tadi karena mengurus mayat wanita itu...) Ha... Aku sangat ingin lagi," kata Leo.

Caise yang mendengar itu menjadi tersenyum kecil dan langsung memegang tangan Leo yang sedang mengemudi, membuat Leo menatap padanya dengan agak bingung.

"Mas Leo, jika ingin lagi, tinggal bilang. Aku akan memasak malam ini, jadi menetap di tempatku ya?" Caise menatap.

Leo yang mendengar itu tentu saja senang karena ditawari dari Caise. "Ya, aku sangat mau...." dia langsung mengangguk cepat.

"(Aku benar-benar senang jika Mas Leo menikmati makanan yang aku buat. Aku akan membuat yang lebih enak kali ini. Aku tahu masakan yang telah aku latih selama beberapa tahun ini akan membuahkan hasil, termasuk pujian dari Mas Leo... Aku benar-benar senang mendengarnya.)" Caise berwajah merah dengan senyum-senyum sendiri.

Leo yang melihat itu lalu memegang tangan Caise. Hal itu membuat Caise terkejut dan menoleh padanya. "Mas Leo?"

"Apa ekspresi senang itu hanya untukku, Caise?" tatap Leo, membuat Caise semakin berwajah merah.

Sesampainya di apartemen Caise, dia memakai apron dan melihat Leo yang duduk di sofa ruang tamu, menatap ponselnya. Dia benar-benar sangat santai.

Caise tersenyum, lalu kembali memasak. Ketika dia sedang memasak, Leo mendapatkan notifikasi di ponselnya dari Noah.

Itu adalah sebuah pesan masuk. == Leo, jika kau tidak ingin hubunganmu terasa jauh dengan Caise, buatlah suasana menjadi sangat hangat ==

Dari pesan itu, Leo terdiam. Ia lalu menurunkan ponselnya dan melihat Caise yang ada di dapur, membelakanginya.

Kucing-kucing Caise yang ada di dekatnya menatap Leo. "Meong."

Leo hanya terdiam menatap mereka juga, lalu dia berdiri dan perlahan berjalan mendekati Caise dari belakang.

Caise, yang sedang menatap kompor, tiba-tiba merasakan sesuatu memeluk perutnya.

Kedua tangan besar memeluknya, dan napas hangat terasa di lehernya dari belakang.

"Mas Leo?" dia menoleh, dan rupanya benar itu adalah Leo yang memeluknya dari belakang.

"Ha... Caise... Sekarang kau tampak seperti istri idaman sekali, memasakkan makan malam untukku," tatap Leo.

Seketika Caise memerah, karena hal itu dia membuat Leo terdiam. "Ehem... Tidak baik melakukan itu saat aku sedang memasak... Itu bisa membuatku hilang fokus."

"Haha, baiklah, kalau begitu biarkan aku membantumu." Leo berjalan ke sampingnya dan mengambil pisau. Dia mulai mengiris sayuran di samping Caise.

"Mas Leo, apa Mas Leo memang bisa memotong?" Caise menatap ragu.

"Tentu, lihat ini." Leo mencoba memotong, namun di irisan pertama, dia terdiam, dan wajah Caise yang melihat ke pisau itu menjadi terkejut dan matanya terbuka lebar.

Leo menoleh ke tangannya, yang ternyata teriris. "E..." ia terdiam.

"Astaga... Lihat ini, tunggu... Aku akan mengambil kotak P3K." Caise berlari buru-buru mengambil kotak pertolongan pertama dan langsung mengobati jari Leo yang teriris.

"Caise... Seharusnya kau menghisapnya terlebih dahulu," tatap Leo.

Seketika Caise berwajah merah. "Tidak ada hisap-hisapan, hanya ada antiseptik," dia langsung mengoleskan alkohol di jari Leo, membuat Leo sedikit terkejut. "(Aku benci antiseptik.)" Wajahnya menjadi dingin.

Tak lama kemudian, Caise selesai menutup luka di jari Leo dengan sangat rapi. "Baiklah, sudah. Mas Leo, apa itu tidak sakit?" Caise bertanya.

"Saat terluka memang tidak sakit, tapi ketika terkena antiseptik, jelas sakitnya berdenyut," jawab Leo.

"(Mas Leo yang malang.) Jangan khawatir... Itu akan sembuh cepat jika diberi antiseptik," kata Caise.

"Kurasa ini sembuh lebih cepat bukan karena itu, tapi karena diobati oleh Caise," lirik Leo, membuat Caise kembali berwajah merah. "Akhh, berhenti membuatku memerah. Lebih baik Mas Leo duduk di sofa saja, biarkan aku memasak," Caise mendorong Leo.

Dia kembali memasak, tapi di telenan tadi ada bekas darah Leo. Dia lalu mengelapnya, namun terkejut sejenak. "(Kenapa? Untuk sesaat, aku merasa warna darah itu sama seperti darah di layar ponselku... Mungkin hanya perasaanku.)" Ia menggeleng dan melanjutkan memasak.

Setelah selesai, dia menyajikannya di meja depan sofa.

"Wah wah, Caise... Apakah ini tidak terlalu banyak? Dan kenapa kita makan di sini, bukan di meja dapur?" tanya Leo bingung.

"Tak apa, aku lebih suka jika makan di sini, lesehan," balas Caise. Dia lalu memberikan sumpit pada Leo. "Silakan dimakan, ini pertama kalinya kita makan bersama, dan juga untukku, makan bersama orang luar dengan masakanku sendiri."

"Haha, orang luar? Sudah jelas aku pacarmu," tatap Leo, membuat Caise kembali memerah dan langsung makan.