webnovel

JANJI

"Kamu menusukku dari belakang, Wynn!" William ingin memukul lagi tetapi dia berusaha menahan diri. Rahang pemuda berusia 27 tahun itu menjadi keras karena amarah yang meledak. Sudah dua tahun berlalu namun dia belum bisa menerima kenyataan pahit jika sahabatnya menjalin hubungan asmara dengan cinta pertamanya.

"Aku dan Nasya saling mencintai, Will. Kami nggak bisa menunda pernikahan kami hanya karena kamu nggak setuju. Selama ini aku memikirkan kamu tapi aku juga nggak bisa egois. Usia Nasya sudah 27 tahun dan dia ingin menikah denganku," Wynn menjelaskan namun amarah semakin meluap dari ekspresi wajah William.

"Stt!" William mendorong tubuh Wynn namun temannya tidak memberi perlawanan. "Sejak dulu kamu sudah tahu kalau aku mengharapkan Nasya menjadi kekasihku. Tanpa sepengetahuanku kalian menjalin hubungan. Apa kamu pantas disebut sahabat baik, huh?"

Wynn pasrah jika dia harus menerima pukulan dari William namun ternyata laki-laki itu mengepalkan tangan dan memilih duduk di sofa. Dia menjadikan vas bunga yang ada di atas meja sebagai pelampiasan.

"Prang!" terdengar pecahan kaca. Beling berserakan di atas lantai namun Wynn membiarkan temannya melakukan apapun untuk meluapkan kemarahan.

Di luar kamar, Beatrice panik mendengar suara pecahan kaca dari kamar abangnya. Saat dia sampai di depan pintu kamar, dia melihat Nasya menangis tetapi tidak berani masuk ke dalam kamar Wynn.

"Ada apa?" tanya Bea penasaran bercampur panik.

"Baru saja Will datang dan dia langsung membuat kekacauan. Aku takut, Bea."

Beatrice hendak memeluk calon kakak iparnya namun perhatian mereka teralihkan pada pintu yang terbuka.

"Wynn!" Nasya berteriak. Dia tidak memedulikan William. Tujuan pertamanya adalah Wynn.

William keluar dari kamar dan kedua matanya melihat Beatrice berdiri tanpa mengucapkan satu kata pun. William mendekat dan langsung memeluk wanita yang selalu berdebat dengannya. "Bea, aku butuh kamu. Tolong hibur aku!" ucap William putus asa. Seperti dugaan Beatrice sebelumnya, dia pasti akan menjadi pendengar yang baik untuk William yang menyebalkan.

"Kenapa kamu seperti ini, William?"William tidak menjawab pertanyaan Bea. Dia semakin memeluk erat tubuh wanita itu. Saat ini dia sakit hati dan butuh sandaran agar jiwanya tenang.

"Aku butuh kamu, Bea. Tolong hibur aku," ucap William. Dia memendam sakit hati, kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan yang sangat besar.

"Aku selalu ada untuk kamu. Tenanglah!" Bea membalas pelukan William sambil mengusap punggung pemuda itu.

Bea mengajak William ke tepi pantai. Mereka duduk di hamparan pasir sambil memperhatikan keindahan laut.

"Aku tahu kamu sangat terluka, Will. Sejak SMP kamu menjadikan Nasya sebagai istri masa depan tapi ternyata dia jatuh cinta pada abangku. Tapi kamu harus tahu kalau mereka berdua pun menderita. Wynn selalu menunda pernikahannya karena memikirkan perasaan kamu. Nasya pun harus bersabar karena tidak mau memaksa Wynn. Mereka saling mencintai, Will. Aku memang sangat peduli padamu tapi aku akan menjadi musuh utamamu kalau kamu berniat untuk menghancurkan rencana pernikahan mereka." Beatrice menceritakan apa yang ada di dalam pikirannya. Dia harus memilih kepada siapa dia harus berpihak jika William nekat merusak hubungan Wynn dan Nasya.

William melihat ke samping membuat keduanya saling berhadapan. "Apa kamu pikir aku akan melakukan itu? apa aku terlalu putus asa sampai kamu nggak mempercayaiku? Aku butuh kamu, Bea. Aku butuh dukunganmu."

Beatrice memutar tubuhnya lalu duduk bersila, berhadapan dengan William. "Aku akan mempercayaimu kalau kamu janji nggak akan menjadi pihak ketiga di antara mereka. Biarkan Wynn dan Nasya bahagia. Jangan membuat mereka merasa bersalah karena perasaanmu."

