"Ana!"
Teriakan manja Cecil sudah pasti tidak dipedulikan oleh gadis cantik itu. Ana tetap berjalan menelusuri koridor kampusnya, menuju ke ruang konfrensi.
Cecil yang berhasil menyusul langkah Ana Seketika langsung melingkarkan tangannya pada lengan wanita itu. Cecil mendongakkan kepala karena memang tinggi Ana yang cukup jauh di atasnya.
"Kenapa kamu selalu meninggalkanku sih? Apalagi saat di ruang observasi jenazah tadi!" protes Cecil dengan nada manja seperti yang biasa ia lakukan.
Ana hanya diam mengabaikan wanita yang tengah bermanja itu. Ia bahkan menggerakkan tubuhnya beberapa kali agar Cecil terlepas dari sana.
Namun, bukannya melepaskan, Cecil semakin erat memeluk lengan Ana. "Aku akan menempelimu seperti lintah, jadi jangan terlalu banyak bergerak. Nanti kamu sendiri yang kelelahan."
Ana sudah cukup frustasi bagaimana menghadapi wanita keras kepala di sampingnya ini.
"Cecil, please! Tubuhku terasa lengket jika kamu terus melakukan ini," ucap Ana memohon.
Jika tidak bisa dengan kekerasan, maka kelembutan harus beraksi. Itulah motto Ana.
Dan berhasil! Cecil melepaskan lilitannya pada lengan Ana. Ia kini memandang gadis itu sambil memberikan senyuman lebar.
"Ana terlihat semakin cantik ketika bicara seperti itu."
Ana hanya memutar bola matanya. Ia melanjutkan langkah memasuki gedung pertemuan. Ia duduk di salah satu kursi. Cecil tentu saja memilih duduk di sebelahnya.
"Wah, ruangan ini luas sekali ya. Tapi kenapa yang mahasiswa diundang hanya sedikit?"
Cecil terus memperhatikan setiap detail ruangan. Berbeda dengan Ana yang justru mulai menyiapkan notes Dan juga pulpen serta recorder untuk merekam suara seminar hari ini.
"Ana, lihatlah. Profesor Arsya juga mengundang fakultas farmasi!" seru Cecil yang memperhatikan langkah masuk anak-anak fakultas farmasi.
Ana akhirnya melihat ke arah mata Cecil memandang. Senyumnya seketika melengkung ke atas saat matanya menangkap sosok manis menggunakan baju jumpsuit dengan lengan model sabrina. Rambut pendeknya membua ia mau tidak mau memamerkan lekuk bahu yang begitu cantik dan seksi.
"Huh! Sudah diperlakukan seperti itu, tetap saja ia menggoda orang dengan pakaiannya! Dasar jalang!" gerutu Cecil kesal saat melihat Julia.
"Jangan begitu. Coba bayangkan kalau kamu yang dikatain seperti itu. Apa tidak marah?"
Cecil langsung menatap tajam ke arah Ana. "Kok kamu belain dia? Kalian saling kenal?" tanya Cecil dengan nada kesal.
"Tidak. Aku hanya mengatakan kenyataannya saja," elak Ana.
Sejujurnya memang tanpa sadar Ana membela gadis itu. Ia merasa simpati pada Julia. Meskipun ia tidak ingin berdekatan dengan Julia, namun ia juga tidak harus membenci gadis itu kan?
Cecil memasang wajah masamnya. Kemudian ia memalingkan wajahnya lagi ke arah podium. Di sana Profesor Arsya sudah mulai menyampaikan materi tentang Pandemi Covid yang baru-baru ini menyerang dunia. Ia menyampaikan berbagai penemuan yang telah dilaporkan oleh ahli Pandemi, dokter, apoteker, bahkan peneliti lai yang turut berkontribusi dalam menanggulangi wabah alam tersebut.
Ana dan Cecil memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh Profesor Asrya dengan seksama. Saat sesi tanya jawab, Ana mengajukan beberapa pertanyaan pada Profesor Arsya dan mendapat sambutan hangat dari sang pemateri sekaligus dosennya itu.
Pertanyaan dari Ana juga menarik perhatian peserta seminar yang lain. Mereka menatap Ana sambil berbisik-bisik dengan teman sebelahnya. Namun, yang ditatap justru memberikan ekspresi datar setelah mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
"Astaga, Ana! Kamu keren banget sih!" heboh Cecil saat keluar dari ruang konfrensi bersama dengan Ana di sampingnya.
"Kamu sadar tidak kalau sejak tadi kamu jadi pusat perhatian anak-anak?" lanjutnya.
