Selamat membaca^^
***
Sudah satu minggu berlalu sejak pria pemborong perhiasan meninggalkan kotaknya di toko Bangsawan Arya. Arunika juga sudah ditemani oleh sang ayah satu minggu lamanya untuk menjaga toko.
Gadis itu meminta Yasawirya untuk menemani, semisal pria itu lewat pasar lagi, Arunika akan menitipkan toko pada ayahnya dan mengejar pemborong perhiasan tersebut.
Kini, Arunika duduk melamun menjaga kotak-kotak kayu milik keluarganya. Selama satu minggu ini, dia terus memikirkan pria pemborong perhiasan itu.
Apa sih motifnya sampai meninggalkan perhiasan yang begitu mahal setelah membayarnya?
Dia melirik Yasawirya yang mengerjakan dokumen pekerjaan secara dadakan. Salah satu bawahannya memberikan itu pada Yasawirya di pasar, tepat saat matahari muncul. Katanya ada laporan yang wajib diselesaikan hari itu juga dan berakhir dengan sang ayah menjaga toko seraya mengerjakan dokumen.
Netra Arunika melebar saat melihat pria pemborong perhiasan itu lewat di ujung pasar sana.
"Ayah, tolong jaga tokonya. Pria itu sudah datang!" pekik Arunika seraya mengambil kotak perhiasan milik pria tersebut, lalu berlari mengejar pria itu. Arunika takut jika pria itu akan menghilang lagi.
Tidakkah pria itu menyadari kalau dia telah meninggalkan harta yang berharga dan sangat mahal?
"Hei, tunggu!" Arunika memeluk kotak tersebut sambil berlari. Dia sedikit kerepotan karena gaunnya yang menjuntai panjang. Oleh karenanya, dia juga harus berhati-hati agar tidak terjatuh.
"Hei, Tuan!" Arunika memanggil lagi dengan sedikit berteriak, tapi pria itu tidak kunjung menoleh karena bukan namanya yang dipanggil.
"Pria pemborong perhiasan!" Akhirnya, Arunika memanggil dengan nama julukan yang diberikannya untuk pria itu.
Dan ternyata cara Arunika efektif. Pria yang memakai baju berwarna putih tulang itu berbalik, lalu memasang raut terkejut.
Arunika mengatur napas saat berdiri di depan pria itu. Dia langsung menyerahkan kotak kayu pada pria yang seminggu lalu memborong perhiasan di tokonya.
"Ini apa?" tanya Gasendra dengan mengerutkan keningnya. Dia merasa bingung dengan perlakuan wanita itu, kenapa memanggil tiba-tiba memberikan sebuah kotak?
Oh, bukannya ini kotak perhiasan yang waktu itu? batin Gasendra seraya menatap kotak yang diulurkan Arunika.
Merasa sedikit tak sabar karena pria di hadapannya tak kunjung mengambil kotak, Arunika segera menarik tangan kanan Gasendra, lalu diserahkan kotak tersebut dengan paksa.
"Kenapa anda meninggalkan kotak itu? Apakah anda tau selama seminggu ini saya menunggu untuk mengembalikannya pada anda? Kenapa langsung pergi begitu saja?" Arunika memberi banyak pertanyaan tanpa mengambil napas sekalipun.
Sementara Gasendra yang ditodong pertanyaan pun terpaku sebentar, kemudian menelan salivanya.
"Ah, bukannya sudah jelas?" ujar Gasendra menyampaikan maksud tersiratnya.
Arunika memiringkan kepalanya seraya menatap pria tersebut.
"Jelas apa?"
Masa perhiasan itu untukku? batin Arunika bertanya-tanya.
Melihat wanita di hadapannya yang terdiam kebingungan. Gasendra tersenyum simpul, lalu mengulurkan tangan untuk berjabat.
"Tidak usah dipikirkan. Aku Gasendra, dan kau?" Dia tersenyum pada wanita yang menatap uluran tangannya.
Senyum Gasendra lebih mengembang saat tangannya disambut baik dengan wanita itu. Ah, dia sudah bilang kan kalau wanita di hadapannya ini adalah wanita yang baik?
"Saya Arunika," jawab Arunika dengan ramah.
Muda-mudi itu saling menatap satu sama lain dengan tangan yang masih berjabat.
Arunika mengangguk-anggukan kepala seraya tersenyum canggung karena tangannya yang tak kunjung dilepas oleh Gasendra.
"Ekhem!" Terdengar suara dehaman keras dari pria tua yang muncul di tengah jabatan mereka. Pria yang tak lain dan tak bukan adalah ayah Arunika itu melepaskan tangan putrinya dengan paksa.
"A–ayah? Kenapa menyusul? La–lalu siapa yang menjaga tokonya?" tanya Arunika dengan sedikit gugup.
Gasendra mengerutkan alisnya, lalu beralih menatap pria tua yang kini sudah mengamankan anak gadisnya.
Dia ayah wanita ini? tanya Gasendra dalam hati.
"Ayah titipkan ke orang lain. Kau lebih penting dari perhiasan itu," kata Yasawirya dengan tegas.
Pria itu menatap lamat-lamat pada Gasendra dari ujung rambut sampai ujung kaki, seolah-olah mengamati penampilan pria licik yang dengan kurang ajarnya merayu Putri Bangsawan Arya.
"Jadi kau yang menggoda anakku?" tanya Yasawirya menatap tajam pada pria yang lebih tinggi darinya. "Berani-beraninya kau menggoda anakku. Apakah kau tahu siapa anakku dan apa status sosialnya?"
Gasendra tersenyum di dalam hati. Ah, dia mendapat perlakuan seperti ini. Baiklah, baiklah, pria itu akan mengikuti alurnya.
Yasawirya menarik pundak putrinya, lalu berkata, "Anakku ini putri satu-satunya Bangsawan Arya. Jadi, jangan menggoda dia!" peringat Yasawirya dengan tegas.
Sementara Arunika hanya menatap tajam pada ayahnya. Dia kehabisan kata-kata, karena Yasawirya yang tidak pernah mengungkit-ungkit status bangsawan, tiba-tiba mengungkit itu di depan pria yang baru saja dikenalnya.
"Ayah," panggil Arunika lirih.
"Ah, mohon maaf, Paman. Saya baru tau kalau anak paman ini adalah Bangsawan Arya yang sangat terkenal di Urdapalay," ujar Gasendra yang sedang mengikuti alur permainan ini.
Omong-omong Gasendra cukup kaget saat mengetahui status bangsawan ayah dan anak di depannya. Memang saat di Urdapalay, dia sering mendengar kabar berseliweran tentang baiknya Bangsawan Arya.
Yasawirya menatap dingin pada pria itu. "Kalau sudah tau, jangan dekat-dekat dengan anakku!"
Gasendra tersenyum kecil menanggapinya. Dia menunduk sebentar, lalu mengeluarkan kartu as-nya.
"Apa kalian mengenal Pangeran Gasendra?" tanyanya dengan sedikit menunduk, "Jika kalian tau, yang berdiri di depan kalian itu adalah dia."
Gasendra memundurkan kepalanya, lalu tersenyum puas menatap keterkejutan ayah dan anak itu.
"Apa?!"
———
Guys, nikmati aja dulu alur ceritanya. Kita bahas asal-usul bapak dan mamak Chandra dulu, sebelum dia lahir ehehehe
Nah, see you soon