"Wah begitu ya. Jurusan psikologi juga bagus jadi tak masalah jika aku masuk ke jurusan itu, bukan? dan biar ketemu sama kamu tiap hari, membantu mu," ucap Julian yang membuat Floryn tertawa kecil.
"Kau lucu deh, Xavier. Oh ya ngomong-ngomong, semalam kan aku janji akan mengabulkan permintaan mu karena sudah mengerjakan tugas matematika berarti sekarang kau mau apa? biar ku belikan," ujar Floryn yang membuat Julian terdiam sejenak lalu menggelengkan kepala nya.
"Tidak perlu, kau cukup setia bersamaku saja sudah cukup," kata Julian yang membuat kedua pipi Floryn merona.
"Bicaramu seperti seorang pasangan bukan sahabat. Kau selalu membuatku canggung akhir-akhir ini!" tutur Floryn, Julian tersenyum tipis. Ketika mereka berdua baru saja selesai mengobrol, Evelyn datang dan duduk di hadapan keduanya yang tentu saja membuat mereka terkejut.
"Bu Evelyn? apa yang anda lakukan?" tanya Floryn dengan serius.
"Tidak apa-apa, saya hanya ingin makan bersama kalian berdua. Memangnya tidak boleh ya?" ucap Evelyn dengan santai.
"Bu-bukan begitu, Bu. Masalah nya tadi kan Xavier...." belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Evelyn menghentikan nya.
"Tidak perlu, memang yang benar adalah Xavier. Seharusnya pihak sekolahan tidak memaksakan Xavier! saya baru menyadari nya sekarang bahwa perkataan yang Xavier lontarkan itu benar," tegas Evelyn yang membuat Floryn terdiam. Sedangkan Julian tidak terlalu memperdulikan nya.
Evelyn menatap kearah Julian yang sedari tadi diam saja. Ia menghela nafas lalu melepas kacamata hitam nya dan berbicara.
"Xavier, ada yang ingin ibu bicarakan sepulang sekolah nanti. Kamu bisa kan menemui ibu? ini penting," ucap Evelyn. Julian terdiam, sekilas ia melirik kearah Floryn. Julian ingat bahwa dirinya janji menemani Floryn latihan piano sepulang sekolah.
"Maaf Bu sebelumnya, tetapi saya sudah janji bahwa sepulang sekolah nanti, saya mau menemani Floryn berlatih piano," jawab Julian yang membuat Evelyn diam terpaku. Melihat sang guru yang tiba-tiba saja terdiam, tentu Floryn bertindak.
"Hmm kalau misalnya ibu pengen bicara penting dengan Xavier sepulang sekolah nanti, tidak apa-apa. Aku latihan piano sendiri aja, Xavier! paling nanti ada satu atau dua kakak kelas di ruang latihan," ujar Floryn namun Julian menolak.
"Tetapi aku kan sudah janji dengan mu lebih dulu, Floryn!" singkat Julian sembari memegangi kedua tangan Floryn.
"Hmm Xavier, Floryn. Kalian tidak boleh pacaran di sekolah ya!" tegas Evelyn yang membuat Floryn menarik tangan nya lalu menyembunyikan nya di bawah meja. Julian terdiam lalu menatap kearah Evelyn yang kembali memakai kacamata hitam nya.
"Memang nya apa yang ingin ibu bicarakan? tidak bisakah kita bicara sekarang?" ketus Julian yang sedikit kesal. Evelyn menggelengkan kepala nya.
"Sayangnya tidak bisa karena membutuhkan waktu yang cukup lama bicara nya! dan ini cukup penting. Berhubung juga dengan nyawa Floryn," singkat Evelyn yang membuat Julian diam terpaku begitupun juga dengan Floryn yang tercengang mendengar pernyataan tersebut.
"Lho memangnya ada apa dengan saya, Bu? kenapa berhubungan dengan nyawa saya juga? kalau begitu, seharusnya ibu obrolkan hal ini juga pada saya!" cakap Floryn yang keheranan.
"Saat ini, saya tidak bisa menjelaskan nya kepada mu. Tetapi jika Xavier tau masalah yang sebenarnya, kau akan baik-baik saja! seratus persen baik-baik saja," ucap Evelyn secara dingin.
