"Filo, kau hadapi Motoyasu, dan..."
Saat pertempuran dimulai, aku memberi Filo perintah.
Motoyasu bilang dia gak akan menahan diri—meski melawan wanita. Matanya dipenuhi kebencian. Dia menyiapkan tombaknya.
"Aku, putri selanjutnya, adalah sumber dari segala kekuatan. Biarkan seluruh alam semesta mendengar kata-kataku dan patuhilah. Hujankan api pada musuh! Zweite Fire Squall!"
Saat perapalan sombong Lonte itu selesai, hujan api sihir berasal dari langit muncul.
"Naofumi! Filo!"
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan! Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Hentikan hujan yang menghujani mereka! Anti-Zweite Fire Squall!"
Melty menghentikan upaya menghancurkan Lightning Cage agar dia bisa merapal mantra gangguan pada hujan api itu.
Tapi dia gak bisa sepenuhnya menetralisir efek mantra milik Lonte itu, dan api terus menghujani kami.
Seluruh area terbakar. Itu tampak seperti lautan api. Beruntungnya, cuma sebatas di barisan depan saja yang terkena efeknya, jadi cuma aku dan Filo saja yang kena.
"Itu benar. Aku gak akan membiarkanmu menendang Tuan Motoyasu kali ini."
Lonte itu berlari menyerang kami sekarang, merapal mantra tanpa ragu-ragu.
Tapi Melty juga handal dalam sihir.
Tetap saja, level Lonte itu lebih tinggi.
"Filo! Apa kau baik-baik saja?!"
"Ya! Aku gak apa-apa!"
Filo gak menerima damage yang signifikan dari api itu.
Adapun untukku... Sebelumnya aku baik-baik saja saat para wizard kerajaan memutuskan untuk menyerangku dengan api. Jadi kali ini juga gak masalah buatku.
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Berikan hujan berkah! Zweite Squall!"
Melty memanggil hujan lebat untuk melindungi dirinya dan Raphtalia.
"Ha! Tuan Motoyasu, kau cuma perlu fokus pada Iblis Perisai itu! Aku akan mengurus burung ini dengan sihirku!"
Si Lonte dan para cewek lain di party Motoyasu mulai merapal mantra.
"Aku maju duluan!"
Filo masa bodo dengan perapalan itu. Dia menyerbu kearah Motoyasu.
"Tunggu, Filo!"
Dia gak boleh lari sembarangan kayak gitu—kami gak tau apa yang menunggu kami!
"Wing Tackle!"
Sebuah bola angin besar muncul dan terbang ke arah Filo yang masih berlari kearah Motoyasu.
"Hoh!"
Dengan sebuah kepulan asap, Filo berubah wujud menjadi manusia sambil berlari. Dalam sekejap dia memakai sarung tangan dan berlari untuk mencakar Motoyasu.
"Ugh...."
Motoyasu memutar tombaknya vertikal dan memblokir serangan Filo.
Sekarang aku paham. Fitoria mengajari Filo bagaimana bertarung dalam wujud manusia, dan Fiko menggunakan itu untuk menghindari serangan!
"Rasakan iniiiiiiiiiiiiiii!"
Cakar Filo menebas Motoyasu dengan cepat. Itu seperti cakar-cakaran. Agility Filo yang tinggi membuat serangannya begitu cepat hingga sulit ikuti. Memang dia sudah sangat cepat, tapi trik yang diajarkan Fitoria pada dia telah menunjukkan efek yang jelas. Dia lebih kuat.
"Maaf, Filo!"
Motoyasu menyiapkan tombaknya dan mengeluarkan sebuah skill pada Filo.
"Shooting Star Spear!"
Aku gak akan membiarkan dia melukai Filo semudah itu! Aku melompat ke tengah diantara dia dan Filo dan memblokir serangan itu dengan perisaiku.
Tombak milik Motoyasu mulai bersinar terang, dan membentuk sebuah tombak cahaya. Dia melemparkannya pada kami.
