webnovel

Binar-binar Cinta

Kantin Rumah Sakit.

"Ibu, saya ingin memesan teh hangat dan nasi geprek pedas, ya!" ujar Fatma pada ibu kantin.

"Baik, Neng!.

"Ngomong-ngomong, kok Ibu tidak pernah melihat kamu di sini?" tanya ibu kantin yang biasa di kenal dengan nama ibu Riris.

Fatma tersenyum mendengar perkataan ibu itu.

"Saya temannya dokter Syahdu, saya hanya mengantarkannya saja, kebetulan saya sedang libur" jelasnya.

Mendengar nama dokter Syahdu, nampaknya nama itu sedikit asing untuk penjaga kantin tersebut.

Mungkin saja itu adalah nama dokter atau pegawai baru di Rumah Sakit ini, batinnya.

Penjaga kantin segera memasak pesanan Fatma.

Sepotong ikan bagian paha ia marinası dengan bumbu yang terdiri dari garam, bawang putih dan sedikit penyedap rasa.

Kemudian ia pijit-pijit daging ayam secara perlahan agar bumbu yang di tambahkan meresap.

Sembari menunggu bumbu ayamnya merasuk, ibu Riris menyiapkan adonan tepung untuk bagian luar ayamnya.

Terdiri dari tepung terigu dan sedikit tepung tapioka, tak lupa sudah ia beri bumbu rahasia agar semakin mantap.

Ia mulai memasukkan ayam pada racikan adonan yang ia buat.

Ayam yang sudah terbalut dengan sempurna, kemudian di goreng dengan api sedang

Tak perlu lama-lama, akhirnya ayam geprek sudah siap.

"Silahkan, Neng! ini pesanannya" ujar ibu Riris pada Fatma.

"Makasih, Bu!" jawab Fatma.

"Ngomong-ngomong, memang biasanya di kanti Rumah Sakit ini sepi seperti ini, Bu?" Tanya Fatma keheranan. Sejak setengah jam lalu, ketika ia menginjakkan kakinya di kantin ini, tak ada satupun orang yang terlihat.

Hanya para penjual dan dirinya yang duduk.

Entahlah, apa mungkin hal itu karena sedang jam kerja?.

Mendengar pertanyaan dari Fatma, ibu penjaga kantin itu hanya tersenyum.

Ia menjelaskan pada Fatma, hal yang membuat kantin tersebut sepi adalah karena sedang hari libur, sehingga tak banyak pegawai Rumah Sakit yang masuk kerja.

Alasan kedua, karena ini adalah jam kerja, sehingga para staff dan karyawan sedang sibuk.

"Kalau begitu, boleh tidak ibu duduk sebentar bersama Fatma?" pinta Fatma.

Pikir Fatma ini adalah kesempatannya untuk mengorek banyak informasi tentang dokter Umar, seorang dokter muda dan tampan pujaan hatinya.

Barangkali ibu penjaga kantin itu punya informasi tentang dokter Umar.

"Boleh, Neng! ibu juga sedang tidak ada kerjaan, masakan semua sudah siap" tutur ibu Riris pada Fatma.

"Ibu, apa kenal dengan dokter Umar?" Tanya Fatma dengan rasa penasaran.

"Iya, Ibu kenal, Neng" jawab ibu kantin secara singkat.

Mendengar perkataan ibu penjaga kantin, Fatma merasa lega. Setidaknya hari ini, ia akan bertanya tentang makanan dan minuman favorit dari dokter tampan itu.

Atau bahkan jika ia beruntung, ia ingin bertanya lebih banyak tentang Umar.

"Apa dokter Umar sudah punya calon istri, Bu! lalu, makanan dan minuman kesukaan jika ia makan di kantin ini apa, Bu!?" cerocos Fatma tanpa jeda.

Fatma seperti menggebu-gebu, keingintahuannya sudah tak tertahankan lagi.

Cinta pada pandangan pertama itu telah merasuk dalam relung jiwanya.

Berharap cintanya kali ini tak bertepuk sebelah tangan, atau setidaknya Umar belum mempunyai calon istri, sehingga masih mempunyai kesempatan untuk mendekatinya.

Atau apabila kemungkinan terburuk seorang Umar telah memiliki tambatan hati, ia masih punya kesempatan untuk memenangkan hati Umar. Karena menurutnya, sebelum janur kuning melengkung, pantang untuknya untuk mundur.