Ana hanya diam. Rasanya malas sekali menjawab pertanyaan yang tidak penting seperti itu.
"Kamu itu, di mata mahasiswa baru teman-teman kita, ibarat Dewinya fakultas kedokteran. Sudah cantik, pintar lagi. Hanya saja kamu jarang tersenyum dan juga anti sosial."
Ana tetap tidak merespon ocehan wanita di sebelahnya. Bukan karena dia sombong, hanya saja dia memang malas berbicara dengan orang lain. Meskipun Cecil selalu mengikutinya, tapi Ana masihlah Ana yang dingin pada orang lain.
"Ana!"
Seruan seseorang seketika menghentikan langkah Ana dan juga Cecil. Mereka langsung membalikkan badan dan melihat sumber suara. Ana menatap wanita itu datar, sedangkan Cecil mengernyitkan dahinya.
"Inge ngapain nyamperin kamu lagi?"
Ana hanya diam. Ia memperhatikan langkah Inge yang semakin mendekat ke arah mereka. Sedangkan Cecil menatap wanita di sampingnya itu bingung.
"Kamu belum kasih jawaban ya?" tebak Cecil mengingat pertemuan terakhir mereka.
Inge berdiri di depan Ana. Sorot matanya seolah memberikan kode pada Ana. Sedangkan gadis itu hanya diam.
Inge tiba-tiba menjauh dari Ana dan berganti menghampiri Julia yang baru keluar ruangan.
"Julia, tunggu!" Inge memegang lengan wanita cantik itu dengan wajah memelas. Membuatnya tidak tega.
Julia menatap Inge dengan wajah kebingungan.
Dia mau apa lagi? Apa kurang setelah membuatku memotong rambut seperti kemarin? Tanyanya dalam hati.
"Julia, aku..." Inge menggigit bagian bawah bibirnya. Wajahnya terlihat sangat aneh dengan guratan tipis di sekitar sana.
"Inge kenapa?" tanya Julia khawatir.
Meskipun wanita itu telah jahat padanya, bukan berarti ia juga harus jahat padanya kan?
"Aku... Aku mau minta maaf," ucap Inge lirih.
Mata sipit Julia membulat dengan sempurna. Bahkan mulutnya membuka dengan sempurna.
"Aku minta maaf, kemarin bersikap jahat padamu. Dan...." Inge menarik nafasnya dalam, ia juga memejamkan mata sesaat untuk menghembuskan nafasnya. Lalu matanya menatap Julia penuh keyakinan.
"Aku janji tidak akan berlaku jahat lagi padamu," ucap Inge kemudian.
Julia dan beberapa kawannya yang ada di sana terperanjat kaget. Mereka tidak salah dengar kan?
Setelah mengatakan itu, Inge langsung meninggalkan Julia dan berjalan pergi dengan ekspresi wajah yang aneh.
Ana menahan tangan Inge saat melewatinya.
"Aku akan menjadi pelatih taekwondo di UKM kampus," ucap Ana. Selanjutnya ia mengambil langkah meninggalkan gedung dan juga Inge.
Cecil yang bingung, hanya mengikuti langkah Ana. Pikirannya seketika buntu dan gelap. Ia tidak dapat mencerna apa yang terjadi.
Sedangka Julia dan kawan-kawan masih bingung dengan apa yang terjadi barusan.
Inge menatap kepergian Ana dengan wajah datar dan pandangan yang sulit diartikan.
***
Flashback~
Ana menghampiri Inge tepat sebelum perkuliahannya dimulai. Ia menatap tajam gadis di depannya itu.
Sorot matanya terlihat sangat dingin dan juga menakutkan.
"Aku tahu kamu yang telah melakukan pembulian pada mahasiswa farmasi bernama Julia."
Inge terperanjat mendengar kalimat Ana yang begitu lirih. Ia menatap tajam padanya.
"Aku akan bergabung dengan UKM taekwondo di kampus, hanya jika kamu menerima beberapa syarat dariku."
Ana mempertajam tatapannya pada Inge.
"Satu, aku mau kamu minta maaf pada Julia dan berjanji tidak akan mengulanginya. Dua, aku mau kamu menerima segala keputusanku saat aku bergabung. Dan tiga, jangan pernah sekalipun mengatur apa yang aku lakukan. Apapun itu."
Inge membulatkan matanya. Persyaratan gila apa yang diucapkan wanita ini padanya?!
Ana tersenyum sinis, kemudian ia meninggalkan Inge yang terlihat sangat kesal.
Flashback off~
***