Tombak energi itu terpecah dan meluncur dari atas.
"Ugh?!"
Aku menggunakan bagian terkeras dari perisaiku untuk memblokir serangan itu.
Dampak dari serangan itu sangat kuat. Aku merasakannya melalui perisaiku.
Tulang-tulangku berderak. Aku seperti bisa mendengarnya. Apa dia menggunakan serangan terkuatnya? Apa yang dia mau?
Yah, kalau ini adalah pertarungan yang sebenarnya, kurasa nggak ada alasan bagi dia untuk menahan diri.
"Lu suka itu? Gue masih punya lagi! Chaos Spear! Rising Dragon Spear!"
Motoyasu mengeluarkan skill secara terus-menerus. Chimera Viper Shield punyaku bahkan gak punya kesempatan untuk melakukan serangan balik Snake Fang-nya.
Sialan! Dia begitu percaya diri! Level miliknya pasti sangat tinggi.
"Myne! Semuanya!"
"Aku tau! Zweite Fire!"
"Zweite Air Shot!"
"Api dan angin—dan gabungan skill punyaku. Skill kombo! Air Strike Burst Flare Lance!"
"Ugh!"
Setiap tempat di tubuhku yang gak ditutupi perisaiku kesakitan.
Aku bahkan gak mau berpikir tentang apa yang akan terjadi kalau Barbarian Armor punyaku gak memiliki resistensi api dan angin. Apa aku selamat karena perlindungan Fitoria?
Aku gak mau melihatnya ataupun menerimanya... tapi aku gak bisa mengabaikan darah yang merembes melalui celah armorku.
Aku butuh sihir pemulihan... Tapi Motoyasu gak akan memberiku waktu untuk menggunakannya.
"Shield Prison!"
Sebuah kurungan perisai muncul disekitar Motoyasu.
"Windmill!"
Motoyasu memutar tombaknya dengan sangat cepat. Perisai-perisai yang membentuk kurungan semuanya terlempar.
Sialan... Kekuatan serangannya jelas-jelas sudah melampaui kemampuanku untuk bertahan dari serangannya.
Waktu cool down untuk skill-skill miliknya sudah habis, dan dia mulai mengeluarkan skill-skill satu persatu pada kami lagi.
Mustahil memenangkan pertarungan ini kalau kami cuma bertahan saja sepanjang waktu.
"Master!"
Filo menyilangkan tangannya dan berlari kearah Motoyasu.
"Jangan mengganggu!"
Motoyasu memutar tombaknya dan menyerang Filo menggunakan gagangnya.
Tapi sebelum serangannya kena, aku berhasil merapal mantra.
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Lindungi dia! First Guard!"
Terdengar suara dentuman, dan tampaknya sihir yang ku keluarkan tepat waktu. Gagang tombak Motoyasu terpantul dari Filo sebelum bisa mengenai Filo.
Beruntungnya kami mengetahuinya dalam pertarungan melawan Fitoria bahwa pakaian manusia milik Filo memiliki tingkat pertahanan yang tinggi.
Dikombinasikan dengan mantra pertahananku, defense milik Filo menjadi sangat tinggi.
"Sialan!"
"Aku gak akan kalah!"
Dalam keadaan yang sangat waspada, Filo mengayunkan cakarnya pada Motoyasu disaat dia tengah memperbaiki posturnya.
"Sial! Aku gak akan membiarkan kau menyentuhku!"
Motoyasu menghindari serangan Filo. Dia bergerak untuk menyerang balik, tapi Filo sudah melompat mundur dan merapal sebuah mantra.
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Serang dia dengan tornado ganas! Zweite Tornado!"
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan—biarkan seluruh alam semesta mendengar kata-kataku dan patuhilah! Hilangkan tornado itu!"
"Kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Hilangkan tornado itu!"
"Anti-Zweite Tornado!"
