Seorang perempuan tengah berjalan menuju ke arah Stasiun Komunikasi Kota Krauling. Ada dua orang Petugas yang berjaga di dekat menara komunikasi yang tinggi setinggi enam puluh lima meter dan terletak di belakang sebuah gedung dari komplek Stasiun Komunikasi Kota Krauling.
Klaudia Ikonowicz memasang sepasang 'Casting Assistant Device' alias CAD berbentuk gelang pada kedua kakinya. Dia menarik pedang-nya dan mengumpulkan mana dalam jumlah banyak pada sepasang kakinya melalui CAD. Klaudia berlari dengan cepat menuju ke arah menara setinggi enam puluh lima meter tersebut.
Kedua Petugas yang menjaga menara tersebut hanya bisa terdiam tercengang melihat seorang perempuan bersenjata Pedang yang berlari dengan cepat menuju ke arah mereka. Klaudia berlari melewati mereka yang kepalanya telah berpisah dari tubuhnya setelah ditebas oleh Klaudia. Saking cepatnya tebasan edang yang dilakukan oleh Klaudia, sampai-sampai tidak ada noda darah pada pedangnya.
Klaudia menaruh sepasang bom pada kedua kaki dari keempat kaki menara komunikasi tersebut. Dia segera pergi meninggalkan menara tersebut, dan kemudian terjadi dua ledakan secara bersamaan dari arah menara tersebut. Menara tersebut rubuh dan menghancurkan bangunan kayu yang ada di depannya yang merupakan gedung dari bagian komplek Stasiun Komunikasi Kota Krauling.
Sebagai agen Sluzsba, Klaudia Ikonowicz telah menjalankan misinya dengan baik.
Klaudia mengambil ponselnya dan memfoto menara komunikasi yang telah rubuh menghantam gedung kayu di bawahnya. Dia lalu mengirim beberapa foto secara langsung ke atasannya, sebagai bukti bahwa dia telah menyelesaikan misinya.
.
.
Beberapa rudal menghantam Pangkalan Udara Greywood, dan menghancurkan seluruh pesawat tempur yang ada di seluruh hangar. Puluhan Tentara Anvilesy tewas dan sementara yang masih hidup mengalami luka-luka. Tentara Divisi Mestizo pimpinan Letnan Jenderal Ludwig Victor Napoleon Trachtenberg melancarkan serangan besar-besaran ke Kota Greywood yang merupakan Kota terbesar kedua di Anvilesy.
Sementara dari udara, pesawat-pesawat Tempur Amerika Utara, Inggris, Bavaria, dan Spanyol, melancarkan serangan besar-besaran di Kota El Coruna, yang merupakan Ibu Kota dari Anvilesy.
Raja Lancelot Tommie yang tengah bersantai sambil menikmati berbagai macam hidangan yang enak dan lezat, serta berbagai macam minuman beralkohol, begitu kaget mendengar berbagai macam suara ledakan yang terjadi di Ibu Kota. Suara ledakan tersebut, salah satunya terjadi di dekat istananya yang begitu besar dan megah.
"Suara ledakan apa ini? Apa yang terjadi?" tanya sang Raja yang terlihat kebingungan.
Seorang Tentara berjalan menghampiri sang Raja, "Lapor Yang Mulia. Aku melihat pesawat-pesawat tempur Amerika Utara, Inggris, Spanyol, dan Bavaria menjatuhkan bom-bom mereka di seluruh penjuru Ibu Kota."
"Bagaimana kau tahu itu dari mereka?" tanya sang Raja.
Sang Tentara hanya bisa diam tak bisa menjawab. Sementara sang Raja tengah diam sambil berpikir keras.
Raja Lancelot Tommie sedang memutar otaknya, sambil menggerakkan jari telunjuk kanannya tak menentu. Dia baru sadar bahwa ada kemungkinan informasi bocor, sehingga disadap oleh agen-agen NAA, dan mereka langsung melakukan serangan mendadak.
"Sepertinya NAA telah menyadap kita. Kalau begitu, sudah tidak ada alasan bagi kita untuk berdiam diri. Kita akan memerangi Mignia dan NAA secara bersamaan."
