Ana memarkir motornya di dekat gedung farmasi. Entahlah, meskipun dalam hati sudah berniat untuk menjauhi gadis itu, ia tetap ingin melihatnya, meskipun dari jauh. Ia berjalan melewati koridor penghubung fakultas kedokteran dan fakultas farmasi. Bukankah ini kebetulan yang sangat indah?
Ana berjalan bagaikan model di catwalk. Ia berlenggang dengan headphone terpasang di kepalanya. Sorot matanya menatap lurus ke depan, mengabaikan orang sekitar yang sedang berbisik membicarakan kecantikan juga kesombongannya.
Seketika langkahnya terhenti saat seseorang menabraknya. Bahkan beberapa buku berhasil mengenai kaki jenjang Ana, membuatnya meringis kesakitan.
Suara di sekitarnya pun semakin ramai. Dan itu sangat buruk jika dipadukan dengan musik rock yang mengalir keras pada headphone Ana. Ia langsung melepas headphone-nya dan melihat ke bawah kakinya.
Di sana, seorang gadis berambut hitam pendek sedang membersihkan kertas maupun buku yang berserakan di sana. Wajahnya tidak terlihat jelas, namun sekilas Ana dapat melihat dia menggigit bibirnya seolah ketakutan.
"Ma-af," ucap gadis itu lirih.
Suara gadis itu berhasil membuat Ana tertegun. Ia melotot memperhatikan lagi orang yang menabraknya. Dan benar... Gadis itu....
Ana merasakan jantungnya berhenti berdegup. Semburat merah nampak jelas di pipinya. Dengan mengabaikan permintaan maaf gadis itu, Ana langsung meninggalkannya. Ia berjalan sangat cepat dan segera menghindar darinya.
Orang-orang yang berada di sekitar kejadian langsung berbisik tentang Julia yang diabaikan oleh Ana. Bahkan mereka memberikan tawa ejekan pada Julia.
Julia mengangkat kepalanya dan berdiri tegak. Ia menatap tajam ke arah orang-orang yang mengejeknya tadi.
"Kenapa kalian menertawakanku? Memang siapa dia hingga membuat kalian bahagia atas sikapnya padaku?" tanya Julia polos.
"Hahahaha! Dasar jalang! Bahkan dewi fakultas kedokteran pun merasa jijik untuk bersentuhan denganmu! Mangkanya dia langsung meninggalkanmu begitu saja."
"Dewi fakultas kedokteran?" ulang Julia.
"Ya. Dia seorang dewi dari fakultas kedokteran. Dan kamu baru saja menabraknya. Yang aku dengar dia adalah orang yang sulit ditebak dan bukan orang yang ramah. Good luck!" ucap seorang gadis sambil menepuk pundak Julia. Ia pergi meninggalkan Julia yang kebingungan.
Di sis lain, Ana mengambil air mineral dari mesin minuman otomatis. Ia segera membuka penutup botol dan meneguk air itu dengan cepat. Beberapa kali matanya mengerjap. Dan semburat pipinya semakin memerah mengingat bahwa gadis tadi sempat menyentuh kakinya.
Sungguh sialnya dia hari ini. Kenapa dia bisa bertabrakan dengan gadis itu? Dia hanya ingin melihatnya, bukan bersinggungan seperti ini.
Bagaimana jika orang lain mengetahui perubahan ekspresinya? Bagaimana jika orang mengetahui tentang perasaannya? Tidak! Ini tidak boleh!
Ana berjalan menuju ke kelasnya dan langsung duduk di salah satu kursi. Cecil yang baru saja tiba langsung menghampiri Ana dan duduk di sebelahnya.
"Ana, kudengar jalang itu menabrakmu, ya?" tanyanya tanpa basa-basi.
Ana menoleh pada Cecil. Gadis itu menunjukkan raut wajah tidak sukanya. Sepertinya gadis itu memang tidak menyukai Julia. Entahlah apa alasan jelasnya. Ana tidak tahu dan enggan untuk mencari tahu.
"Kamu tidak apa kan? Apa ada yang terluka?" tanyanya dengan nada khawatir. Ia mengecek bagian tubuh Ana yang tentu saja membuatnya risih. Ia memindahkan tangan Cecil dari tubuhnya dan menatap lurus mata gadis itu. "Aku baik-baik saja," jawabnya.
Untunglah Profesor Arsya datang tepat waktu, sehingga menghentikan kebawelan Cecil pagi ini.
***
"Ana, malam ini akan ada konser untuk menyambut mahasiswa baru sekaligus acara penutupan ospek. Apa kamu mau menonton?" tanya Cecil saat pelajaran sudah berakhir.
Ana menggeleng singkat. Tangannya sibuk memasukkan beberapa barang di dalam tasnya. Ana menaruh tasnya di pundak dan segera meninggalkan Cecil.