Karena sihir gangguan dari mereka bertiga, tornado milik Filo menjadi tak lebih dari angin sepoi-sepoi.
Filo mulai berkonsentrasi lebih keras lagi. Aku memegang lengan Motoyasu agar dia gak bisa bergerak.
"Lepasin gue!"
"Jangan harap! Filo!"
"Baik! Haikuikku!"
Filo menjadi kabur, bergerak dengan sangat cepat. Dia tiba-tiba berada di belakang Motoyasu. Aku masih memegang dia.
"Ugh..."
Terdengar suara cabikan, dan cakar Filo mencabik-cabik dia lagi dan lagi.
"Jangan harap itu udah cukup buat ngalahin gue!"
Motoyasu membebaskan diri dari peganganku dan memutar tombaknya, menyiapkannya. Dia menusuk lurus kearah mataku.
Dia cepat. Aku memiringkan kepalaku tepat sebelum ujung tombak itu mengenaiku.
"Ha!"
"Wahhh!"
Seorang prajurit terjebak di dalam kurungan bersama kami, dan Raphtalia mengalahkan dia.
Para prajurit mencoba menyerang setiap kali mereka menganggap bahwa Melty dan Raphtalia telah menurunkan kewaspadaan mereka. Mereka selalu salah. Mereka berdua tidaklah sebodoh itu. Mereka berdua sudag pasti bisa melindungi diri mereka sendiri... Tapi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya?
Apa yang harus kami lakukan? Kalau kami bisa mengalahkan Motoyasu, kami akan punya peluang untuk melarikan diri. Tentu saja kami masih harus menghadapi Lonte dan yang lainnya.
Semuanya tampak buruk. Ini hanya masalah mana yang akan habis duluan, pertahananku atau sihir milik Lonte itu.
"Huh?!"
Lonte dan teman-temannya meminum air sihir untuk mengisi sihir mereka yang telah berkurang.
Ini buruk. Apa itu artinya aku harus bertahan sampai mereka kehabisan ramuan sihir?!
"Hebat juga lu, Naofumi. Apa gini cara lu membunuh Ren sama Itsuki?!"
"Udah gue bilang gue gak ngelakuin itu! Dengerin gue!"
Motoyasu menggunakan skill-skill begitu cepat hingga dia terengah-engah. Tetap saja, aku mulai menerima banyak damage!
Aku merasakan darah yang keluar dari tubuhku.
"Selain itu, gue nggak jadi kuat karena alasan alasan-alasan yang lu pikirin. Gue ngalamin saat-saat yang susah! Gue gak kayak elu, tuan 'gue tau segala sesuatu tentang dunia'. Gue gak coba untuk jadi badass!"
Sejak aku dipanggil ke dunia ini, aku menghabiskan begitu banyak waktu untuk mencoba begitu banyak hal yang berbeda, melawan begitu banyak monster yang berbeda.
Aku terang-terangan kalau mengenai metode yang mungkin membuatku lebih kuat. Aku berusaha membuka perisai dan kemampuan sebanyak mungkin. Tapi... tapi pada akhirnya... Apa pengguna perisai betul-betul gak punya peluang?
"Bodoh!"
"Apa?"
Motoyasu mengalihkan perhatiannya. Lonte itu meneriakkan nama Motoyasu. Aku mengikuti tatapannya dan melihat apa yang dia tatap.
Pedang sihir menembus bahu salah satu anggota partynya.
Woi—itu akan membuatnya lebih sulit bagi mereka untuk menahan bombardir sihir.
Raphtalia juga memperhatikan. Menyadari bahwa kami berada dalam masalah, dia meninggalkan posisinya dibelakang dan datang untuk membantu kami.
Adapun untuk Melty... dia masih berusaha menghancurkan Lightning Cage. Setiap kali seorang perajurit mendekat, dia menggunakan sebuah mantra untuk menghempaskan prajurit itu.
Tapi masih saja ada prajurit yang berusaha mendekat.