"Hmm baiklah kalau begitu, sepulang sekolah nanti saya akan menemui ibu. Floryn, maaf sebelumnya karena aku tidak bisa menepati janjiku padamu," ujar Julian sembari menundukkan kepala namun Floryn tidak mempermasalahkan nya.
"Ya sudah tidak apa-apa kok, Xavier. Kau tidak perlu merasa bersalah begini! lagipula kau kan sebenarnya tidak ikut ekskul piano, jadi seharusnya aku tak menyuruhmu untuk menemani ku latihan. Justru aku merepotkan mu kalau kau sampai menemaniku nanti," kata Floryn yang menundukkan kepala nya.
Melihat situasi seperti itu, membuat Evelyn langsung menegur mereka berdua.
"Sudah saya bilang bahwa hubungan kalian hanya diperbolehkan sebatas sahabat. Jika lebih, pacaran di luar sekolah jangan di dalam sekolah!" ketus Evelyn yang membuat Julian dan Floryn menatap nya.
"Ibu iri dengan kami ya?" tanya Julian dengan polos yang membuat Evelyn menatap nya dengan tatapan sinis.
"Apa kau bilang? aku iri padamu, hah?" Evelyn berusaha menahan emosi nya. Ia tetap bersikap dingin dan tidak banyak bicara walau sebenarnya malas dan kesal.
Di dimensi lainnya...
Dylan memperhatikan Julian, Floryn dan Evelyn yang sedang bicara bertiga. Dirinya pun tertawa menyadari Evelyn yang kesal tetapi berusaha mengontrol amarah nya.
"Astaga dia benar-benar lucu ya. Aku yakin sih, lama-kelamaan juga sikap nya yang dingin dan pendiam akan berubah jadi galak dan bawel. Karena setelah ini, Evelyn akan bersama Julian menyelesaikan masalah," ucap Dylan sambil tertawa.
Kembali lagi di sisi Julian...
Saat Evelyn baru saja selesai bicara, tiba-tiba saja ponsel Julian berdering. Julian merogoh saku celana nya lalu mengangkat telepon yang berasal dari Calton.
"Hmm halo guru, ada apa?" tanya Julian yang membuat Floryn dan Evelyn langsung diam mendengarkan.
"Halo Julian, apakah kau sedang santai nak?" tanya balik Colton.
"Iya, guru. Saya sedang beristirahat sekarang di sekolah," singkat Julian yang sekilas menatap kearah Floryn dan Evelyn yang berusaha menguping.
"Ohh begitu ya. Hmm nak Julian, bisakah sepulang sekolah nanti kau datang ke rumahku dan menemani Briella memburu iblis? akhir-akhir ini iblis memutuskan untuk bersembunyi karena takut bertemu dengan kalian. Aku tak tega membiarkan Briella memburu iblis sendirian takut dirinya dikeroyok oleh iblis kan kasihan. Kalau ada kamu, setidaknya dua lawan iblis yang jumlah nya lebih dari sepuluh juga bisa," ucap Colton yang membuat Julian terkejut mendengar nya.
"Ah saya tidak salah dengar kan?" tanya Julian yang tak menyangka bahwa dia akan berada di situasi seperti ini.
"Tentu saja! mana mungkin saya bercanda. Briella juga setuju bahwa kau akan membantunya memburu iblis! justru dia amat senang karena pekerjaan nya jauh lebih ringan dari sebelumnya," jelas Colton. Julian menghela nafas lalu mengiyakan perkataan Colton.
"Baiklah, guru. Saya usahakan sepulang sekolah nanti kesana," singkat Julian. Tak lama setelah nya, Colton mematikan telepon nya dan Julian kembali menyimpan ponsel nya di saku celana.
"Siapa yang telepon?" tanya Floryn.
"Kau memiliki guru? guru apa? dia mengajarkan mu di bidang apa?" tanya Evelyn dengan dingin.
"Ah dia guru lesku sejak kecil. Dan aku harus menemuinya sepulang sekolah nanti juga," jawab Julian yang membuat kedua nya terdiam.
"Hmm setahuku, kau tidak memiliki guru les sejak kecil deh? bukannya kau selalu berusaha sendiri selama ini? dan bukankah kau lupa ingatan ya?" tanya Floryn yang curiga.