Ia cukup lelah untuk hari ini. Seharian Cecil terus mengikutinya. Keposesifan Cecil semenjak Ana tabrakan dengan Julia meningkat berkali-kali lipat. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan gadis itu, hanya saja ini adalah titik yang paling ia benci.
Ana hendak mengecas motor itu, namun Cecil menghadangnya lebih dulu. Mau tidak mau ia turun dari sepeda dan melepas helmnya.
"Cecil, apa kamu tidak lelah selalu mengikutiku seperti ini?" tanya Ana datar.
"Tidak. Aku sudah berjanji untuk menjadi temanmu sejak kita berada dalam satu kelompok. Aku tidak ingin membiarkanmu merasa sendiri."
"Kenapa kamu melakukan itu untukku?"
"Karena aku-"
"Kak! Stop mengikutiku!" Teriakan gadis yang tak jauh dari mereka berdiri sukses memalingkan wajah Cecil juga Ana. Mereka menghentikan percakapan serius itu dan melihat apa yang terjadi.
Ternyata Julia dan Kak Ardian. Lagi-lagi mereka bertengkar di depan umum.
"Kak! Sudah kukatakan berkali-kali, aku tidak mau berpacaran dengan kakak! Aku benci kakak! Bahkan aku juga membenci semua laki-laki yang mendekatiku! Aku juga benci perempuan yang tidak bisa menghargaiku!" teriak Julia yang terdengar begitu menyayat hati. Air mata di pipinya mengalir begitu deras.
Semua orang di sekitar mereka tertegun mendengar perkataan Julia yang seperti itu. Bahkan Ana dapat melihat sahabat-sahabat Julia hanya berdiri seperti pecundang.
Rasanya, Ana ingin berlari dan memeluk gadis itu. Menenangkan jiwanya yang sedang terbakar api amarah, yang bahkan lebih besar dari api amarahnya sendiri.
"Julia, tenanglah! Aku tidak akan memperlakukanmu dengan buruk lagi. Kumohon tenanglah," bujuk Kak Ardian yang berjalan mendekat ke arah Julia.
"Berhentilah berpura-pura baik padaku, Kak! Ini bukan seperti dirimu yang selalu bersikap lembut," sindir Julia sinis. Isakan tangis masih terdengar di sana.
"Julia!"
Julia lari meninggalkan laki-laki itu. Kak Ardian mengejarnya. Dan seketika mereka menghilang dari kerumunan. Menyisahkan suara angin yang begitu berisik dari para saksi kejadian ini.
"Ana, jadi pulang kan? Aku nebeng ya? Mobilku bannya bocor. Besok akan kupanggilkan montir untuk memperbaikinya," ucap Cecil.
Ana menghela nafas lalu menganggukkan kepala. Seketika Cecil sudah naik di boncengannya. Mereka pergi meninggalkan kampus dengan motor ninja warna hitam itu.
***
Ana berjalan menghampiri Cecil yang sedang berdiri di depan lapangan sepak bola. Ia tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Seumur hidupnya, ia tidak pernah sekalipun menghadiri sebuah konser. Tapi malam ini....
"Eh? Sudah datang?" sapa Cecil bersemangat. "Mau masuk sekarang? Aku sudah membelikanmu tiket masuk juga."
Ana hanya menganggukkan kepala.
Di dalam lapangan sudah sangat ramai. Hampir semua yang hadir di sini adalah mahasiswa baru dan hanya beberapa kakak tingkat saja yang merupakan panitia kegiatan.
Penampilan pertama adalah band dimana yang menjadi vokalis adalah Kak Ardian. Ia membawakan lagu fall for you. Semua bertepuk tangan meriah tepat setelah chord akhir dimainkan.
"Kak Ardian keren ya... Pantas saja kamu langsung setuju untuk melihat konser ini. Kamu beneran ada rasa kan sama Kak Ardian?" goda Cecil sambil memainkan matanya.
Ana hanya diam. Matanya masih lurus menatap ke arah panggung.
"Selanjutnya adalah Solo Dance yang akan dilakukan oleh Julia Devinada. Beri tepuk tangan yang meriah untuk Julia!!" seru MC dari atas panggung.
Lampu diatas panggung diganti lebih redup. Ana menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan panggung. Cecil mengikutinya dari belakang.
Alunan musik EDM mulai dimainkan. Julia dengan pakaiannya yang super kekurangan bahan mulai menggerakkan tubuh ke sana ke mari, mengikuti alunan lagu. Tubuhnya yang indah berhasil membuat mata para laki-laki membuat dengan sempurna. Bahkan tak segan mereka menyerobot barisan agar bisa berdiri tepat di bawah panggung.
Saat asyik bergerak, tiba-tiba kakinya tersangkut oleh kabel dan membuat tubuhnya oleng. Bahkan tanpa sadar salah satu kakinya mundur hingga keluar panggung dan seketika ia merasakan tubuhnya melayang di udara, bertepatan dengan semua orang meneriakkan "JULIA!!"
***