"Putri! Awas!"
"Mel!"
"Ugh!"
Melihat bahwa Melty hampir dikepung, Filo segera berubah ke wujud Filolial Queen-nya dan bergegas membantu. Dia melemparkan para prajurit seolah mereka adalah mainan. Dia gak menggunakan Haikuikku, tapi gerakan dia tetap sangat cepat. Itu berkat pertarungan melawan Fitoria.
"Tuan Naofumi! Berhentilah memperhatikan Filo—kamu membuat dirimu sangat rentan terhadap serangan!"
"Sial!"
Lonte itu sangat marah karena dia kehilangan seorang anggota party. Dia menghunus pedangnya dan mengayunkannya pada Raphtalia.
"Kita sudah pernah bersilangan pedang sebelumnya. Kau gak bisa mengalahkan aku!"
Hantaman pedang mereka sangat keras dan tajam. Tapi Raphtalia menepis semua serangan Lonte itu.
Ya—itu bagus. Aku hanya berharap bahwa Melty bisa menemukan cara untuk menghancurkan kurungan ini.
"Myne! Sial!"
Motoyasu berputar untuk berlari kearah Lonte, tapi aku menghentikan dia.
"Motoyasu, dengerin gue. Segala yang terjadi adalah karena konspirasi yang dibuat oleh Lonte, si putri, dan Church of Three Heroes. Kami gak membunuh Ren atau Itsuki!"
"Gue gak percaya sama elu! Minggir!"
Aku mencobanya lagi dan lagi, untuk meyakinkan dia. Tapi Motoyasu gak mau dengar. Ini bukanlah loyalitas. Ini adalah kepercayaan buta! Dia terlalu keras kepala untuk mendengarkan.
Apa yang harus kami lakukan? Aku gak bisa menyerang, dan kalau Filo mulai menyerang, maka gak akan ada yang melindungi Melty. Sudah pasti, dia akan datang kalau aku memanggil dia...
"Tuan Naofumi!"
Raphtalia memanggil aku. Ekornya mengembang. Dia punya sesuatu yang betul-betul ingin dia sampaikan padaku.
Itu dia—Motoyasu barusan sudah menunjukan caranya padaku.
Motoyasu memperhatikan Myne. Aku melewati dia dan menyelaraskan nafasku dengan nafas Raphtalia.
"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Sembunyikan kami! First Hiding!"
Aku berkonsentrasi dan berfokus pada Raphtalia, dan saat dia merapal mantranya, sebuah nama skill baru muncul di bidang pandangku.
Jadi begitu cara kerjanya...
"Hiding Shield! Change Shield!"
"Apa yang kau lakukan pada Myne? Paralyze Spear!"
Motoyasu mengeluarkan sebuah skill pada Raphtalia. Tapi...
"Apa?!"
Sebuah perisai muncul didepan Raphtalia. Ya, itu adalah skill kombo kami.
Hiding Shield. Itu adalah sebuah skill yang menghasilkan sebuah perisai sihir tak terlihat. Aku menggunakan Change Shield untuk mengubahnya menjadi sebuah perisai yang memiliki efek serangan balik.
Aku memutuskan untuk menggunakan Soul Eater Shield yang memiliki efek serangan balik memakan jiwa.
"Ugh!"
Soul Eater Shield menggigit Motoyasu, berubah menjadi sebuah bola sihir dan terbang kearahku.
"Itu mencuri SPku!"
Aku memang menginginkan efek itu. Efek pemakan jiwa mencuri SP miliknya.
Aku gak tau berapa banyak SP yang dimiliki Motoyasu, tapi ini seharusnya bisa membuatnya sedikit lebih mudah buat kami.
"Jangan remehkan Tuan Naofumi."
Kata Raphtalia sebelum menghilang menggunakan Hide Mirage dan bergerak menjauh tanpa terlihat.
"Dimana dia?!"