Apabila tetap ia tak bisa mendapatkan kecintaannya itu, setidaknya ia telah berusaha.

"Kalau masalah pribadinya dokter Umar, saya kurang tau, Neng! cuma setau saya, beliau anak seorang pengusaha dan dengar-dengar sudah di jodohkan dengan seorang wanita bernama neng Fatum" jelas ibu kantin pada Fatma.

Sontak saja ia merasa kecewa dengan penjelasan ibu Riris. Namun, setidaknya mereka belum menikah, jadi ia masih mempunyai kesempatan.

Di tengah-tengah mereka mengobrol, dari arah pintu luar terlihat seorang pria masuk ke dalam kantin.

Pemuda berpakaian necis bertubuh tinggi, terlihat seperti orang asing.

Benar saja, ternyata laki-laki itu adalah William, pemuda yang bertemu dengan Syahdu tadi pagi.

"Excuse me, can i get a bottle of cola, please! kata pemuda itu pada Bu Riris. (Permisi, bisa saya minta sebotol cola).

"Neng, Ibu nggak paham, mas bule ini bilang apa?" tanya ibu penjaga kantin.

Ia yang notabene adalah tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, merasa sangat kesulitan berbicara dengan bahasa Inggris, jangan berbicara, untuk membaca saja dia kurang bisa.

"Dia bilang mau sebotol cola, Bu" jelas Fatma.

"You can sit here, she'll take a bottle of cola for you" ucap sahabat Syahdu itu pada pemuda bermata biru itu. (Kamu bisa duduk di sini, dia akan mengambil sebotol cola untukmu).

"Thank you!" jawab laki laki muda itu. (Terima kasih).

Tak sampai lima menit, sebotol cola telah terhidang di atas meja.

Pemuda itu membayar minumannya serta mengucapkan terima kasih.

Ia berlalu untuk meninggalkan kantin itu.

"Guanteng e pol ya, Neng!" kata Bu Riris. Dari tadi memang Fatma memperhatikan Bu Riris melihat pemuda itu dari atas hingga bawah. Sepertinya penjaga kantin itu mengagumi keelokan wajah pemuda tampan itu.

Memang sejujurnya Fatma tak menafikan keelokan wajah pemuda itu.

Namun, entah mengapa ia tak tertarik sedikitpun dengan pemuda tersebut.

***

"Dokter Syahdu, waktunya makan siang, mari makan siang dulu" kata Umar pada gadis muda itu.

"Dokter Umar duluan saja" jawab Syahdu.

"Bagaimana kalau kita makan bersama di kantin? biar saya yang traktir, itung-itung untuk perkenalan biar lebih akrab" tawar Umar pada dokter Syahdu.

"Rezeki tidak boleh di tolak, Dok! pamali" tambah Umar.

Syahdu tak bisa menolak ajakan dokter Umar, lagian mungkin ini adalah kesempatannya untuk mendekatkan Fatma dengan Umar, karena Fatma sedang menunggunya di kantin.

Mungkin ini adalah saatnya untuk mereka saling mengenal, pikir Syahdu.

"Baik, Dok!" jawab Syahdu.

Jam menunjukkan pukul setengah satu, sudah beberapa jam Fatma menunggu Syahdu.

Mungkin jika bukan karena keinginannya untuk bertemu dengan Umar, maka ia tak akan sabar menunggu sahabatnya.

Suasana kantin lumayan ramai, terlihat bangku yang semula kosong serta suasana yang lengang, sekarang mulai ramai di datangi oleh para pegawai dan staf rumah sakit yang ingin makan siang.

Syahdu dan Umar masuk ke kantin bersama, seorang wanita terlihat melambaikan tangan pada mereka dan berkata, "Mari duduk di sini" katanya.

Syahdu tersenyum dan menyetujui ajakan wanita tersebut, yang merupakan sahabatnya sendiri yaitu Fatma.

Betapa bahagianya Fatma ketika ia melihat Syahdu datang bersama pujaan hatinya, seorang dokter tampan, idaman hatinya.

Mungkin ini adalah rencana Syahdu untuk mendekatkan mereka, pikir Fatma.

Wajah Fatma meenjadi berbunga-bunga, matanya berbinar binar.

Tampak sekali kebahagiaan di wajahnya itu, tentu saja karena hal yang membuatnya bahagia sedang berada di hadapannya.

Syahdu yang melihat sahabatnya bahagia, ia turut berbahagia.