Seorang lelaki dewasa menghampiri sang Raja. Wajahnya menampakkan ekspresi ketakutan yang begitu besar.
"Yang Mulia. Aku mohon pikirkan dengan matang. Apakah mungkin kita memerangi banyak negara yang memiliki banyak pangkalan militer di sini. Sementara di timur, ada Mignia, dan Lubia yang bersekutu dengan CSO. Terlebih saat ini, kita sedang dilanda demo besar-besaran. Aku khawatir negara kita akan terpecah belah menjadi banyak negara dan hancur lebur," pinta Diowisdom White Sun.
"Ini adalah pilihan yang terbaik. Lebih baik mati sebagai Ksatria, dan Pejuang. Daripada harus hidup layaknya Pecundang."
Suasana di ruangan terasa begitu dingin. Lelaki dewasa yang merupakan seorang Sekretaris Negara hanya bisa terdiam. Sementara Tentara yang merupakan Pengawal Kerajaan memasang ekspresi wajah yang begitu datar.
Tentara itu terdiam dengan wajahnya yang terlihat tegang. Pikirannya berkecamuk dan jiwanya bergejolak menahan amarah.
"Bagaimana dia bisa berkata ingin mati sebagai seorang Ksatria dan Pejuang. Sementara selama tiga tahun Perang dengan Mignia dan Lubia. Dia hanya bisa duduk manis di dalam istananya dan tak pernah bertemu dengan para Tentara yang berjuang di garis terdepan. Memang benar, Orang yang banyak omong tidak pantas untuk hidup," pikir seorang Tentara yang bernama Lou Eyesnak.
Lou Eyesnak segera berlari menuju ke arah Raja Lancelot Tommi dan menusuk-nusuk leher sang Raja dengan sebuah belati sehingga keluar banyak darah dan langsung membunuh Raja Lancelot Tommie seketika. Lou Eyesnak segera mengambil pistolnya dan menembak kepala sang Raja hingga hancur berantakan.
"Bajingan seperti dirimu tidak pantas berbicara tentang Ksatria dan Pejuang!"
Diowisdom hanya terdiam melihat sang Tentara Pengawal membunuh sang Raja. Lou Eyesnak tertunduk di hadapan mayat Raja Lancelot Tommi yang telah dia bunuh. Kedua tangannya yang berlumuran darah Raja Lancelot Tommie segera menggengam belati yang telah dia gunakan untuk membunuh sang Raja.
Berondongan peluru menghancurkan tubuh Lou Eyesnak, ketika Tentara Pengawal yang lainnya memasuki ruang Raja secara paksa.
"Apa yang terjadi, Sekretaris Diowisdom?" tanya salah seorang Tentara Pengawal berjenis kelamin Perempuan.
Sekretaris Diowisdom berusaha mengatur pernafasannya agar kembali normal, dan bisa berpikir dengan jernih. "Tolong sampaikan kepada Kabinet dan seluruh Perwira Militer. Raja Lancelot Tommie telah mati dibunuh oleh Lou Eyesnak."
"Baik."
.
.
Rakyat bersuka cita begitu mendengar pidato dari Sekretaris Diowisdom tentang kematian Raja Lancelot Tommie. Mereka tumpah ruah di jalanan untuk mengekspresikan kabar gembira tersebut. Para Tentara juga terlihat begitu tenang dan santai, di mana mereka tidak perlu harus mati konyol dalam perang yang sia-sia tersebut.
Tentara Anvilesy dan Tentara Mignia saling berjalan menghampiri satu sama lain setelah selama tiga tahun berperang dan saling bunuh. Mereka saling bersalaman, untuk memulai lembaran baru sebagai seorang teman, sahabat, sekaligus saudara.
"Aku minta maaf, jika aku telah membunuh beberapa teman-temanmu."
"Aku juga sama, ingin minta maaf."
Para Tentara yang awalnya saling bunuh di medan pertempuran. Kini mereka terlihat sangat bersahabat, di mana mereka semuanya saling berbagi kisah, dan juga berbagi barang yang mereka miliki. Canda tawa menghiasi kedua belah pihak Tentara yang sempat saling bunuh selama tiga tahun.