"Tuan Motoyasu! Serahkan dia padaku!"
Lonte itu berusaha membatalkan sihir Raphtalia, tapi Raphtalia sudah jauh.
"Jangan harap semudah itu!"
Motoyasu merendahkan tombaknya dan menyerbu kearahku layaknya seekor babi hutan.
"Rasakan ini!"
Motoyasu melihat bahwa aku lega karena Raphtalia lolos. Dia mengeluarkan sebuah skill kearahku. Dari cara dia bergerak, aku mengasumsikan itu adalah Shooting Star Spear.
Armor baruku yang telah ditingkatkan membuat pandanganku lebih baik... tapi bisakah aku melakukannya? Aku mengulurkan tangan... dan memegang gagang dari tombak yang bersinar itu.
"Idiot! Apa lu barusan memegang Shooting Star Spear punya gue?!"
"Elu yang idiot, pake skill yang sama lagi dan lagi! Gue bisa baca setiap gerakan lu, bego!"
Efek serangan balik Chimera Viper Shield, Snake Bite (medium), diaktifkan dan menggigit Motoyasu.
"Ugh... Tubuh gue..."
Akhirnya, dia keracunan.
Motoyasu melakukan gerakan yang rumit dan entah gimana menghasilkan penawar racun dari tombaknya.
Gimana caranya dia melakukannya?
"Gak akan gue biarin!"
"Ha! Coba aja hentikan gue!"
Aku mendekat pada dia dan mencoba merebut obat itu, tapi aku terlambat. Dia sudah meminumnya saat aku mencoba mencari tau darimana obat itu berasal.
"Heh... Jangan harap racun itu bisa jadi masalah besar buat gue."
Baiklah, tapi gimana caranya aku mendapatkan penawar racun dari tombak itu? Aku sama sekali gak paham.
"Racun gak mempan? Apa itu yang lu katakan? Sayang sekali gue harus bilang kalo gue udah melihatnya berhasil berkali-kali."
Filo menyerang begitu cepat hingga Motoyasu kesulitan menjawab.
"Serius nih, tenanglah dan dengerin gue! Kami gak ngelakuin apa-apa sama Ren dan Itsuki! Harus berapa kali gue bilang sama elu kalau itu semua adalah konspirasi—dan wanita yang ada dibelakang elu adalah dalangnya!"
"Kenapa juga gue harus dengerin elu? Gue percaya pada temen-temen gue!"
Teman? Kurasa yang dia maksudkan adalah "wanita".
Meski begitu—aku berusaha. Bisa dikatakan aku memang menepati janjiku pada Fitoria.
Dan aku gak mencoba menggunakan Shield of Rage.
"Baiklah, yah, gue berusaha sabar sama elu. Gue mencoba membicarakannya. Gue gak mau ngelakuin ini."
Aku mengangkat perisaiku. Kalau aku gak mencoba melakukan sesuatu, situasinya akan semakin memburuk.
Kalau Melty gak bisa menghancurkan kurungan itu, maka pasukan pendukung akan terus bermunculan sampai mereka mengepung kami. Kalau kami nggak kabur sebelum itu terjadi, itu sama artinya dengan akhir dari kami.
"Jangan lupa Filo!"
Memanggil Raphtalia untuk meminta dukungan dia.
"Menilai dari gimana kau menyerang, kau pasti sadar."
"Ugh...."
"Melty."
"Apa?"
"Apa kau paham?"
"....Ya."
Aku cuma punya satu ide.
Aku akan menggunakan sihir milik Raphtalia untuk membuat sebuah perisai tak terlihat, dan aku akan memasangnya dimana Motoyasu bergerak. Perisai itu harus punya efek serangan balik, dan Filo serta Melty akan menggabungkan sihir mereka untuk melukai dia.
Kalau kami terus menggunakan sihir, mereka akan mengganggu dan menghentikannya. Tapi akankah mereka bisa menghentikan ini?
