webnovel

The Closer

Setelah kepulangannya dari rumah sakit, Maya Diandra merasakan ada sesuatu yang salah telah terjadi di sekitarnya. Tidak sekali dua kali ia merasakan tatapan menusuk yang selalu mengawasi setiap gerak-geriknya. Awalnya ia hanya menganggap itu lelucon. Namun, siapa sangka jika dari hari ke hari tidak hanya tatapan yang menusuk ia dapat, tapi juga teror yang semakin menggila dan mulai membahayakan nyawanya. Apa yang harus dilakukan Maya? Mampukah ia bertahan menghadapi teror dari orang yang bahkan sama sekali tidak dikenalnya?

Winart12 · 现代言情
分數不夠
5 Chs

Kotak Hitam Misterius

Maya berusaha mengendalikan segala prasangka buruknya, ia berusaha berpikir positif, mungkin saja itu hanya salah satu ulah temannya yang iseng mengerjainya untuk merayakan kepulangannya dari rumah sakit.

Maya dengan perlahan-lahan membuka kembali pintunya, ia melihat sekeliling, suasana kompleks perumahannya terbilang cukup sepi, mengingat hari masih siang dan matahari bersinar sangat terik, Maya memberanikan dirinya untuk meraih kembali kotak berwarna hitam itu.

Ia mengambil foto dirinya yang berlumuran darah, ada bekas coretan spidol berwarna hitam di wajahnya, seakan menunjukkan berapa banyak kebencian yang dimiliki si pengirim pada Maya.

Maya mengambil kotak itu, ia membolak-balik kotaknya untuk mencari petunjuk siapa pengirimnya, tapi lagi-lagi ia tidak menemukan apa-apa, kotak itu hanya berwarna hitam polos.

"Ini pasti hanya lelucon," ucap Maya, ia melempar kotak itu ke bak sampah beserta foto yang ada di dalamnya.

"Hei, kau seharusnya tidak diluar."

Suara seseorang mengagetkan Maya, ia menoleh dan menemukan sosok laki-laki tinggi tengah memegang kantung plastik, laki-laki itu tersenyum.

Dia adalah laki-laki yang ada dalam foto album tadi, mungkinkah dia benar-benar kekasihnya?

Wajah Maya memerah, ia tersipu hanya karena melihat senyuman laki-laki tinggi itu.

"Kamu?"

Laki-laki itu tertawa kecil, ia mendekat dan mengusak kasar rambut Maya. "Aku pikir Nora berbohong, tapi ternyata benar. Ken, Kendrick Easton, sahabatmu."

Ken memilik tubuh yang tinggi, ia jauh lebih tampan daripad di foto, penampilannya terkesan badboy dengan tindikan di telinga kanannya, ditambah lagi ia sekarang mengenakan pakaian serba hitam.

'Sahabat? Bukan kekasih?'

Maya menatap Ken dengan bingung, ada rasa kecewa terselip di hatinya saat itu juga, dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ia yang berpikir terlalu berlebihan? Mereka benar-benar bukan kekasih? Tapi kenapa di foto itu terlalu mesra?

Pikiran Maya kembali dipenuhi berbagai prasangka buruk. Apa dulu ia termasuk dalam gadis-gadis murah yang menempel ke banyak laki-laki?

Maya menghela napas berat, merasa beban berat di bahunya semakin bertumpuk seiring dengan ingatannya yang masih belum pulih.

"Ayo masuk, diluar terlalu panas," ajak Ken ketika melihat Maya tidak juga beranjak dari tempatnya, ia dengan pelan mendorong gadis itu masuk ke dalam rumah.

Maya diajak duduk di sofa ruang tamu, Ken meletakkan bawaannya, dan tanpa basa-basi berjalan ke dapur mengambil piring.

Gerakan laki-laki itu sangat lihai, ia tidak canggung sama sekali dengan seluk beluk rumah, seolah Ken sudah sering bolak-balik di rumah ini.

'Benar juga, dia sahabatku,' batin Maya sambil meringis.

"Nah." Ken membawa piring dan meletakkannya di atas meja, ia membawa beberapa buah kue. "Cobalah, ini enak."

"Oke."

Maya menyeka tangannya dengan tisu, ia memegang sendok dan mencicipi kue tersebut, sensasi manis dan lembut langsung menyebar dalam mulutnya.

"Bagaimana? Enak kan? Ini varian terbaru dari kue yang biasa kau beli."

'Kue yang biasa aku beli?'

Maya mengangguk sambil tersenyum malu, pipinya memerah. Ken tidak seburuk penampilannya yang badboy, ia ternyata cukup perhatian.