Sudah tidak ada lagi dendam dan kebencian pada diri mereka, setelah mendengar kabar kematian Raja Lancelot Tommie.
Pemerintah Mignia dan Lubia melarang Rakyatnya untuk melakukan selebrasi atau mengungkapkan rasa senang atas kematian dari Raja Lancelot Tommie.
Sementara itu, di Anvilesy. Para Tentara NAA, khususnya para Tentara Amerika Utara, dan Bavaria disambut oleh Rakyat Anvilesy layaknya Pahlawan yang telah berjuang memenangkan perang besar.
Letnan Jenderal Ludwig Victor Napoleon Trachtenberg terlihat begitu terkejut senang akan perkembangan yang terjadi di Anvilesy. Dia tidak menyangka negara besar seperti Anvilesy, bisa mengalami kehancuran hanya dalam waktu satu hari.
"Disambut layaknya Pahlawan, walaupun telah melakukan pembunuhan. Sepertinya mereka hanya ingin melampiaskan amarah, kekecewaan, dan kesedihan terhadap apa yang telah mereka alami. Kematian Raja Lancelot Tommie merupakan hal yang bagus. Anggap saja dia sudah tidak berguna lagi. Dengan begitu, artinya tidak perlu mengeluarkan banyak materi, dan tenaga untuk menjatuhkan Raja Lancelot Tommie yang merupakan pion yang payah."
"Entah kenapa, aku setuju denganmu, Letnan Jenderal Napoleon," kata seorang lelaki kulit putih berbadan kekar pada Jenderal Bavaria blasteran Belanda-Jawa-Yahudi-Afrika tersebut. Dia adalah Letnan Jenderal Matthias Ludwig Gottfried, Jenderal Amerika Utara keturunan Jerman. "Beruntungnya KGB dan Stasi telah membuat kekacauan terlebih dahulu. Sehingga kita tidak perlu repot dalam menyusun rencana. Dengan demikian, pekerjaan kita dipermudah."
"Tapi menurutku, KGB, dan Stasi berusaha memancing kita. Dalam artian, mereka ingin menjatuhkan Lancelot Tommie, dengan menggunakan kekuatan kita," ujar seorang lelaki kulit putih yang paling senior di antara ketiga Jenderal yang tengah berkumpul di ruang komando, yang merupakan seorang Jenderal Inggris. Dia adalah Ernest Frederick Philipp David Alexander von Hesse-Darmstadt.
"Tapi bagiku. Hal seperti ini adalah aksi yang saling memanfaatkan satu sama lain. Walaupun itu tidak secara langsung," ujar Letnan Jenderal Napoleon. "Kita saling meminjam tangan, untuk memukul musuh yang sama."
"Anvilesy bukanlah musuh kita," ujar Jenderal Ernest Frederick.
"Aku paham, atas apa yang kau maksud, Jenderal," balas Letnan Jenderal Napoleon. "Bagaimanapun juga mereka hanyalah Satelit yang harus mengikuti mengorbit mengikuti Planet. Akan tetapi jika mereka dianggap berbahaya. Sudah pantasnya mereka diberi label musuh dan harus ditaklukan secepatnya. Tapi kalau mereka dibunuh oleh Rakyatnya sendiri, anggap saja sebagai keuntungan bagi kita yang tidak perlu mengeluarkan banyak materi, dan tenaga. Sehingga bisa dialihkan ke hal yang lainnya."
Jenderal Ernest Frederick mengambil sebatang rokok dan membakarnya untuk menikmati setiap aroma rempah khas Asia Tenggara yang terkandung dalam rokok tersebut.
"Jenderal Bavaria berdarah campuran itu memiliki pemikiran yang cukup mengerikan," pikir sang Jenderal senior Kerajaan Inggris berdarah Jerman tersebut, seraya memperhatikan Letnan Jenderal Napoleon yang tengah menikmati segelas teh hangat. "Memang benar seperti yang aku lihat. Rata-rata Orang Belanda berdarah campuran jauh lebih Belanda daripada yang berdarah murni. Pikiran dan tindakan mereka lebih keji daripada yang Belanda murni."