"Teman-teman lu pengguna sihir api dan angin. Gue yakin elu menyadari kalo gak satupun sihir itu yang efektif terhadap gue, kan?"
Aku gak yakin apakah yang perlu disyukuri, tapi kayaknya perlindungan Fitoria memberi kami kesempatan melawan Motoyasu.
"Dan tentunya elu menyadari kalo gue masih punya kartu as yang belum gue pake?"
Motoyasu sudah melihat Shield of Rage sebelumnya.
Dia mengalami kesulitan melawannya—dan dia tau aku belum menggunakan perisai itu.
Jadi apa yang akan terjadi kalau aku menggunakan Shield of Rage sekarang?
Yah, Filo akan menggila... tapi itu bukanlah masalah besar.
"Masih belom!"
Motoyasu dengan cepat mengacungkan tombaknya padaku.
"Air Strike Javelin!"
Tombak itu meluncur kearahku.
"Ya, benar!"
Aku menangkapnya. Ada dentuman logam saat tombak itu menyentuh jari-jariku, dan aku merasakan sedikit rasa sakit.
Aku memegang tombak itu, tapi saat aku merenggangkan peganganku, tombak itu terbang kembali ke tangan Motoyasu.
"Mel."
"Baik. Filo, selaraskan dengan aku!"
"Oke!"
Melty menyelaraskan nafas mereka dan mulai merapal sebuah mantra.
"Kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kata kami dan patuhilah...."
"Combo Magic?!"
Lonte dan teman-temannya pucat.
Apa itu? Tunggu... aku membaca tentang itu di buku sihir. Beberapa sihir yang sangat kuat membutuhkan kerja sama dari wizard atau witch lain.
Kombo sihir adalah salah satu dari tipe-tipe itu.
Setidaknya itu membutuhkan dia yang, tapi mereka bisa menggabungkan kekuatan mereka untuk membuat mantra-mantra yang lebih rumit.
Tingkatan diatas kombo sihir disebut sihir upacara. Sepertinya itu adalah sebuah sihir berskala sangat besar yang digunakan dalam perang. Itu sangat kuat... atau begitulah yang kudengar.
"Hancurkan mereka dengan sebuah badai yang ganas! Typhoon!"
Melty dan Filo menggerakkan tangan mereka bersama-sama, dan sebuah tornado kecil muncul dari titik pertemuan tangan mereka. Tornado itu memang kecil, tapi tampak sangat kuat, dan dipenuhi hujan dan es. Tornado itu meluncur kearah Motoyasu dan partynya.
Mereka nggak akan bisa menghentikannya. Mereka harus menahannya.
"Sial! Aku akan melindungi kalian!"
Motoyasu bergegas berdiri didepan anggota partynya. Dia memegang tombaknya secara horisontal dan menerima tornado itu secara langsung.
"Arghhhhhhh!"
Dia nggak bisa menahan kekuatannya, dan dia terlempar berputar-putar ke udara.
Tapi kemudian tornado itu menghilang. Mungkin sihir milik Filo dan Melty gak cukup kuat untuk membuatnya bertahan lama.
Motoyasu jatuh dengan keras, tapi kemudian dia kembali berdiri.
"G..Gue gak boleh kalah. Gak boleh kalah dari elu... Kalo gue kalah, maka Putri Melty, Raphtalia... Filo... mereka semua akan jadi milik elu."
Berpikir dia betul-betul mempercayai keadilannya, bertarung sampai seperti ini, membuatku merasa seperti dia memiliki suatu kualitas yang mungkin betul-betul terpuji.
Tapi, woi.... gimana bisa aku yang jadi orang jahatnya?
Motoyasu tidaklah segitu bodohnya sampai menganggap aku adalah bos level menengah dalam game kecil miliknya, kan?
Itu membuatku jengkel kalau berpikir tentang itu. Dia pikir dia itu siapa?
"Gue akan menyelamatkan mereka. Demi Ren dan Itsuki!"
