"Hei, kenapa kamu diam saja? Sini duduk di sini! Kita makan bareng-bareng saja! Ini sudah malam, nggak boleh makan banyak-banyak. Atau kamu ambil garpu lagi, deh!" titah Farisha.
Tidak yang seperti dalam pikirannya, malam ini Usman tidak tahu, apakah itu rezeki atau sebuah malapetaka? Tidak terbayang oleh pemuda dari desa yang hidupnya bergantung dengan pekerjaannya di swalayan. Bukan tidak mungkin kalau Farisha sudah membuka hati untuk dirinya. Tapi dirinya merasa tidak pantas untuk mendapatkan itu semua. Ia bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa. Tapi yang pasti, pikirannya sendiri mengatakan, untuk tidak menolak kesempatan itu. Maka hanya perlu menurut saja, tanpa membantah.
Setelah memutuskan, Usman mengangguk dan keluar dari kamar. Menuju ke lantai bawah, mengambil sendok di dapur. Dalam hati, Usman sudah tidak percaya, apakah ini mimpi atau entah apa. Tapi ini yang diidam-idamkan setiap lelaki.
在webnovel.com支援您喜歡的作者與譯者