"Tolong peluk aku," pinta William dengan suara pelan.

Beatrice mendekat dan memeluk tubuh laki-laki itu. "Aku janji akan membiarkan mereka menikah. Terima kasih karena selalu ada untukku." Dalam pelukan Beatrice, William menumpahkan air mata sakit hatinya. Benar apa yang dikatakan oleh ayahnya. Dua tahun sudah cukup menyiksa dirinya dan William harus bangkit dari keterpurukan.

"Aku percaya kamu pasti bisa, Will. Selama ini kamu selalu mendapatkan keinginanmu tapi cinta dan kebahagiaan nggak bisa dibeli menggunakan uang. Kamu harus menemukan kebahagiaanmu sendiri."

"Iya. Aku sudah memikirkan caranya. Aku belum cukup dewasa untuk menjalin hubungan bersama seorang wanita. Lebih baik aku fokus membantu daddy di perusahaan."

Beatrice menangkup wajah William dan menatap pria itu. "Aku yakin kamu pasti bisa. Berhentilah menjadi pria menyebalkan. Suatu saat nanti kamu akan mendapatkan cinta sejati."

Untuk sekian detik mereka saling tatap sampai akhirnya detakan jantung Beatrice semakin cepat dan dia melepaskan tangannya dari wajah William. Dia melihat ke sembarang arah untuk menyembunyikan rona merah yang membingkai di wajahnya.

"Bagaimana denganmu? Kamu sudah nemuin kebahagiaan belum? Usia kamu sudah 25 tahun tapi kamu belum pernah berpacaran." William bertanya sambil membuat gambar di atas pasir.

"Itu bukan urusanmu! Aku sudah menemukan kebahagiaanku jadi jangan mengusik kehidupan pribadiku. Mengerti?" Tiba-tiba sifat Beatrice yang lembut berubah menjadi galak. William selalu menjadikannya sebagai tempat ternyaman untuk menumpahkan semua perasaannya namun Bea melakukan kebalikannya. Dia tidak pernah membuka dirinya kepada William.

"Baiklah-baiklah. Aku nggak akan bertanya lagi."

Mereka melihat orang berlalu lalang, sampai perhatian William tersita pada tangan Beatrice yang mengusap perut. "Kamu lapar?" tanyanya.

"Aku belum sempat makan. Tadi aku asyik menggambar di butik dan baru ingat kalau aku belum makan siang."

William mengacak rambut Beatrice yang panjangnya hanya sebahu. "Bagaimana bisa kamu memberikan perhatian pada kekasih kalau memperhatikan diri saja belum bisa. Ayo kita makan! Aku akan mentraktirmu."

"Tentu saja aku nggak menolak. Aku sudah menjadi konselor terbaik. Aku pantas mendapatkan makanan enak," jawab Bea, kemudian mereka berdua tertawa bersama.

***

Wynn menunggu sahabatnya di balkon rumah. Beatrice sudah menceritakan kepadanya jika William akan merelakan Nasya padanya. Jatuh cinta pada Nasya bukan kesalahan namun Wynn selalu terintimidasi karena sejak awal dia tahu perasaan William terhadap kekasihnya.

Dari belakang Wynn, William datang sambil meremas jari-jarinya. Dia sudah merangkai banyak kata saat di kamar namun semuanya sirna tatkala punggung Wynn sudah memenuhi kedua matanya.

"Aku minta maaf," ucap William. Wynn yang mendengar suaranya langsung membalikkan badan.

"Kamu nggak salah, Will. Sebenarnya nggak ada yang salah di antara kita berdua. Seharusnya sejak awal aku jujur sama kamu tapi aku terlalu takut mengecewakan kamu. Aku dan Nasya memutuskan untuk menyembunyikan hubungan kami sambil menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya sama kamu. Tapi ternyata kamu datang ke Bali dan melihat kami sedang ciuman. Itu pasti membuatmu terluka."

"Tetap saja aku salah, Wynn. Karena keegoisanku kalian berdua harus menunda pernikahan. Aku sudah menerima kenyataan kalau Nasya memilihmu sebagai suami. Menikahlah dengannya. Bea berkata benar. Kalian berdua pantas mendapatkan kebahagiaan."

Wynn tidak menyangka kalau jawaban itu akan dia dapatkan dari William yang selalu mengupayakan berbagai cara untuk mendapatkan keinginannya. Dia hendak memeluk William namun laki-laki itu menahan dadanya.

"Jangan peluk sebelum kamu berjanji," ucap William.

"Janji?"