"Bisakah kau ceritakan apa yang terjadi padaku, Ken? Aku benar-benar penasaran mengapa aku tidak sadar selama tiga bulan di rumah sakit." Maya menegakkan tubuhnya, ia menatap Ken dengan penuh harap.

Ken menarik napas panjang, ia terlihat bingung sesaat. "Tidak usah buru-buru mengingatnya. Kau mengalami kecelakaan beruntun, itu saja yang aku katakan dulu."

Maya menyusutkan tubuhnya di sofa, Ken sama sekali tidak berniat memberinya penjelasan lebih lanjut.

Maya benar-benar tidak mengingat apa yang telah terjadi, gadis itu hendak bertanya lagi, namun urung ketika melihat wajah Ken yang terlihat acuh.

Maya menghabiskan kuenya dalam diam, Ken memainkan ponselnya, sejenak dua orang dalam ruangan itu tidak berbicara apa-apa.

Maya menatap ponsel yang ada di tangan Ken, sejak ia bangun ia sama sekali tdiak menemukan keberadaan ponselnya, apakah hancur karena kecelakaan?

"Kau harus istirahat," ucap Ken lagi ketika merasa mereka berdua terjebak dalam keheningan yang panjang. Laki-laki itu berdiri dan memegang tangan Maya.

Maya dengan langkah pelan dituntun oleh Ken ke tempat tidur, ia menyuruhnya berbaring.

"Kalau kau ingin sesuatu katakan saja, aku ada di ruang tengah."

Maya mengangguk tanpa daya, kepalanya masih pusing, itu mungkin karena ia terlalu keras mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya.

Ken keluar dari kamarnya tidak lama kemudian, samar-samar Maya mendengar suara televisi dan air yang mendidih di atas kompor, suara denting sendok dan gelas pun ikut terdengar, mungkin laki-laki itu sedang membuat kopi atau sejenisnya.

Maya harus meminta Nora menjelaskan apa yang terjadi padanya nanti, ia tidak bisa terjebak dalam kebingungan panjang seperti ini. Gadis itu berbalik, meringkuk di ranjangnya, ia memejamkan matanya, mencoba berisitirahat seperti yang telah dikatakan oleh Ken tadi.

Maya tidak tahu berapa lama ia tertidur, ketika ia membuka matanya, langit diluar sudah gelap, lampu kamarnya sudah menyala dengan terang, tidak ada lagi suara televisi, dengan pelan Maya memeriksa ke ruang tengah, ia tidak menemukan Ken di sana, sepertinya laki-laki itu sudah pulang.

Matanya tanpa sengaja melihat kotak hitam yang telah dibuangnya tergeletak di atas televisi. Maya menahan napasnya, ini benar-benar tidak lucu.

Apa ini perbuatan Ken? Mengapa dia melakukan ini? Tapi melihat sikapnya tadi, Maya merasa ini sama sekali bukan perbuatan Ken.

Maya membuka kotaknya dan ia sama sekali tidak terkejut menemukan foto dirinya yang berlumuran darah, ia mendengkus dengan jijik. Ketika ia ingin membuangnya lagi ke bak sampah, Nora datang sambil menenteng sekantung plastik sayuran segar.

"May, hari ini aku akan memasakkan sesuatu yang lezat untukmu," ucap Nora dengan riang, ia melihat kotak yang sudah dilemparkan Maya ke bak sampah.

Mereka berdua saling bertatapan, Nora dengan tatapan ingin tahu dan Maya merasa jengkel karena kotak hitam itu.

"Seseorang mengirimkan ini padaku, apa kau tahu sesuatu? Isinya benar-benar mengerikan." Maya menatap sahabatnya itu, Nora menelan ludah lalu tersenyum kaku ketika melihat isi dari kotak hitam itu.

"Itu hal biasa untukmu, May." Nora melangkah menuju meja dapur dan mengeluarkan satu persatu bawaannya, Maya mengikuti sahabatnya itu dengan raut wajah penuh tanda tanya.

"Hal biasa?"

"Kau sangat populer di sekolah dulu, bisa dibilang kau bintang sekolah, tidak heran ada satu-dua gadis yang iri dan mencoba menakut-nakutimu."

Maya mengerutkan keningnya, ia merasa kata 'bintang sekolah' itu terasa aneh didengar, gadis itu mendudukkan dirinya di kursi meja makan dengan linglung.

"Sudahlah," kata Nora sambil menepuk bahu Maya. "Hal tidak penting seperti itu tidak usah dipikirkan, yang lebih penting sekarang adalah pemulihan kesehatanmu."

Maya menganggukkan kepalanya, ia diam-diam membenarkan ucapan Nora, pemulihan kesehatannya jauh lebih penting daripada memikirkan kotak hitam misterius yang tidak berharga ini.