"Dasar maniak perempuan.... Sungguh menyedihkan melihat lu kayak gini."
Kenapa dia gak mau mempercayai aku? Bukankah itu merupakan penjelasan yang lebih mudah daripada semua pencucian otak ini?
Kalau saja dia mendedikasikan tekad yang teguh itu pada sesuatu yang lebih penting..... Sayang sekali.
"Ugh...."
Kami gak bisa melakukan serangan akhir. Teman-temannya berdiri menghadang.
Tapi karena dia bertarung sampai segitunya dan gak menyerah meski dia sudah diambang tumbang... kurasa dia betul-betul merupakan seorang pahlawan dalam hal itu.
Tapi dia gak boleh cuma mempercayai dirinya sendiri secara buta dan terus bersikeras pada keadilan versi pribadinya sendiri.
"Menyerahlah. Lu gak bisa ngalahin kami. Yang kami mau cuman lu dengerin gue."
Kami ada di persimpangan jalan. Aku harus menemukan cara untuk membuat dia mau mendengar, atau ini adalah akhir dari semuanya.
....Kecuali kami bisa kabur.
"Melty, aku menghargai bantuanmu dalam pertarungan. Tapi kembalilah fokus dalam menghancurkan kurungan itu."
"Aku sudah melakukannya dari tadi!"
"Tuan Motoyasu! Kalau kita tidak mengalahkan Iblis Perisai sekarang, dia akan kabur! Kita harus mengalahkan mereka sekarang, atau kita tidak akan mendapatkan kesempatan lain untuk menyelamatkan Melty!"
"Aku tau itu!"
Kurasa Motoyasu dan anggota partynya gak tau kalau semua adalah sebuah konspirasi. Mereka betul-betul ingin membunuh Melty.
Itu menyedihkan. Musuh yang sebenarnya berdiri tepat disamping dia, dan dia gak tau itu.
Tapi Lonte itu gak kenal kata nyerah.
Aku menoleh pada Raphtalia dan dia mengangguk.
Aku ingin dia menggunakan Hide Mirage untuk menghilang dan membungkam Lonte itu.
Dia masih punya pedang sihir. Kalau dia bisa menggunakannya untuk menjatuhkan Lonte itu, kami mungkin masih punya kesempatan untuk melarikan diri.
Tapi aku gak bisa berpura-pura bahwa aku puas dengan itu. Sebagian dari diriku menginginkan dia mati.
Tetap saja, kalau aku ingin membersihkan namaku, aku gak boleh membunuh orang.
Kalau aku ingin mengurus Lonte itu, aku harus memastikan bahwa Sampah itu sudah ditangani terlebih dahulu.
Kalau aku gak melakukannya, aku gak lebih baik dari Sampah itu.
Tapi kalau aku ingin menyingkirkan seseorang yang menghalangi aku—aku harus mengorbankan mereka.
Apa itu benar? Tidak! Aku harus membuktikan ketidakbersalahanku!
"Aku belum kalah... Belum!"
Aku gak bisa menyebutnya kalau itu semacam kamikaze, tapi Motoyasu berlari kearahku sambil mengacungkan tombaknya.
"Filo!"
"Oke!"
Serangan berikutnya akan mengakhiri semuanya... Atau begitulah yang kukira. Sebelum mereka bisa saling menyerang, seluruh area dipenuhi dengan suara aneh.
Aku melihat sekeliling dan mendapati semua prajurit yang berdiri disekitar telah menghilang. Sesuatu sedang terjadi, tapi apa?
Aku mendengar tepukan berirama.... seperti seseorang sedang... bertepuk tangan?
"Ah... Seperti yang kuharapkan dari sang Tombak. Kau telah menunjukkan tekad yang menakjubkan. Terimakasih atas upayamu."
Seluruh area dipenuhi dengan hawa kehadiran yang begitu kuat yang mana rasanya hampir mencekik... Tapi apa itu?
***